Korea Utara mengalami kekeringan terburuk dalam beberapa dekade terakhir dan dikhawatirkan akan menimbulkan krisis pangan bagi sekitar 10 juta warganya.
Seoul, Kamis Musim kering yang berkepanjangan di Korea Utara telah menyebabkan 10 juta dari sekitar 25 juta warga Korut terancam kelangkaan pangan. Namun, upaya Korea Selatan untuk memberikan bantuan pangan terkendala ketegangan politik pasca-uji coba roket Korut pekan lalu.
Menurut Program Pangan Dunia (WFP), lembaga kemanusiaan di bawah PBB, gagal panen di Korut tahun ini merupakan yang terburuk dalam satu dekade terakhir akibat kekeringan panjang. Palang Merah Internasional juga mengingatkan, kekeringan sejak awal tahun ini dikhawatirkan akan mengganggu panen pada musim panas nanti.
Korut pernah mengalami tragedi kelaparan pada 1990-an yang menewaskan sekitar 1 juta warganya. Sejumlah laporan menyebutkan, warga Korut saat itu harus memasak rumput dan kulit pohon.
Kantor berita Korut, KCNA, kemarin, menyebutkan, curah hujan sepanjang tahun ini merupakan yang terendah sejak 1982. Surat kabar Rodong Sinmun menyebutkan, Korut harus memobilisasi semua pompa air dan peralatan irigasi untuk menyelamatkan panen. Kekeringan diperkirakan terus berlangsung sampai akhir Mei.
Pada Februari lalu, Duta Besar Korut untuk PBB Kim Song mengeluarkan imbauan yang tak biasa, yaitu meminta bantuan pangan. Namun, bantuan dari tetangga Korsel saat ini terkendala ketegangan di kawasan pasca-gagalnya negosiasi Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un di Hanoi, Februari lalu.
Terhambat uji roket
Situasi diperburuk setelah Korut kembali melakukan uji coba roket pekan lalu sebagai protes atas kebuntuan negosiasi dengan AS.
Presiden Korsel Moon Jae-in menyatakan, Trump mendukung upaya bantuan Korsel untuk Korut. Namun, uji coba roket pekan lalu membuat para pejabat AS bersikap mendua.
Pemerintahan Moon yang pada 2017 sepakat untuk memberikan bantuan sebesar 8 juta dollar AS melalui Program Pangan Dunia tetap bertekad untuk memenuhi komitmennya. Namun, sejumlah sumber menyebutkan, upaya Korsel untuk mengirim bantuan tak akan semudah dua tahun lalu karena situasi di kawasan yang semakin sensitif.
Perkembangan terakhir di Semenanjung Korea menciptakan situasi krisis dalam pemerintahan Moon yang akan menghadapi pemilu legislatif tahun depan.
Ketika terjadi angin perdamaian antara Korut dan Korsel pada awal 2018, popularitas Moon melesat. Namun, stagnasi ekonomi, peningkatan angka pengangguran, dan krisis berkepanjangan di antara dua Korea membuat popularitasnya terdampak.
Menurut Moon, bantuan itu tidak hanya akan membantu warga yang membutuhkan di Korut, tetapi juga bisa mengurangi cadangan beras di Korsel yang berlebihan.
Sebaliknya Pyongyang menganggap rencana bantuan Korsel sebagai ejekan dan ”propaganda kosong”. Beras, semen, dan pupuk merupakan produk bantuan yang sensitif karena dikhawatirkan bisa diubah Pyongyang untuk program senjata.
”Situasinya sangat sensitif. Jika pendekatan dua jalur tak memungkinkan, kami akan menggunakan organisasi internasional,” kata sebuah sumber.
Namun, seperti apa kondisi sesungguhnya akibat dampak kekeringan di Korut masih belum diketahui karena tidak adanya sumber informasi yang kredibel. Menurut Peter Ward, peneliti ekonomi Korut, situasi ini diyakini masih belum segenting tragedi pada 1990-an, tetapi kelangkaan pangan sudah terjadi. (AP/REUTERS/MYR)