Hari Trisuci Waisak diperingati dalam kelompok-kelompok umat di setiap wihara di Manado, Sulawesi Utara, salah satunya di Wihara Dhammadipa. Umat Buddha diajak untuk kembali mengingat teladan Buddha Gautama yang berani berkorban untuk mendapatkan kebahagiaan sejati, serta menyebarkan kebahagian bagi orang lain.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Hari Trisuci Waisak diperingati dalam kelompok-kelompok umat di setiap wihara di Manado, Sulawesi Utara, salah satunya di Wihara Dhammadipa. Umat Buddha diajak kembali mengingat teladan Buddha Gautama yang berani berkorban untuk mendapatkan kebahagiaan sejati serta menyebarkan kebahagian bagi orang lain.
Sekitar 100 umat merayakan Hari Trisuci Waisak 2563 Buddhist Era (BE) yang jatuh pada Minggu (19/5/2019) di Wihara Dhammadipa yang beraliran Theravada. Rangkaian perayaan dimulai dengan detik-detik Waisak pada pukul 05.11 Wita serta penyalaan lilin pelita untuk mengenang kerabat yang telah meninggal.
Kemudian, umat memberi derma kepada dua biku yang berkeliling di sekitar wihara dalam tradisi Pindapatta. Para umat memberikan bungkusan makan pagi serta makanan dan minuman kemasan. Sekembalinya ke wihara, makanan tersebut dinikmati bersama umat.
Rangkaian selanjutnya adalah puja bakti yang dimulai pada pukul 09.00 Wita. Ibadah ini dipimpin dua biku, Bhante Dhammavudho dan Bhante Abhasaro. Umat membawa persembahan dalam berbagai bentuk, antara lain air, buah-buahan, bunga, dan dupa. Ritual dilaksanakan dalam bahasa Pali dan bahasa Indonesia.
Demi cinta kasih Buddha kepada kita hari ini, Ia memilih dilahirkan kembali di Taman Lumbini. Kemudian, Buddha hidup sebagai pangeran kaya raya dengan kekuasaan tiga istana di daerah seluas 400 km persegi, hampir setengah luas Singapura. Tetapi, Ia mengorbankan segala miliknya untuk bisa membantu kita.
Lilin Waisak yang memiliki lima warna juga dinyalakan. Biru melambangkan pengabdian, kuning melambangkan kebijaksanaan, dan merah melambangkan cinta kasih. Adapun putih melambangkan kesucian dan jingga melambangkan semangat. Para umat juga melaksanakan Pradaksina, yaitu mengelilingi wihara sebanyak tiga kali.
Dalam khotbahnya, Bhante Dhammavudho mengatakan, pengorbanan diri Siddharta Gautama menjadi teladan untuk mewujudkan kebahagiaan semua makhluk. Ada tiga pengorbanan Buddha, yaitu meninggalkan kehidupan surgawi untuk terlahir di dunia, meninggalkan kekayaan kerajaan, serta bertapa untuk menemukan kebahagiaan dari penderitaan.
”Demi cinta kasih Buddha pada kita hari ini, Ia memilih dilahirkan kembali di Taman Lumbini. Kemudian, Buddha hidup sebagai pangeran kaya raya dengan kekuasaan tiga istana di daerah seluas 400 km persegi, hampir setengah luas Singapura. Tetapi, Ia mengorbankan segala miliknya agar bisa membantu kita,” katanya.
Buddha juga mengajarkan bahwa kehidupan tidak menjamin kebahagiaan bagi manusia. Karena itu, manusia perlu menghayati penderitaan dalam hidup dan menemukan cara mengubahnya menjadi kebahagiaan, salah satunya dengan berbagi dengan sesama. Hendaknya manusia menjadi seperti api dan air yang digunakan dalam perayaan Waisak.
”Api itu sifatnya menerangi, seperti Buddha yang datang ke dunia untuk meneranginya dari gelapnya keduniawian. Sementara air ada untuk menumbuhkan orang-orang di sekitarnya. Dengan begitu, semua makhluk akan berbahagia,” kata Bhante Dhammavudho.
Perayaan Waisak juga hendaknya menjadi contoh bagi para politisi yang sedang menunggu hasil resmi Pemilu 2019. Segala cara seakan dihalalkan, termasuk mendiskreditkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara.
”Semua kembali lagi ke pilihan politisi, bagaimana mereka mengendalikan diri. Kalau mereka mendapatkan jabatan dengan cara yang tidak baik, hal-hal yang juga tidak baik akan dia tuai, seperti ketidakbahagiaan karena batin yang tidak tenang. Sebaliknya, jika jabatan didapatkan dengan cara yang baik, hal-hal baik akan mengikuti,” katanya.
Ketaatan iman
Sementara itu, Penyelenggara Hindu dan Buddha Kantor Kementerian Agama Kota Manado Lieke Makanale mengatakan, Waisak menjadi momentum untuk menggabungkan ketaatan iman, kemuliaan akhlak, dan wawasan yang luas. Nilai-nilai universal yang diajarkan Buddha pun dapat ditiru umat agama apa pun.
”Sikap menghormati dan saling menghargai perlu terus dipupuk agar kita bisa terus hidup rukun dalam damai dan harmoni. Selain itu, kita juga perlu terus bekerja keras, bergotong royong, dan saling menolong,” kata Lieke.
Secara umum, perayaan Waisak di Manado berlangsung aman. Bahkan, tidak ada polisi yang berjaga di depan Wihara Dhammadipa. Kapolres Kota Manado Komisaris Besar Benny Bawensel mengatakan, tidak ada permintaan penjagaan dari panitia perayaan.
Semua kembali lagi ke pilihan politisi, bagaimana mereka mengendalikan diri. Kalau mereka mendapatkan jabatan dengan cara yang tidak baik, hal-hal yang juga tidak baik akan dia tuai, seperti ketidakbahagiaan karena batin yang tidak tenang. Sebaliknya, jika jabatan didapatkan dengan cara yang baik, hal-hal baik akan mengikuti
Dari tahun ke tahun, perayaan hari besar keagamaan tergolong aman. ”Tetapi, kita tidak bisa remehkan ancaman-ancaman yang mungkin saja muncul. Jadi, kami terus siaga melalui polsek-polsek terdekat dengan wihara,” kata Benny.