Terduga Pemutilasi Tak Alami Gangguan Jiwa Ketika Beraksi
Sg, terduga pemutilasi perempuan di Pasar Besar Malang, tidak mengalami gangguan jiwa saat melakukan aksi. Ia dinilai mengalami gangguan perilaku sehingga butuh dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sg (49), terduga pemutilasi seorang perempuan di Pasar Besar Malang, tidak mengalami gangguan jiwa saat beraksi. Ia dinilai mengalami gangguan perilaku sehingga butuh dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang.
”Pemeriksaan psikiater dilakukan mulai Kamis (16/5/2019), siang hingga malam,” kata Kepala Kepolisian Resor Malang Kota Ajun Komisaris Besar Asfuri, di Malang, Jumat (17/5/2019).
Selasa (14/5/2019), pedagang menemukan potongan tubuh perempuan termutilasi di lantai atas Pasar Besar Malang. Di lokasi itu juga ditemukan gunting, pakaian korban dan pelaku, serta tulisan pada tembok dan kertas. Tulisan itu berisi ucapan belasungkawa dan sumpah serapah.
Pasar Besar Malang terdiri atas empat lantai. Lantai dasar dan satu saat ini masih digunakan untuk pedagang berjualan sayur, baju, dan aneka kebutuhan pokok. Pasar itu pernah terbakar, tahun 2016 dan 2018. Sejak saat itu lantai dua dan tiga dikosongkan dari pedagang. Berikutnya pusat perbelanjaan juga menutup operasionalisasi usaha di tempat itu.
Asfuri menambahkan, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Sg merupakan individu dengan kepribadian agresif, emosi tidak stabil, dan memiliki perasaan tidak sesuai atau tidak cocok. Ia juga memiliki tingkah laku impulsif, perasaan malu, posesif, dan penggelisah.
”Dari hasil itu, psikiater merekomendasikan agar Sg dirujuk ke RSJ untuk mendapat perawatan. Surat rekomendasi baru keluar dari psikiater, mungkin hari ini kami bawa ke RJS,” kata Asfuri.
Kehidupan Sg juga tidak pasti. Lulusan salah satu SMK di Malang itu tidak punya pekerjaan tetap. Memiliki becak, ia kerap mencari barang bekas. Tinggalnya menggelandang dan berpindah tempat.
Dia juga pernah dihukum tiga tahun penjara akibat kasus kekerasan. Sg memotong lidah pacarnya hingga memukul orangtuanya dengan martil. Dengan pernah menjalani hukuman itu, Asfuri menyimpulkan bahwa Sg tidak mengalami gangguan jiwa.
”Hanya memang dia memiliki kartu berobat ke RSJ Lawang,” katanya.
Akan tetapi, Asfuri mengatakan belum bisa menyimpulkan pasal yang akan dikenakan kepada Sg. Apabila bukti dan fakta menyebutkan korban meninggal karena sakit sebelum dimutilasi, pelaku hanya akan dijerat dengan Pasal 181 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang merusak atau menghilangkan jenazah.
”Ancaman hukuman pidana 9 bulan,” kata Asfuri.
Identitas korban belum terungkap. Sejauh ini, penyebab meninggalnya korban masih didalami tim laboratorium forensik. Hasil pemeriksaan sementara, korban mempunyai riwayat sakit paru-paru akut.
Kepastian penyebab meninggalnya korban akan menjadi kunci menghukum Sg. Apabila diketahui ada unsur tindak pidana lain yang menyebabkan korban meninggal, Sg akan dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ancaman hukumannya antara 15 tahun dan 20 tahun.
Asfuri menegaskan bahwa proses hukum Sg tetap berjalan meski identitas korban hingga kini belum ditemukan. Dan, jika kasus ini nantinya sudah memiliki ketetapan hukum dan saat itu ia masih dirawat di RSJ, Sg tetap akan dititipkan di RSJ.
”Hingga kini masih terus kami dalami kasus ini,” kata Asfuri.