Sentul City Recycle Center, yaitu pusat daur ulang sampah Perumahan Sentul City, akan menjadi percontohan pengolahan sampah kawasan permukiman mandiri tingkat kabupaten/kota. Diharapkan kawasan permukiman mandiri lainnya segera memiliki fasilitas serupa.
Oleh
Ratih P Sudarsono
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Sentul City Recycle Center, yaitu pusat daur ulang sampah Perumahan Sentul City, akan menjadi percontohan pengolahan sampah kawasan permukiman mandiri tingkat kabupaten/kota. Diharapkan kawasan permukiman mandiri lainnya segera memiliki fasilitas serupa.
”Ini (dibangunnya SCRC/Sentul City Recycle Center) merespons kebijakan penerapan zonasi dan pengolahan sampah mandiri. Saya apresiasi respons baik dari Sentul City dan SCRC akan menjadi percontohan,” kata Bupati Bogor Ade M Yasin, Jumat (17/5/2019).
Ini (dibangunnya SCRC) merespons kebijakan penerapan zonasi dan pengolahan sampah mandiri. Saya apresiasi respons baik dari Sentul City dan SCRC akan menjadi percontohan.
Ade bersama Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Pandji Ksatriadji mengunjungi lokasi CSRC di Kampung Sela Irih, Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Lahan di kampung itu memang masuk kawasan perumahan mandiri Sentul City.
Penghargaan juga disampaikan Dirjen Rosa. Ia kagum atas upaya Sentul City dalam menangani sampah, yang dipaparkan Johny Kawali, Direktur Operasional PT SGC, town management Perumahan Sentul City. Johny Kawali, antara lain, mengatakan, sarana fisik SCRC dibangun dalam waktu dua bulan setelah lahan siap dan kini sampah yang dibuang ke TPA Galuga hanya satu truk per hari dari semula 14 truk per hari.
Menurut Rosa, keberadaan SCRC tersebut memberi kontribusi yang baik pada Pemerintah Kabupaten Bogor, juga pemerintah pusat, yang memang dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 diputuskan pengurangan sampah sampai 30 persen dan pengolahan sampah 70 persen pada tahun 2025. Jadi, 100 persen sampah sudah dapat dikelola.
”Di Indonesia belum ada kawasan perumahan mandiri yang melakukan hal ini. Akan saya bawa apa yang sudah dilakukan Sentul City ini dalam mengampanyekan penanganan sampah untuk menjadi contoh di kabupaten/kota lain,” katanya.
Di Indonesia belum ada kawasan perumahan mandiri yang melakukan hal ini. Akan saya bawa apa yang sudah dilakukan Sentul City ini dalam mengampanyekan penanganan sampah untuk menjadi contoh di kabupaten/kota lain.
Direktur Utama Sentul City David Partono mengatakan, pembangunan SCRC ini wujud kepedulian Sentul City dalam penanganan sampah dan lingkungan hidup. Ini juga dalam rangka menghadirkan permukiman berskala internasional.
Selain itu, pihak Sentul City merespons Surat Bupati Bogor pada 17 Mei 2018, yang meminta pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, dan kawasan industri untuk menyediakan fasilitas pengelolaan sampah skala kawasan yang berupa TPS 3R. Sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pengolahan Sampah, fasilitas itu harus tersedia pada 2019 ini.
”Kami ingin mewujudkan ’Menuju Sentul City Zero Waste 2020’. Menangani sampah memang harus dimulai dari rumah sendiri. Masalah sampah dapat dihandel dengan kita mengurangi konsumsi kita sendiri,” katanya.
Kami ingin mewujudkan ’Menuju Sentul City Zero Waste 2020’. Menangani sampah memang harus dimulai dari rumah sendiri. Masalah sampah dapat dihandel dengan kita mengurangi konsumsi kita sendiri.
PT SGC dalam mengoperasikan SCRC bekerja sama dengan PT Xaviera Global Synergy, perusahaan pengolahan sampah tepat guna, yang direkomendasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. Kegiatan SCRC saat ini berada di areal seluas 1 hektar dari 5 hektar yang dialokasikan Sentul City untuk keperluan pengolahan sampah dari permukiman. Kapasitas mesinnya 70 ton per hari. Biaya pembangunan fisiknya sekitar Rp 3 miliar.
Bupati Ade Yasin mengatakan, dalam waktu dekat perumahan di Cileungsi juga akan mengoperasikan fasilitas pengolahan sampah mandirinya. Pihaknya akan proaktif dan menjemput bola ke kawasan-kawasan permukiman yang belum bergerak membangun pengolahan sampahnya.
”Kami akan tanya apa kendala mereka. Biaya pembangunannya tidak terlalu besar. Tadi saya tanya-tanya, sekitar Rp 3 miliar,” kata Ade.
Ia menyebutkan, karena luasnya wilayah dan banyaknya penduduk, produksi sampah Kabupaten Bogor mencapai 2.800 ton per hari dan yang mampu diangkut untuk dibuang ke TPA Galuga hanya 700 ton per hari.
”Sisanya, coba ke mana itu. Di kampung, yang masih punya lahan, mungkin dibakar. Yang lainnya numpuk dan akhirnya masuk sungai. Bisa jadi sampah yang mematikan ikan-ikan di laut itu sampah dari kita di Bogor,” ujarnya.
Bupati memastikan, Pemkab tidak akan mampu menangani dan mengangkut sampah, apalagi kapasitas TPA Galuga juga terbatas dan akan segera penuh. Sebab itu, ia sudah memutuskan kebijakan zonasi sampah agar lebih efektif mengendalikan dan mengolahnya. Sebab, kalaupun nanti ada TPST Nambo, hal itu tidak akan efisien untuk menangani sampah. Misalnya, dari Jasinga, wilayah itu sangat jauh dari Nambo di Kecamatan Klapanunggal.
Itu sebabnya, Bupati Ade juga memastikan akan terus mengingatkan kawasan permukiman, komersial, dan industri untuk membangun dan mengoperasikan tempat pengolahan sampahnya sendiri.