Perdagangan Multilateral dan Reformasi WTO Diserukan
Indonesia bersama dengan negara-negara yang tergabung dalam kawasan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) menyerukan pentingnya perdagangan multilateral di tengah menguatnya perang dagang dan proteksionisme. Indonesia dan APEC juga menekankan perlunya penguatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Oleh
Hendriyo Widi dari Vina Del Mar, Chile
·3 menit baca
VINA DEL MAR, KOMPAS — Indonesia bersama dengan negara-negara yang tergabung dalam kawasan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) menyerukan pentingnya perdagangan multilateral di tengah menguatnya perang dagang dan proteksionisme. Indonesia dan APEC juga menekankan perlunya penguatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Hal itu mengemuka dalam pertemuan Para Menteri yang Membidangi Perdagangan (MRT) APEC 2019 di Vina Del Mar, Chile, Jumat (17/5/2019) siang waktu setempat. Chile, sebagai tuan rumah, tahun ini mengambil tema ”Connecting People, Building the Future”.
Kegiatan itu dihadiri Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang memimpin delegasi Indonesia. Enggartiasto didampingi Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo serta Direktur APEC dan Organisasi Internasional Kemendag Antonius Yudi Triantoro.
Ada dua agenda yang dibahas dalam pertemuan MRT pada hari pertama itu. Kedua agenda itu adalah memajukan dukungan APEC untuk WTO dan meningkatkan kerja sama ekonomi regional.
Enggartiasto Lukita mengatakan, di tengah perang dagang dan arus proteksionisme, negara-negara anggota APEC menekankan pentingnya reformasi dan penguatan WTO. Hampir semua negara anggota APEC prihatin dengan krisis yang sedang terjadi di WTO.
Tiga fungsi utama WTO, yaitu negosiasi, monitoring, dan penyelesaian sengketa, tidak berjalan efektif. Negara-negara APEC khawatir sistem perdagangan multilateral yang selama ini dianut WTO terkikis oleh proteksionisme dan pelemahan WTO.
”Reformasi WTO perlu dilakukan segera. Salah satunya berfokus pada penyelesaian isu prioritas, yaitu macetnya proses pemilihan anggota Badan Banding WTO yang akan berakhir pada Desember 2019,” katanya.
Tiga fungsi utama WTO, yaitu negosiasi, monitoring, dan penyelesaian sengketa, tidak berjalan efektif. Negara-negara APEC khawatir sistem perdagangan multilateral yang selama ini dianut WTO terkikis oleh proteksionisme dan pelemahan WTO.
Iman Pambagyo menambahkan, untuk meningkatkan perdagangan di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang, APEC berkomitmen memperkuat integrasi ekonomi regional di Asia Pasifik. Pembuatan Kawasan Perdagangan Bebas Asia Pasifik (FTAAP) harus berpijak pada prinsip inklusif, mengurangi kesenjangan pembangunan antarnegara, dan mengentaskan rakyat dari kemiskinan.
FTAAP perlu mengedepankan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan ekonomi, bukan semata menguntungkan pelaku-pelaku usaha. Selain itu, APEC juga perlu mengantisipasi transformasi digital yang dapat mendisrupsi sumber-sumber ekonomi lama dan tenaga kerja.
”Beberapa upaya yang dapat dilakukan, misalnya, memanfaatkan perkembangan teknologi 4.0 untuk meningkatkan ekspor usaha kecil menengah (UKM) serta peran perempuan dalam ekonomi. Dengan begitu, UKM dapat memiliki posisi kuat dalam rantai pasok global,” kata Iman.
Pertumbuhan lambat
Direktur Unit Pendukung Kebijakan APEC Denis Hew mengatakan, aktivitas perdagangan di kawasan Asia Pasifik lamban dan tertekan perang dagang. Pertumbuhan ekonomi APEC pada tahun ini diperkirakan sebesar 3,8 persen, lebih rendah dari tahun 2018 yang tumbuh sebesar 4,1 persen.
Pertumbuhan perdagangan global diperkirakan turun dari 3,7 persen pada tahun ini menjadi 2,6 persen. ”Pertumbuhan perdagangan dapat terjadi setelah ada resolusi cepat dan positif dari ketidakpastian perdagangan,” katanya.
Sementara itu, Ketua APEC 2019 dan juga Menteri Luar Negeri Chile Hon Roberto Ampuero mengemukakan, Chile berupaya membuka diri dan memperkuat kerja sama dengan negara-negara di Amerika Latin yang tergabung dalam Mercosur. Chile juga berupaya meningkatkan kerja sama ekonomi dengan negara-negara di Asia Pasifik.
”Orientasi kami adalah membangun dialog terbuka antarnegara dan regional. Di tengah kondisi saat ini, kerja sama ekonomi komprehensif sangat dibutuhkan. Tak hanya menyangkut perdagangan, tetapi juga investasi,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Ampuero, negara-negara di dunia perlu bertransformasi di tengah perkembangan teknologi digital. Perdagangan perlu dimodernisasi melalui integrasi dengan teknologi digital. Selain itu, sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru juga perlu dikembangkan.