JAKARTA, KOMPAS – Industri asuransi jiwa di Indonesia berpotensi tumbuh lebih baik pada semester kedua 2019. Namun, perusahaan-perusahaan asuransi jiwa masih menantikan stabilitas politik dan keamanan usai pengumuman hasil pemilihan umum pada Rabu (22/5/2019).
Komisi Pemilihan Umum akan menetapkan pemenang antara calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo - KH Maaruf Amin serta Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, pada Rabu nanti.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, penetapan pemenang Pemilu sangat penting bagi industri asuransi. Momen itu dapat menjadi titik balik perusahaan asuransi yang kurang bertumbuh sejak awal 2019.
"Pada semester pertama, pasar masih menahan diri. Mereka mengambil posisi wait and see dalam investasi dan asuransi," ucap Irvan saat dihubungi Senin (20/5/2019) dari Jakarta.
Namun, hasil dari penetapan pemenanga tersebut harus mampu menciptakan stabilitas keamanan. Adapun selama ini investor dan pasar masih menahan diri karena potensi gangguan keamaan akibat Pemilu.
Irvan meyakini pertumbuhan asuransi paruh kedua 2019 lebih baik dari semester pertama. Namun, pertumbuhan itu tidak akan lebih baik dari 2018 yang berkisar 25 persen untuk asuransi jiwa.
Menurut Irvan, pertumbuhan signifikan akan terjadi setelah pelantikan Presiden pada Oktober 2019 dan pembentukan kabinet baru. Dengan dua momen itu, dunia bisnis memiliki gambaran tentang prospek dan arah kebijakan pemerintah.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebuTkan, pendapatan premi asuransi jiwa menurun pada kuartal I 2019 menjadi Rp 44,28 triliun. Pendapatan itu turun 10,62 persen dari tahun sebelumnya Rp 49,54 triliun.
Hal senada diucapkan Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu. Menurut dia, pertumbuhan industri asuransi bergantung pada stabilitas politik dan keamanan jelang penetapan pada 22 Mei nanti.
"Kami sangat berharap hadirnya stabilitas politik dan keamanan. Bisnis bisa kembali berjalan dan bertumbuh jika semua pihak mampu menghormati keputusan penyelenggara Pemilu," pungkas Togar.
Togar menambahkan, biasanya kegiatan Pemilu atau Pemilihan Kepala Daerah mendorong sektor riil yang membuat pertumbuhan ekonomi lebih baik. Hal ini biasanya akan berpengaruh positif kepada industri asuransi.
Namun, pengaruh itu tidak terjadi pada Pemilu kali ini. "Mungkin penyebabnya karena faktor perang dagang Amerika Serikat dengan China dan melebarnya defisit neraca dagang," tambahnya.
Direktur Pemasaran dan Bisnis Asuransi Syariah BRI Life Anik Hidayati menuturkan, ketidakpastian situasi politik dan stabilitas keamanan menjadi salah satu penyebab kurang maksimalnya kinerja BRI Life pada sementer pertama.
Sampai April 2019, pendapatan premi BRI Life baru sekitar 23 persen dari target tahunan Rp 8,4 triliun. "Situasi makro pastinya akan berpengaruh kepada kinerja perusahaan. Karena sebagai institusi keuangan akan bergatung pada pergerakan instrumen finansial," kata Anik.
Meskipun begitu, BRI Life optimistis menghadapi semester kedua 2019. Mereka baru saja mengeluarkan dua produk asuransi terbaru, Davestera Optima Syariah dan Davespro, pada Jumat (17/5/2019).
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Manulife Indonesia Jonathan Hekster mengatakan, pertumbuhan 2019 belum tentu lebih bagus dari tahun sebelumnya. Dia tidak memungkiri ada pengaruh dari Pemilu.
Manulife berkembang pesat pada 2018. Mereka mencatatkan laba bersih tahun 2018 sebesar Rp 2,6 triliun. Nilai ini tumbuh 170 persen dari tahun sebelumnya. Pendapatan premi juga tumbuh 4 persen menjadi Rp 9,2 triliun.
"Setelah 22 mei kita bisa mulai mengakselerasi penjualan lagi. Karena pasar sudah siap untuk mengeluarkan dana lagi. Kami berharap stabilitas keamanan bisa terjaga," ucap Jonathan. .