Tetapkan 5 Tersangka, Polisi Incar Produksi Merkuri
Polda Maluku menetapkan lima orang tersangka dalam kasus pengiriman merkuri yang dikemas dalam 72 buah kelapa dari Ambon, Maluku, ke Surabaya, Jawa Timur. Kini polisi mengincar tempat pengolahan merkuri dimaksud yang diduga berada di Pulau Seram.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kepolisian Daerah Maluku menetapkan lima orang tersangka dalam kasus pengiriman merkuri yang dikemas dalam 72 buah kelapa dari Ambon, Maluku, ke Surabaya, Jawa Timur. Kini polisi mengincar tempat pengolahan merkuri dimaksud yang diduga berada di Pulau Seram. Tim penyidik sudah bergerak ke lokasi pengolahan tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Komisaris Besar Firman Nainggolan dalam keterangan pers di Ambon, Jumat (17/5/2019), mengatakan, dari kelima tersangka itu, dua adalah AE (40) selaku pengemudi truk pengangkut merkuri dan YR (35) selaku petugas ekspedisi pengiriman barang.
”Tiga tersangka lain belum bisa kami ekspos karena dapat mengganggu jalannya penyidikan. Tidak lama lagi akan kami umumkan,” katanya.
Setelah dihitung, cairan merkuri itu dimasukan ke dalam 72 buah kelapa. Di dalam satu buah kelapa terdapat sekitar 2,5 kilogram merkuri. Artinya, keseluruhan merkuri yang dikirim itu lebih kurang 180 kilogram. Dengan harga jual maksimal 1 kilogram merkuri senilai Rp 1,2 juta, total harga merkuri yang dikirim itu sekitar Rp 216 juta.
Bastian menduga, tempat pengolahan merkuri berada di Pulau Seram. Tempat dimaksud sudah diincar polisi setelah memperoleh informasi dari tersangka AE yang mengangkut merkuri dari Seram. Merkuri diolah dari batu sinabar dengan cara disuling. Batu sinabar itu ditambang secara liar di Gunung Tembaga, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Lokasi pengolahan diduga masih berada di wilayah kabupaten tersebut yang tak jauh dari Gunung Tembaga. Tambang liar Gunung Tembaga sudah ditutup pada Desember 2017.
Penutupan tambang batu sinabar terbesar di Indonesia itu atas perintah Presiden Joko Widodo. Namun, diduga ada petambang yang secara diam-diam masuk menambang lagi lokasi yang berada di tengah hutan itu. Mereka masuk melalui jalur yang tidak diawasi aparat.
Merkuri merupakan bahan yang biasa dipakai untuk mengolah emas di lokasi tambang liar. Sebagai contoh di Maluku, pengolahan emas di lokasi tambang liar Gunung Botak, Pulau Buru, menggunakan merkuri yang dibawa dari Gunung Tembaga.
Saat ini, Gunung Botak sudah ditutup. Namun, beredarnya merkuri dapat mendorong petambang untuk kembali merambah lokasi tersebut. Selain Gunung Botak, ada juga lokasi tambang lain di Pulau Buru, yakni Gunung Nona dan Gogorea.
Pelarangan peredaran merkuri itu dilakukan setelah Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Minamata yang ditindaklanjuti dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri pada September 2017.
Merkuri merupakan logam berat yang dapat mengancam keselamatan manusia. Apabila konsentrasi logam berat itu berlebihan dalam tubuh manusia terutama ibu hamil, bayi yang dilahirkan berpeluang mengalami cacat fisik dan mental, seperti yang pernah terjadi di Minamata, Jepang.
Tindak jasa pengiriman
Menurut Firman, 72 buah kepala yang berisi merkuri itu sengaja dicampur dengan 1.200 buah kelapa lainnya yang hendak dikirim ke Surabaya, Jawa Timur. Semua barang telah dimasukkan ke sebuah peti kemas milik PT Meratus Line.
”Sebelum barang itu tiba, AE sudah berkoordinasi dengan YR yang menangani pengiriman tersebut. Keduanya sudah tahu,” ujar Firman.
Ia menyesalkan pihak perusahaan ekspedisi yang masih saja melayani pengiriman barang tersebut. Padahal, pada 2018, Polda Maluku telah menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah perusahaan ekspedisi yang berisi dukungan terhadap pemberantasan peredaran merkuri secara ilegal.
”Perusahaan tersebut salah satunya yang ikut menandatangani,” ujar Firman seraya berjanji akan menindak tegas.
Yang akan dilihat adalah kelaziman barang yang akan dikirim. Mana mungkin orang kirim buah kelapa tua yang harga jualnya jauh lebih rendah dari harga ongkosnya.
YR mengatakan, biaya pengiriman satu kontainer dari Ambon ke Surabaya sekitar Rp 4 juta. Saat ditanya apakah pengiriman itu diketahui oleh atasannya di PT Meratus Line, YR bungkam. Ia juga tidak menjawab saat ditanya seberapa sering pengiriman merkuri melalui perusahaan tersebut.
YR dan AE diganjar dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman hukuman maksimal 16 tahun penjara.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, modus pengiriman selalu berubah. Semula pengiriman berupa bahan baku batu sinabar, kemudian pengiriman cairan merkuri dalam wadah plastik atau aluminium, dan kini merkuri dimasukkan ke dalam buah kelapa. Pihaknya mengantisipasi kemungkinan modus baru.
”Yang akan dilihat adalah kelaziman barang yang akan dikirim. Mana mungkin orang kirim buah kelapa tua yang harga jualnya jauh lebih rendah dari harga ongkosnya. Harga kelapa itu per buah tidak sampai Rp 1.000. Pengiriman ini di luar kelaziman sehingga pasti dicurigai,” tutur Roem.
Ia menambahkan, polisi juga akan menelusuri kemungkinan ada pemodal yang ikut menggerakkan produksi merkuri dan penambangan di Gunung Tembaga. Bisnis gelap memerlukan modal yang besar. Kedua tersangka tersebut hanyalah bagian kecil dari rantai bisnis tersebut. ”Merkuri ini menjadi perhatian nasional. Kami akan usut tuntas,” katanya.