KPU yakin rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019 selesai dalam tenggat. Terkait itu, masyarakat sipil meminta para pihak menggunakan jalur konstitusi menyikapi hasil pemilu.
JAKARTA, KOMPAS Pelaksanaan Pemilu 2019 merupakan perwujudan demokrasi dan puncak ekspresi kedaulatan rakyat yang diatur oleh konstitusi. Oleh karena itu, setiap keberatan terhadap pelaksanaan dan tahapan pemilu sebaiknya disalurkan melalui jalur yang telah disediakan oleh konstitusi.
Seruan itu muncul dari kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan untuk Pemilu Damai dan Konstitusional. Mereka mengingatkan semua pihak untuk menjaga suasana tetap kondusif setelah pemilu. Semua peserta pemilu diajak mengutamakan mekanisme hukum dalam menyikapi hasil pemilu. Jika ada keberatan atas hasil pemilu, sepatutnya mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menyertakan bukti.
Semua pihak agar menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi, menghargai konstitusi, menciptakan suasana kondusif menjelang dan setelah penetapan hasil pemilu dengan tidak melakukan provokasi, ancaman kekerasan, dan seruan yang mengarah pada tindakan-tindakan yang inkonstitusional,” kata Hadar N Gumay, pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Minggu (19/5/2019), di Jakarta, dalam pernyataan sikap masyarakat sipil.
Selain Netgrit, pernyataan sikap itu didukung elemen masyarakat sipil lain, seperti Kemitraan, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Komite Independen Pemantau Pemilu, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, serta Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif.
Seusai buka puasa bersama Partai Golkar di Jakarta, Presiden Joko Widodo mengingatkan semua pihak agar mengikuti mekanisme hukum sesuai yang diatur dalam konstitusi jika tidak puas dengan hasil pemilu.
Mekanisme mengajukan perselisihan hasil pemilu ke MK sudah diatur UU Pemilu, yang sebelumnya sudah disepakati semua partai politik, baik pendukung Joko Widodo-Ma’ ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Karena itu, seharusnya mekanisme itu bisa diterima oleh semua pihak.
”Jangan aneh-aneh. Seharusnya mekanisme konstitusional diikuti. Kita membuat fondasi dalam berdemokrasi dan itu harus diikuti,” katanya.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, partainya menolak adanya aksi jalanan dalam menyikapi hasil pemilu. Ia mendorong agar pihak yang tidak puas dengan hasil pemilu dapat menggugat ke MK.
Menjelang penetapan hasil Pemilu 2019 yang sesuai jadwal dilakukan paling lambat 22 Mei, usaha mendekatkan pendukung kedua kubu calon presiden dan calon wakil presiden perlu terus dilakukan. Hal ini penting dilakukan agar tak terjadi pembelahan yang makin parah di masyarakat.
Saat memberi tausiah kebangsaan dalam acara deklarasi Merajut Persatuan, Memperkokoh Demokrasi Konstitusional, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mendorong agar semua pihak menggunakan pendekatan persuasif, serta menghindari tindakan dan ucapan yang merendahkan.
Rekapitulasi berlanjut
Pada Sabtu, KPU menyelesaikan rekapitulasi perolehan suara nasional di DKI Jakarta dan Papua Barat. Sementara itu, hingga Minggu malam, KPU menyelesaikan rekapitulasi Sulawesi Selatan dan masih merekapitulasi perolehan suara hasil pemungutan suara ulang metode pos dari Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan begitu, masih tersisa rekapitulasi di empat provinsi lagi, yakni Riau, Sumatera Utara, Maluku, dan Papua.
Anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan, KPU berupaya menyelesaikan rekapitulasi sesuai jadwal. Adapun sesuai aturan, KPU punya waktu hingga 22 Mei untuk menetapkan hasil perolehan suara Pemilu 2019.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, setelah penetapan hasil pemilu, ada kesempatan 3× x 24 jam bagi peserta pemilu mengajukan sengketa ke MK. Jika tidak ada gugatan, dalam waktu tiga hari setelah itu KPU bisa menetapkan perolehan kursi dan calon terpilih.
”Jika ternyata ada sengketa hasil pemilu, penetapan perolehan kursi dan calon terpilih tersebut menunggu proses hukum itu selesai,” katanya.(REK/AGE/EGI/SAH/FRN/SPW)