JAKARTA, KOMPAS - Selama Januari hingga pekan kedua Mei 2019, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI telah menangkap 68 anggota kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah atau JAD. Meskipun ditangkap di sejumlah lokasi berbeda, jaringan teroris itu memiliki rencana dan pola serangan teror yang sama.
Adapun rincian dari jumlah tersebut ialah 4 teroris ditangkap pada Januari, 1 teroris ditangkap Februari, lalu sebanyak 20 teroris ditangkap pada Maret, 14 teroris diamankan pada April, serta 29 tersangka ditangkap pada Mei. Dari jumlah itu, 8 di antaranya, tewas dalam operasi penangkapan.
Penangkapan anggota kelompok teroris JAD dilakukan di sejumlah tempat, seperti Jakarta, Bekasi (Jawa Barat), Sibolga (Sumatera Utara), Lampung, Bitung (Sulawesi Utara), serta sejumlah wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tim Densus 88 Antiteror Polri terus melakukan penjejakan dan pemetaan terhadap seluruh jaringan teroris di Indonesia.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal menjelaskan, tim Densus 88 Antiteror Polri terus melakukan penjejakan dan pemetaan terhadap seluruh jaringan teroris di Indonesia. Penangkapan terhadap mereka, lanjutnya, menjadi dasar untuk mengungkap jaringan teroris lainnya.
"Kami masih melakukan penyidikan dan pengembangan penyelidikan dari penangkapan 68 teroris itu. Upaya itu merupakan upaya pencegahan atau preventive strike yang dilakukan tim Densus 88 Antiteror," ujar Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Momen Pemilu
Sementara itu, terkait penangkapan 29 tersangka tindak pidana teroris selama bulan Mei, Iqbal menjelaskan, para teroris telah merencanakan aksi teror pada aksi people power pada 22 Mei nanti. Serangan teror dalam tahapan pemilu dilakukan karena kelompok JAD menilai demokrasi adalah paham yang keliru.
"Maka dari itu, kami mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aksi people power. Sebab, aksi itu rawan terhadap serangan teror kepada masyarakat dan juga aparat," kata Iqbal.