Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan Indonesia pada Januari-April 2019 mencapai 2,564 miliar dollar AS. Defisit perdagangan periode itu menjadi yang terdalam setidaknya sejak tahun 2008.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia bisa menjaga pertumbuhan ekonomi, setelah neraca perdagangan jatuh pada titik terdalam selama satu dekade terakhir, dengan menggenjot surplus jasa perjalanan. Upaya itu bisa dilakukan antara lain dengan mengembangkan sistem pembayaran uang elektronik bagi turis asing yang berkunjung ke dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan Indonesia pada Januari-April 2019 mencapai 2,564 miliar dollar AS. Defisit perdagangan periode itu menjadi yang terdalam setidaknya sejak tahun 2008.
Sementara itu, Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan I-2019, berdasarkan data Bank Indonesia, surplus 2,4 miliar dollar AS. Angka itu antara lain didukung surplus neraca perjalanan pada neraca jasa yang mencapai 1,365 miliar dollar AS.
Surplus neraca perjalanan itu terjadi karena pengeluaran belanja turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman) di Tanah Air mencapai 3,404 miliar dollar AS. Jumlah itu lebih besar daripada pengeluaran wisatawan Nusantara di luar negeri, yakni 2,039 miliar dollar AS.
Analis Kebijakan Indonesia Services Dialogue, Muhammad Syarif Hidayatullah, berpendapat bahwa saat ini, pemerintah perlu fokus dalam mendorong ekspor jasa perjalanan dengan menarik wisman untuk datang ke Indonesia.
”Sektor pariwisata itu program percepatan untuk mendapatkan devisa dan menjaga keseimbangan neraca,” ujarnya saat dihubungi Kompas, Minggu (19/5/2019).
Seolah menjawab tantangan tersebut, pada Rabu (15/5/2019), Kementerian Pariwisata menandatangani kerja sama dengan perusahaan teknologi pembayaran global, Visa, di Jakarta.
Penandatanganan itu diwakili Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizky Handayani bersama Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia Riko Abdurrahman serta disaksikan Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Kerja sama itu dilakukan antara lain untuk mempercepat penetrasi sistem pembayaran uang elektronik di sejumlah destinasi wisata populer di Indonesia. Adapun destinasi yang menjadi target dari kerja sama itu adalah Bali, Jakarta, dan Kepulauan Riau. Tiga wilayah itu berkontribusi besar pada pendapatan devisa pariwisata Tanah Air.
Tahun 2019 ini, devisa dari sektor pariwisata diproyeksikan mencapai 17,6 miliar dollar AS dari target 20 miliar dollar AS, dengan target kunjungan 18 juta wisman. Pada 2018, devisa pariwisata 16,1 miliar dollar AS, dengan kunjungan wisman 16,4 juta orang.
Teknologi pembayaran
Kerja sama Kementerian Pariwisata dan Visa itu dinilai positif untuk meningkatkan kemudahan pembayaran jasa pariwisata oleh pelaku wisata, khususnya wisman. Syarif mengatakan, kemudahan pembayaran juga bisa menjadi salah satu pendorong datangnya wisman ke Indonesia.
”Menurut saya, itu bisa jadi contoh program percepatan yang baik,” ujarnya.
Saat ini, posisi Indonesia dalam hal kesiapan teknologi komunikasi dan informasi di Indonesia, baik untuk bisnis maupun transaksi konsumen, ada di peringkat ke-91 dari 136 negara. Kesiapan itu menjadi salah satu parameter indeks pariwisata yang dikeluarkan World Economic Forum.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, kemitraan ini dapat membuka potensi Indonesia dalam mengembangkan Digital Tourism 4.0. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan pengalaman membayar dan menciptakan perjalanan liburan yang serba mudah bagi para wisman.
”Pembayaran digital menjadi semakin terintegrasi dalam perjalanan liburan masa kini. Wisatawan menggunakan teknologi tersebut untuk membeli tiket penerbangan, memesan hotel, tur, dan belanja kuliner. Dengan menggaet Visa sebagai jaringan pembayaran digital, kami berharap dapat mendukung mobilitas wisatawan di destinasi wisata yang dikunjungi,” tuturnya.
Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia Riko Abdurrahman mengatakan, kolaborasi itu juga akan dimanfaatkan untuk mengenalkan teknologi alat pembayaran baru. Visa Indonesia akan menyediakan mesin pembayaran nirsentuh, yang belum banyak hadir di Indonesia. Menurut dia, alat itu sudah banyak diadopsi oleh negara lain, seperti Australia dan Singapura.
”Kami akan memfasilitasi para merchant lokal pilihan kami dalam menerima pembayaran kartu dan nirsentuh sehingga memudahkan para wisman dan wisatawan domestik dalam menggunakan metode pembayaran yang lebih mudah, aman, dan nyaman,” kata Riko.
Tidak sampai di situ, kerja sama juga dilakukan keduanya untuk mengampanyekan Discover Wonderful Indonesia dan secara jangka panjang untuk membantu mengembangkan usaha kecil dan menengah.