JAKARTA, KOMPAS — Indonesia harus mampu melampaui keunggulan kompetitor, baik dalam bersaing menarik investor maupun mendongkrak ekspor. Investasi berperan penting dalam meningkatkan ekspor bernilai tambah, termasuk saat dunia dihadapkan pada tekanan perang dagang Amerika Serikat-China yang meningkat.
”Hasil analisis kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, tidak banyak produk kita komplemen dengan produk China yang diekspor ke AS,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Data terbaru Badan Pusat Statistik menunjukkan, ekspor Indonesia ke AS periode Januari-April 2019 sebesar 5,54 miliar dollar AS. Nilai ekspor ini turun dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018, yakni 5,85 miliar dollar AS.
Ekspor Indonesia ke China sepanjang Januari-April 2019 sebesar 7,27 miliar dollar AS atau turun dibandingkan dengan periode yang sama 2018, yakni 8,16 miliar dollar AS. China dan AS saat ini masih merupakan negara utama tujuan ekspor Indonesia dengan pangsa pasar masing-masing 15,85 persen dan 11,32 persen.
”Terkait hal tersebut, kita perlu mengupayakan agar dapat pula menampung relokasi industri dari China. Strategi yang paling tepat sama-sama membangun kawasan industri,” kata Sanny yang juga Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia.
Sanny mengatakan, belakangan ada beberapa kawasan industri di China yang berminat mengembangkan kawasan industri di Indonesia. Hal ini untuk menampung relokasi industri manufaktur dari China.
Sanny menuturkan, keunggulan Indonesia yang saat ini masih menjadi daya tarik antara lain sumber daya alam, potensi tenaga kerja, dan pasar yang besar, serta pertumbuhan kelas menengah. Adapun hal yang disorot calon investor di Indonesia terutama kepastian hukum, termasuk mencakup kemudahan perizinan di daerah.
Di sisi lain, tambah Sanny, saat ini Vietnam merupakan pesaing dalam menarik investasi atau relokasi industri dari China. Apalagi, Vietnam memiliki keunggulan, seperti kedekatan geografis dan beragam tawaran insentif yang atraktif bagi investor.
Perjanjian
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri, keunggulan Vietnam adalah lebih maju dalam menjalin perjanjian perdagangan dengan negara tujuan ekspor, termasuk dengan Uni Eropa.
Perjanjian perdagangan yang meringankan bea masuk menjadikan harga produk ekspor lebih kompetitif. ”Di sisi produktivitas, jam kerja di Vietnam juga lebih tinggi,” kata Firman.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono mengatakan, Kadin Indonesia saat ini terus berupaya membangkitkan ekspor Indonesia.
”Saat ini kami terus mendorong munculnya eksportir baru. Diaspora, termasuk tenaga kerja Indonesia yang di luar negeri pun kami ajak untuk melihat dan menggarap peluang ekspor,” kata Handito.
Terkait hal tersebut, menurut Handito, pemerintah perlu serius memberikan dukungan dan bantuan kemudahan ekspor, terutama bagi eksportir pemula. ”Pasar ekspor yang selama ini belum tergarap, saatnya untuk juga digarap,” ujarnya. (CAS)