PKL dan Pejalan Kaki Berebut Ruang
Okupasi pedagang kaki lima di trotoar Jakarta kian mengkhawatirkan. Keamanan dan kenyamanan para pejalan kaki tergerus lantaran mereka harus berjalan di jalan raya. Penataan PKL mendesak.
Okupasi pedagang kaki lima di trotoar Jakarta kian mengkhawatirkan. Keamanan dan kenyamanan para pejalan kaki tergerus lantaran mereka harus berjalan di jalan raya. Penataan PKL mendesak.
JAKARTA, KOMPAS — Trotoar yang seharusnya digunakan pejalan kaki terus diokupasi pedagang kaki lima. Di sekitar Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, trotoar bersalin rupa menjadi lapak pedagang. Akibatnya, pejalan kaki tak punya pilihan selain melintas di badan jalan.
Sabtu (18/5/2019) siang, trotoar di sekitar Pasar Jatinegara hingga depan Stasiun Jatinegara arah Kota Bekasi dipadati pedagang kaki lima (PKL). Trotoar selebar sekitar 3 meter itu nyaris tak terlihat karena disesaki lapak pedagang. Gerobak kuliner, aneka jenis hewan, aksesori, pakaian, dan barang antik berjejer hingga ratusan meter di trotoar.
Pejalan kaki pun kebingungan saat melintas di sekitar Pasar Jatinegara. Mereka tak punya pilihan selain menyelinap di antara kendaraan yang terjebak macet di badan Jalan Raya Bekasi Timur. Belum lagi deretan kendaraan parkir liar di sana. Kondisi ini membahayakan nyawa pejalan kaki.
”Saya terpaksa lewat jalan raya. Kalau tidak nyerobot, mau jalan di mana. Trotoar penuh dengan orang jualan. Kalau terinjak, nanti saya yang salah,” kata Zalyatun (26), pejalan kaki yang ditemui di sekitar Stasiun Jatinegara, Sabtu siang.
Hal itu dilakukan Zalyatun hampir setiap hari selama dua tahun terakhir. Pasalnya, jalan itu merupakan akses satu-satunya dari Stasiun Jatinegara menuju supermarket di Pasar Jatinegara, tempatnya bekerja.
Jarak stasiun dengan tempat kerja Zalyatun sebenarnya hanya 500 meter. Sayangnya, trotoar di sana tidak aman dan tak nyaman bagi pejalan kaki. ”Trotoar tidak pernah sepi, kecuali ada penertiban. Tetapi tidak lama (sepinya), karena petugas bubar, mereka (pedagang-pembeli) balik lagi.”
Amiruddin (45), PKL yang berjualan pakaian di trotoar dekat Pasar Hewan Jatinegara, mengatakan tak punya pilihan karena tidak mendapatkan lapak dagang di area Pasar Jatinegara. Selain itu, pembeli cenderung memilih berbelanja di sekitar tepi Jalan Raya Bekasi Timur. ”Orang yang melintas saja sudah malas karena macet, apalagi harus antre masuk ke pasar. Jadi, wajar mereka lebih suka belanja di sini,” kata lelaki asal Lampung itu.
Selama berjualan di sana, dia sudah hafal jam penertiban yang dilakukan petugas Satpol PP Jakarta Timur, yakni sekitar pukul 09.00 dan 16.00. ”Tidak lama, paling sejam mereka ada di lokasi. Kalau sudah pergi, kami balik lagi,” katanya.
Selain mengokupasi trotoar, ada juga PKL musiman yang menduduki dua jembatan penyeberangan orang (JPO) di sekitar Pasar Jatinegara. Rata-rata mereka adalah pedagang musiman yang menjajakan aksesori Lebaran.
JPO selebar sekitar 2 meter itu dikuasai PKL lebih dari setengah bagian. Akibatnya, pejalan kaki harus mengantre untuk menyeberang.
Julia (37), pedagang aksesori di JPO Pasar Jatinegara, mengatakan, mereka tidak mendapatkan tempat berdagang di di pasar dan trotoar.
