Kasus mutilasi perempuan di Pasar Besar Malang awal pekan lalu menghebohkan warga Malang sendiri serta menjadi perhatian khalayak luas. Proses hukum biarlah terus berjalan. Namun, ada beberapa hal yang patut menjadi pelajaran untuk semua orang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kasus mutilasi perempuan di Pasar Besar Malang awal pekan lalu menghebohkan warga Malang, Jawa Timur, serta menjadi perhatian khalayak luas. Proses hukum biarlah terus berjalan. Namun, ada beberapa hal patut menjadi pelajaran untuk semua orang.
Hingga Sabtu (18/5/2019), kasus mutilasi di Pasar Besar Malang masih bergulir. Polisi masih menunggu hasil labfor untuk memastikan penyebab kematian korban. Identitas korban pun belum diketahui. Adapun Sg (49), terduga pelaku mutilasi, saat ini dirujuk ke RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang untuk menjalani terapi gangguan perilaku.
Biarlah proses hukum terus berjalan. Namun, setidaknya ada beberapa catatan pelajaran bisa dipetik dari kasus tersebut.
Referensi
Pelajaran pertama adalah bahwa dalam kasus mutilasi seorang perempuan yang ditemukan pada Selasa (14/5/2019) didapati beberapa fakta penting. Misalnya, ditemukannya kliping tulisan terduga pelaku yang dilekatkan dengan sebuah berita koran. Isi berita koran itu adalah tentang kesulitan polisi mengungkap kasus pembunuhan dan mutilasi karena pelaku menyiramkan cairan pembersih untuk menghilangkan jejak.
Di sini patut dicermati bahwa terduga pelaku menyimpan kliping koran tersebut sebagai referensi. Entah pelaku meniru pemberitaan tersebut atau tidak, terdorong oleh pemberitaan itu atau tidak, yang jelas informasi koran tersebut menjadi input bagi pelaku.
”Dalam kriminologi ada istilah news making criminology atau berita bisa menyebabkan kasus kriminal. Itu sebabnya, bagi jurnalis dan media massa, sebaiknya membuat berita yang tidak sangat detail menggambarkan proses kejahatan dilakukan. Itu bisa menjadi informasi bagi para pelaku tindak kriminalitas,” kata kriminolog Universitas Brawiajaya, Malang, Prija Djatmika.
Dalam kriminologi ada istilah news making criminology atau berita bisa menyebabkan kasus kriminal. Itu sebabnya, bagi jurnalis dan media massa, sebaiknya membuat berita yang tidak sangat detail menggambarkan proses kejahatan dilakukan. Itu bisa menjadi informasi bagi para pelaku tindak kriminalitas.
Sebagai pembawa informasi, Prija mengingatkan bahwa jurnalis harus cermat dalam menuliskan berita. Jangan sampai berita, di mana tujuannya mulia sebagai alat kontrol dan pengedukasi masyarakat, justru mengajarkan hal-hal tidak baik, bahkan tindak kriminal.
Segala aspek
Kedua, kasus tersebut mengajari bahwa tidak semua hal bisa dianggap sepele. Polisi bekerja keras mencari status kejiwaan pelaku dengan melibatkan psikolog, menurunkan tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Kepolisian Resor Malang Kota dan Kepolisian Daerah Jawa untuk Timur menemukan fakta detail di lapangan, melibatkan tim intel dan buru sergap, menggunakan unit K-9 atau anjing pelacak, dan mengumpulkan info dari masyarakat. Ini karena ada beberapa temuan lapangan berbeda dengan alibi terduga pelaku.
Pertimbangan polisi adalah untuk mengungkap apa benar terduga pelaku hanya memutilasi dan tidak membunuh sebagaimana alibinya. Atau, dia sebenarnya juga membunuh korban. Pelaku mengaku bahwa korban yang baru dikenalnya sembilan hari itu meninggal karena sakit.
