Badan Pengawas Pemilihan Umum memutuskan menolak laporan terkait dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan massif. Laporan itu ditolak karena bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat dan tidak dapat dibuktikan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu memutuskan menolak laporan terkait dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif. Laporan itu ditolak karena bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat dan tidak dapat dibuktikan.
Putusan tersebut disampaikan Ketua Bawaslu Abhan yang juga menjadi ketua majelis hakim dalam sidang perkara dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (20/5/2019). ”Dengan ini menetapkan, laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu terstruktur, sistematis, dan masif tidak dapat diterima,” ujar Abhan.
Sidang dihadiri anggota majelis yang juga anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, Mochammad Afifuddin, dan Ratna Dewi Petalolo, serta perwakilan pelapor dari Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Djoko Santoso dan Sekretaris BPN Hanafi Rais. Sementara dari pihak terlapor, yaitu pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin, tidak hadir dalam sidang tersebut.
Dalam putusannya, Bawaslu menyatakan bahwa laporan itu ditolak karena bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat dan tidak dapat dibuktikan. Sebab, BPN Prabowo-Sandi hanya menunjukkan bukti berupa 73 salinan cetak (print out) berita daring dan dua status laporan penanganan pelanggaran pemilu dari kasus di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Ratna Dewi mengatakan, bukti berita daring yang disertakan BPN Prabowo-Sandi ini tidak bisa berdiri sendiri dan harus didukung alat bukti lain. Alat bukti itu bisa berupa dokumen, surat, ataupun video yang menunjukkan adanya perbuatan pelanggaran pemilu yang dilakukan aparat pemerintah ataupun penyelenggara pemilu.
”Tidak adanya bukti yang menunjukkan adanya perbuatan sistematis yang dilakukan terlapor membuat laporan pelapor tidak memenuhi persyaratan bukti,” katanya.
Keputusan ini diambil, tambah Ratna, mengacu pada ketentuan Pasal 25 Ayat 8 Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum.
Ketentuan itu menyatakan, laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu terstruktur, sistematis, dan masif harus disertai minimal dua alat bukti yang menunjukkan adanya pelanggaran pemilu di sedikitnya 50 persen dari total provinsi di Indonesia.
Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandi melaporkan kepada Bawaslu terkait dugaan kecurangan Pemilu 2019 yang terstruktur, sistematis, dan masif. Mereka menilai, kecurangan tersebut dilakukan oleh aparat pemerintah dan penyelenggara pemilu.