Menjaga hutan tetap lestari bisa menghasilkan keuntungan untuk masyarakat, salah satunya melalui perdagangan karbon. Konsorsium universitas di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, membuat aplikasi Kalkulator Karbon untuk membantu masyarakat menjaga hutan dan menghasilkan keuntungan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Menjaga hutan tetap lestari bisa menghasilkan keuntungan untuk masyarakat, salah satunya melalui perdagangan karbon. Konsorsium universitas di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, membuat aplikasi Kalkulator Karbon untuk membantu masyarakat menjaga hutan dan menghasilkan keuntungan.
Konsorsium universitas terdiri dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMP), Universitas Palangka Raya (UPR), dan Michigan State University dari Amerika Serikat. Ketiganya bersama program USAID Lestari Indonesia bekerja sama mendampingi masyarakat untuk menghitung karbon menggunakan kalkulator karbon.
Salah satu pendamping masyarakat, Dekan Fakultas Pertanian dan Kehutanan UMP Siti Maimunah, menjelaskan, program ini sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2018 dan berlanjut hingga sekarang. Sampai saat ini, terdapat 10 desa yang didampingi dalam penghitungan karbon. Ke-10 desa tersebut berada di dua kabupaten, yakni Katingan dan Pulang Pisau, Kalteng. Rinciannya, 4 desa di Kabupaten Katingan dan 6 desa di Kabupaten Pulang Pisau.
”Dengan kalkulator karbon, proses menghitung menjadi lebih mudah. Kalau dulu, kan, manual jadi hanya orang dengan latar belakang spesifik tertentu yang mampu menghitung kalkulasi karbon. Saat ini, semuanya bisa lewat aplikasi di komputer itu,” kata Siti Maimunah di Palangkaraya, Minggu (19/5/2019).
Siti mengungkapkan, pihaknya melakukan pendampingan kepada masyarakat agar mereka bisa mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk mengalkulasi karbon. Data tersebut, seperti jenis pohon, tinggi, dan diameternya, juga kedalaman lapisan gambut apabila karbon yang diukur berada di kawasan gambut.
Setelah data dikumpulkan, baru dimasukkan dalam kalkulator dan secara otomatis akan mendapatkan angka kandungan karbon yang dihasilkan dari kawasan yang diukur selama satu tahun atau satu bulan. Kemudian konsorsium membuatkan sertifikat karbon di kawasan tersebut. Sertifikat itu yang bisa ditawarkan kepada pihak yang membeli karbon.
”Ini kami lakukan di kawasan dengan skema perhutanan sosial, seperti hutan kemasyarakatan, hutan desa, dan hutan lainnya, sehingga ini bisa dikerjakan kelompok ataupun pribadi masyarakat,” ungkap Siti.
Rosenda Chandra Kasih, Koordinator Landscape USAID Lestari Kalteng, menjelaskan, menghitung stok karbon dilakukan juga dengan memperhatikan tajuk pohon vegetasi semak belukar yang ada di semua area pohon atau hutan yang relatif lebih baik.
”Tidak semua jenis pohon menyimpan cadangan karbon yang besar. Jadi, karbon kalkulator ini metodologi menggunakan transek untuk mengetahui kisaran tertentu di kawasan atau transek itu cadangan karbonnya bagaimana,” kata Rosenda.
Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Sri Suwanto mendukung penuh upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program perhutanan sosial. Menurut dia, hal tersebut merupakan salah satu tujuan dibentuknya perhutanan sosial.
”Saat ini, kami gencar menyosialisasikan skema perhutanan sosial ini di kabupaten-kabupaten agar mereka bisa mengajukan skema hutan di desanya,” ungkap Sri.
Ia menambahkan, dengan perhutanan sosial, masyarakat bisa memanfaatkan hasil hutan bukan kayu demi kesejahteraan mereka. Karbon merupakan satu dari berbagai pilihan.
Data Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng menunjukkan, dari target 1,5 juta hektar pada tahun 2019, baru 77.560 hektar perhutanan sosial yang sudah terealisasi. Rinciannya, hutan desa seluas 45.020 ha, hutan tanaman rakyat seluas 24.799 ha, dan hutan kemasyarakatan seluas 7.741 ha. Ada sekitar 120 izin yang sudah keluar untuk masyarakat di skema perhutanan sosial itu.
Sri menambahkan, banyaknya kawasan dengan nilai karbon tinggi merupakan bentuk dari komitmen pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca. Menurut dia, hal itu wajib dilakukan di tengah tingginya investasi di Kalteng dengan tetap menjaga keanekaragaman hayati.
”Hutannya tetap dijaga, manfaatnya bisa didapat. Ini memang harapan besar perhutanan sosial,” kata Sri.