TURIN, JUMAT – Juara Liga Italia, Juventus, Jumat (17/5/2019) mengumumkan berpisah dengan Massimiliano Allegri, pelatih yang memberikan lima trofi juara liga dan empat Piala Italia. Petinggi Juve menginginkan pelatih baru yang mampu menampilkan gaya sepak bola atraktif dan memesona di Eropa.
Keputusan bercerainya Juve dan Allegri itu diambil menyusul pertemuan empat mata pelatih itu dengan Presiden Juve, Andrea Agnelli. “Massimiliano Allegri tidak akan berada di bangku tim Juventus untuk musim 2019-2020. Pelatih dan Presiden (Juve) Agnelli akan menjelaskan ini ke media pada Sabtu ini,” bunyi siaran pers Juventus.
Seperti diduga, kegagalan Juve di Liga Champions Eropa musim ini usai disingkirkan Ajax Amsterdam pada perempat final akan berdampak pada nasib Allegri, pelatih yang memegang Juve sejak 2014. Trofi Liga Champions menjadi bidikan utama Juve musim ini, terutama setelah mendatangkan Cristiano Ronaldo dari Real Madrid.
Menurut Football-Italia, Agnelli dan jajaran petinggi Juve lainnya sebetulnya sempat ingin mempertahankan mantan pelatih AC Milan itu, meskipun gagal berkibar Eropa. Namun, mereka berubah pikiran setelah mendengar presentasi dari Allegri mengenai proyeksi musim depan Juve. Allegri, yang dua kali mengantarkan Juve ke final Liga Champions, tidak bisa meyakinkan bahwa timnya bisa menembus final Eropa musim depan.
Di sisi lain, banyak tifosi fanatik Juve yang tidak menyukai gaya bermain hati-hati dan pragmatis ala Allegri. Karakter negatif itu masih dipertahankan Juve meskipun memiliki Ronaldo, salah satu penyerang terbaik di dunia. Sependapat dengan fans, Agnelli menginginkan Juve agar tampil lebih agresif dan menyerang. Mereka pun mencari pelatih baru yang memiliki pendekatan taktik seperti itu.
Manajer Manchester City Pep Guardiola menjadi incaran utama dari Agnelli. Bukan rahasia jika Agnelli mengagumi Guardiola, pelatih yang dua kali meraih trofi Liga Champions dan selalu juara di liga-liga yang diikutinya. Juve ingin merayu manajer asal Spanyol itu mencari tantangan baru di Italia, sekaligus bernostalgia di liga tempatnya merumput sebagai pemain di Brescia dan AS Roma.
Namun, ambisi membawa Guardiola ke Italia sulit terwujud, setidaknya untuk saat ini. Guardiola menolak keras wacana kepindahannya ke Italia. “Berapa kali harus saya katakan? Saya tidak akan pergi ke Juventus. Saya tidak akan mencintai Italia. Saya puas di sini (City). Musim depan saya masih menjadi manager City,” tuturnya dalam jumpa pers di London.
Opsi lainnya adalah mendatangkan Mauricio Pochettino, manajer Tottenham Hotspur. Manajer muda kharismatik itu mulai diperhitungkan Agnelli setelah membawa Spurs ke final Liga Champions musim ini. Pochettino sangat kompatibel dengan gaya kebijakan finansial Juve. Pelatih 47 tahun itu piawai mengoptimalkan kemampuan tim di tengah minimnya anggaran belanja. Spurs kini menjadi langganan babak gugur Liga Champions.
Kepiawaiannya menangani bintang-bintang muda membuatnya sempat diincar Real Madrid dan Manchester United. Namun, kedua klub itu kini telah memiliki pelatih tetap, masing-masing Zinedine Zidane dan Ole Gunnar Solskjaer. Pochettino, yang dikenal setia, mengisyaratkan hengkang dari Spurs dan mencari tantangan baru pada akhir musim ini. ”Saya kini terbuka dengan segalanya,” ujarnya dikutip The Guardian.
Pondasi kejayaan
Alternatif lain bagi Juve adalah mendatangkan mantan pelatihnya, Antonio Conte. Pelatih yang menjadi peletak pondasi kejayaan Juve di Italia dekade ini tersebut tengah menganggur dan didekati banyak klub Italia, salah satunya Inter Milan. Hanya saja, taktik mantan pelatih Chelsea itu kurang disukai Agnelli. Hubungan keduanya juga masih dingin setelah berpisah jalan pada 2014. Ketika itu, Conte marah dengan Agnelli dan memutuskan meninggalkan Juve menyusul kabar akan dijualnya Paul Pogba.
Pilihan yang paling mudah dan mungkin bagi Juve adalah memboyong Simeone Inzgahi, pelatih yang baru saja mengantarkan Lazio juara Piala Italia. Adik kandung dari eks legenda Juve, Filippo Inzaghi, itu merupakan salah satu dari sangat sedikit pelatih asal Italia yang menyukai pakem sepak bola ofensif. Hanya saja, minimnya pengalaman terutama di kompetisi Eropa, menjadi faktor minus dari Inzaghi.
“Saya sudah menduga ini (putus kontraknya Allegri di Juve). Selalu ada saat di mana era-era fantastis dimulai dan harus berakhir,” ujar Marcello Lippi, mantan pelatih Juve.