Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama sejumlah lembaga non pemerintah mulai menggarap sistem yang disebut NTB Satu Data Kebencanaan. Selain berfungsi memastikan kevalidan data dan informasi kebencanaan, sistem yang direncanakan diluncurkan pada Agustus 2019 mendatang itu, diharapkan bisa menjadi menjadi acuan dalam perbaikan manajemen kebencanaan mulai dari mitigasi hingga penanganan pascabencana.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
LOMBOK BARAT, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama sejumlah lembaga non pemerintah mulai menggarap sistem yang disebut NTB Satu Data Kebencanaan. Selain berfungsi memastikan kevalidan data dan informasi kebencanaan, sistem yang direncanakan diluncurkan pada Agustus 2019 mendatang itu, diharapkan bisa menjadi menjadi acuan dalam perbaikan manajemen kebencanaan mulai dari mitigasi hingga penanganan pascabencana.
Lalu Atikdar Firman Hakim selaku Koordinator Program Displacement Tracking Matrix International Organization Migration (IOM), lembaga yang melakukan pendataan dan kebutuhan sektor pengungsi pascagempa Lombok sekaligus salah satu lembaga yang menginisiasi NTB Satu Data Kebencanaan dalam lokakarya di Senggigi, Lombok Barat, Minggu (19/5/2019) mengatakan, sistem itu bermula dari diskusi dengan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah.
"NTB sudah memiliki NTB Satu Data sebagai rumah dari semua data. Tetapi tidak pernah diisi sama sekali. Dari sana, muncul usulan agar memasukkan data kebencanaan sebagai salah satu sektor tematik. Menurut gubernur, kalau data kebencanaan yang begitu kacau saja bisa dirapikan di sana dan menjadi data resmi pemerintah, tentu juga bisa untuk data-data lain," kata Hakim.
Hakim mengatakan, usulan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan antar pihak terkait sehingga terbentuk konsep NTB Satu Data Kebencanaan.
"Memang belum terbentuk secara resmi, tetapi draf pembentukan kelompok kerjanyanya sudah final. Sebenarnya, ini masih awal dan masih panjang prosesnya. Tetapi kami akan intensif membahasnya sehingga tidak memakan waktu lama," kata Hakim.
Menurut Hakim, secara visualisasi, sistem tersebut sudah disiapkan oleh Dinas Komunikasi, Informarmatika, dan Statisik NTB. Hanya saja, perlu pembahasan lebih lanjut antara lain terkait apa saja data yang akan dimasukkan, siapa dan bagaimana data dikumpulkan, serta waktu pengumpulan.
NTB sudah memiliki NTB Satu Data sebagai rumah dari semua data. Tetapi tidak pernah diisi sama sekali. Dari sana, muncul usulan agar memasukkan data kebencanaan sebagai salah satu sektor tematik.
"Nantinya, NTB Satu Data Kebencanaan ini tidak hanya untuk satu jenis bencana, misalnya gempa saja. Tetapi untuk semua jenis bencana yang terjadi di NTB," kata Hakim.
Menurut Hakim, setelah semua pendukung sistem siap, proses input data bisa langsung dilakukan. Apalagi lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang terlibat sebenarnya sudah memiliki data-data dari berbagai sektor pasca gempa bumi yang melanda NTB pada September 2018 lalu.
"Kami misalnya sudah tiga kali melakukan survei di tujuh kabupaten terdampak terkait pengungsian komunal dan kebutuhannya. Selain itu, pihak lain seperti Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) juga melakukan survei mata pencaharian masyarakat di NTB pascagempa," kata Hakim.
Pembenahan manajemen
Menurut Hakim, NTB Satu Data Kebencanaan ditargetkan bisa diluncurkan pada Agustus 2019. Selain kelompok kerja, akan diluncurkan juga petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, hingga aplikasi dari sistem itu.
Jika nanti sudah ada NTB Satu Data Kebencanaan kata Hakim, maka persoalan yang selama ini terjadi bisa dihindari. Misalnya, seringkali banyak data bencana dan semuanya berbeda, karena metode pengambilan yang berbeda.
Ketika dirilis, lembaga yang mengeluarkannya menyatakan itu data dan rilis resmi. "Dengan adanya satu sumber data resmi, semua orang termasuk di dalamnya media akan memiliki data sama," kata Hakim.
Selain itu, dengan adanya data yang baik, koordinasi antara pemangku kepentingan juga semakin baik. Penanganan bencana juga bisa optimal. Menurut Konsultan UNDP yang juga turut menginisiasi NTB Satu Data Kebencanaan Nurjanah, sistem itu akan menjadi muara untuk perbaikan manajemen kebencanaan.
Nurjanah mencontohkan, dengan adanya data yang baik, persoalan seperti perencanaan atau penganggara ganda bisa dihindari.
"Seringkali, beberapa lembaga dari luar mendukung masalah tertentu dan pada saat yang sama organisasi perangkat daerah menganggarkan untuk itu. Sehingga terjadi perencanaan dan penganggaran ganda. Jadi kalau ada data yang baik, perbedaan bisa dianalisis sehingga beban daerah bisa dikurangi," kata Nurjannah.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana NTB Ahsanul Khalik mengatakan, semua pihak akan sangat berkepentingan dengan NTB Satu Data Kebencananaan.
"Kami tentu akan menjadikannya sebagai prioritas. Dalam menangani bencana mulai dari mitigasi hingga pascabencana, kami tentu harus memiliki data-data yang jelas. Dengan begitu, perencanaan kami menjadi tepat sasaran dan berfungsi di lapangan," ujarnya Ahsanul.
Berkaca dari gempa Lombok, persoalan data, menurut Ahsanul membuat kontrol terhadap proses rehabilitasi dan rekondisi yang sedang berlangsung tidak bisa dilakukan secara maksimal.
Kami tentu akan menjadikannya sebagai prioritas. Dalam menangani bencana mulai dari mitigasi hingga pascabencana, kami tentu harus memiliki data-data yang jelas. Dengan begitu, perencanaan kami menjadi tepat sasaran dan berfungsi di lapangan
"Proses rehabilitasi dan rekondisi belum satu data. Selama ini, data yang ada hanya penanganan di lapangan. Tetapi untuk kondisi real, butuh pengawasan lebih baik. Kalau sudah satu data, kita akan tahu banyak hal," kata Ahsanul.