Kepastian penyebab kematian korban saat ini bergantung pada hasil laboratorium forensik. Hasil itu akan menentukan pasal penjerat si pelaku. Jika pelaku ”hanya” memutilasi, ia bisa jadi tidak ditahan.
Hal lain yang dipertimbangkan adalah apa benar nantinya pelaku, yang disebut oleh kriminolog merupakan psikopat, akan dilepaskan kalau terbukti tidak membunuh? Oleh karena itu, sebaiknya ke depan perlu dipikirkan bahwa untuk kasus-kasus seperti ini, polisi bisa langsung merekomendasikan agar pelaku diterapi hingga sembuh (dan dibiayai negara) sebelum akhirnya dilepas ke masyarakat. Tentu, kita semua tidak ingin kasus serupa terjadi lagi di kemudian hari jika pelaku tidak disembuhkan dari gangguan kejiwaannya.
Kerja sama
Pelajaran ketiga adalah bahwa kerja sama semua tim di kepolisian bersama masyarakat umum, termasuk anjing pelacak, membuat terduga pelaku mutilasi langsung tertangkap sehari setelah kasus itu mencuat.
Meski tidak selalu muncul di permukaan, tim buru sergap polisi, intel, unit K-9, tim labfor, dan Inafis bukanlah aparat hukum kelas dua. Pada kasus-kasus seperti ini, perannya sungguh vital.
Sidik jari
Pelajaran keempat, tampak polisi masih sangat bergantung pada rekam sidik jari untuk mengungkap korban. Hingga kini identitas korban mutilasi belum diketahui. Ini karena jari tangan korban sangat kaku sehingga gurat sidik jarinya belum bisa diambil.
Ke depan, apa tidak mungkin dalam kasus Mrs X seperti ini negara memungkinkan tes geligi/DNA atau tes ungkap identitas lainnya, seperti kasus-kasus besar lain? Jadi, tes bukan hanya untuk kasus khusus. Misalnya, kasus di mana melibatkan orang kaya/penting, atau kecelakaan pesawat terbang. Bukankah korban Mrs X ini juga manusia, yang memiliki hak yang sama untuk segera mendapat keadilan dan penanganan selayaknya?
Peka
Adapun pelajaran kelima adalah kasus ini mengingatkan kita untuk lebih peka terhadap sekitar. Dosen psikologi Universitas Brawijaya, Cleoputri, menyebut bahwa kriminalitas disebabkan dua hal, yaitu agresi orang dan situasi (kata psikolog).
”Orang di sini bisa dilihat lebih jauh latar belakangnya, mentalitas, emosi, rekam jejak, dan sebagainya. Agresi orang dan kondisi situasi tersebut memungkinkan kasus kriminal terjadi,” katanya.
Lantai 2 dan 3 Pasar Besar Malang sudah lama ditinggalkan sejak beberapa kali terbakar. Orang mulai tidak memperhatikan lokasi tersebut hingga akhirnya diketahui terjadi mutilasi di sana.
Ke depan, warga Malang harus lebih waspada dan meminimalkan lokasi-lokasi rawan kejahatan secara mandiri. Caranya, dengan tetap mengawasi setiap tempat di sekitar kita. Kalau melihat hal mencurigakan, kita bisa melapor.
Berikutnya, jika kita mengetahui hal yang ganjil atau mendapati teman, saudara, tetangga, atau orang lain butuh mendapat penanganan khusus, misal mengalami gangguan psikologis, jangan segan-segan melapor kepada pihak terkait.
Pemerintah Kabupaten Malang memiliki prestasi dalam menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sehingga kita bisa mencari info tentang hal itu. Puskesmas Bantur merupakan pionir perawatan ODGJ. Di Lawang juga terdapat rumah sakit jiwa bagus. Tidak ada salahnya jika kita mencari informasi kepada mereka.
Mari bergerak. Sebaiknya kita tidak menunggu hingga terjadi peristiwa untuk peduli dengan sekitar.