Dia mengatakan baru dua minggu berdagang aksesori dalam rangka mencari tambahan rezeki untuk hari raya. ”Kalau jualan di bawah (trotoar) diusir sama pedagang lama. Makanya, jualan di sini. Lebih gampang juga untuk pindah-pindah, tergantung pembeli ramainya di mana,” ucapnya.
Tergiur keuntungan
Okupasi trotoar juga terlihat di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tepatnya di depan Stasiun Pasar Minggu, kemarin.
Afrizal (40), pedagang minuman kemasan, mengatakan terbiasa kucing-kucingan dengan petugas. ”Saya pasang roda di gerobak. Jadi, kalau ada petugas, lebih gampang untuk menghindar,” ucap lelaki yang berjualan di sana selama 20 tahun itu.
Walaupun sering dikejar petugas, Afrizal memilih bertahan lantaran setiap hari ia mendapatkan keuntungan minimal Rp 100.000 dari berjualan di tempat itu.
Ius Nailiu (27), pejalan kaki yang hampir setiap hari melintas di trotoar sekitar Stasiun Pasar Minggu, mengeluhkan PKL yang menyulitkan pejalan kaki. ”Kalau hari Minggu sepi, tetapi kalau hari biasa, jalan ini (Jalan Raya Pasar Minggu) padat sekali,” ucapnya.
Di sisi lain, Ius menyatakan terbantu dengan keberadaan PKL. Sebab, dia bisa membeli air minum atau makanan dengan cepat, mudah, dan murah. Menurut dia, PKL perlu ditata.
Suqiyah (54), pedagang pakaian perempuan di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyarankan pemerintah mendata pedagang yang berjualan di trotoar agar efektif dalam menerapkan peraturan.
”Orang di sini (trotoar) rebutan. Dapat sepetak, dua petak, sudah syukur. Data lagi agar gampang diatur dan tidak semrawut,” ujarnya.
Sama halnya dengan Deri Jambak (33), yang juga berjualan di kawasan yang sama dengan Sugiyah. Pedagang asal Pariaman, Sumatera Barat, ini sudah lelah saban hari kucing-kucingan dengan petugas ketertiban. ”Kehabisan ide untuk saran ke pemerintah. Ikut saja yang mau dilakukan pemerintah. Harapannya, ya, pedagang terakomodasi.”
Pedagang lain, Muklis (50), menambahkan, penataan dan pembagian petak harus adil dan cermat. Menurut dia, kebanyakan pedagang di trotoar tak kebagian tempat di jembatan penyeberangan multiguna Tanah Abang. ”Berbondong-bondong daftar, tetapi banyak yang tidak dapat,” ujarnya.
Petakan trotoar
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho, Kamis, mengatakan, pihaknya masih memetakan trotoar yang diperbolehkan untuk PKL. Dia menyebut, penataan PKL kelak akan disinkronkan dengan penataan trotoar.
”Jadi, kami nanti akan buat kluster-kluster. Trotoar mana yang boleh dipakai dan mana yang tidak. Jadi, kami tetap akan atur agar tidak semrawut. Jangan sampai trotoar sudah dibagusin, tetapi PKL malah merebut hak pejalan kaki,” tutur Hari.
Dalam aturan itu, Hari menyebutkan, ada syarat khusus terkait trotoar mana yang diperbolehkan untuk PKL, seperti trotoar dengan lebar lebih dari 1,5 meter. Kemudian, ada pula klasifikasi khusus bagi PKL yang akan berjualan di trotoar.
”Jadi, tidak semua PKL asal bisa di trotoar dan tak semua trotoar juga bisa asal dipakai PKL,” ucapnya.
Sanksi terhadap PKL yang melanggar juga akan diatur. ”Kalau melanggar, ya, harus kami tertibkan. Mudah-mudahan secepatnya aturan ini selesai,” katanya.
Sementara perwakilan Asosiasi PKL Indonesia Jakarta, Hoiza Siregar, menuturkan, asosiasi mendukung upaya pemerintah daerah menata PKL agar lebih tertib. ”Ditentukan penataannya, tidak perlu basa-basi. PKL kalau dibina dengan baik bisa lebih produktif.”
Baca juga: Penataan PKL Dinantikan