JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) merencanakan pengeboran 24 sumur eksplorasi tahun ini. Seluruh sumur tersebut ada di wilayah kerja yang dikelola Pertamina di dalam negeri.
Ke-24 sumur eksplorasi tersebut merupakan bagian dari 98 proyek hulu migas yang dikerjakan Pertamina melalui anak usahanya. Anak usaha Pertamina di sektor hulu adalah PT Pertamina EP (47 proyek), PT Pertamina Hulu Energi (29 proyek), PT Pertamina EP Cepu (2 proyek), PT Pertamina Hulu Indonesia (19 proyek), dan PT Pertamina EP Cepu ADK (1 proyek). Investasi 98 proyek itu senilai 1,9 miliar dollar AS atau setara Rp 27,5 triliun.
”Hingga April 2019, kami sudah mengebor lima sumur eksplorasi dan 72 sumur eksploitasi. Dari kelima sumur eksplorasi itu, tiga sumur terkonfirmasi ada cadangan migasnya, satu sumur sedang dievaluasi, dan satu lagi dipastikan tak ada cadangan migas,” kata Direktur Hulu Dharmawan H Samsu dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dharmawan mengakui, pihaknya belum dapat menemukan sumur baru dengan cadangan berskala raksasa. Kriteria cadangan baru berskala raksasa jika sumur itu memiliki cadangan terbukti sedikitnya 500 juta barel setara minyak. Tak hanya di wilayah kerja baru, potensi penemuan cadangan juga dapat dilakukan di wilayah kerja yang ada.
”Kami tetap akan agresif mencari sumber cadangan baru, tetapi tetap penuh perhitungan. Sebab, eksplorasi adalah kegiatan berisiko tinggi dan jarang dikerjakan sendiri atau satu perusahaan saja. Kebanyakan bermitra dengan perusahaan lain,” ujarnya.
Menurut Dharmawan, Pertamina menganggarkan dana eksplorasi 200 juta dollar AS atau setara Rp 2,9 triliun. Dana itu dianggarkan untuk kegiatan eksplorasi sampai dengan lima tahun mendatang. Tahun ini, 32 juta dollar AS atau Rp 462 miliar digelontorkan untuk survei 2 dimensi di kawasan Indonesia bagian timur seluas 32.000 kilometer persegi.
Presiden Direktur PT Pertamina EP Nanang Abdul Manaf menambahkan, masa pengurasan minyak fase pertama sudah lewat. Menurut dia, pengurasan minyak saat ini sudah memasuki fase kedua, yaitu dengan penyuntikan bahan kimia dan penyemprotan air. Sebab, usia sumur-sumur minyak yang dikelola Pertamina berusia tua atau sekitar 50 tahun.
”Kami sedang menerapkan penyuntikan polimer pada sumur-sumur tertentu untuk mengangkat minyak ke atas. Tampaknya cukup prospektif. Kalau sukses, kami akan terapkan secara penuh pada semua sumur,” ujar Nanang.
Bergantung impor
Pertamina didesak sejumlah kalangan untuk menemukan sumber cadangan migas baru berskala besar di Indonesia. Produksi minyak di Indonesia masih setengah dari konsumsi nasional yang mencapai 1,5 juta-1,6 juta barel per hari. Indonesia masih bergantung pada impor untuk menutup kekurangan pasokan tersebut.
Data dari Pertamina menyebutkan, produksi minyak sejauh ini 237.000 barel per hari dan produksi gas bumi sebanyak 2.736 juta standar kaki kubik per hari. Pertamina juga membeli minyak mentah yang menjadi bagian kontraktor kontrak kerja sama di Indonesia, salah satunya dari PT Chevron Pasific Indonesia. Berdasarkan perjanjian, Pertamina membeli minyak mentah produksi Blok Rokan di Riau yang dikelola Chevron sebanyak 2,5 juta barel setiap bulan. (APO)