Polisi akhirnya menetapkan SS (49), terduga pemutilasi seorang perempuan di Pasar Besar Malang sebagai tersangka pembunuhan. SS diketahui tidak hanya memutilasi jasad korban, namun dia juga terbukti membunuhnya. SS terancam hukuman 15 tahun penjara.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS – Polisi akhirnya menetapkan SS (49), terduga pemutilasi seorang perempuan di Pasar Besar Malang sebagai tersangka pembunuhan. SS diketahui tidak hanya memutilasi jasad korban, tetapi juga terbukti membunuhnya. SS diancam hukuman 15 tahun penjara.
Hal itu diungkapkan Kepala Kepolisian Resor Malang Kota Ajun Komisaris Besar Asfuri dalam siaran pers ungkap kasus mutilasi Pasar Besar Malang, Senin (20/05/2019).
“Hasil penyidikan membuktikan bahwa tersangka SS membunuh korban menggunakan gunting yang digunakan sebagai pisau,” kata Asfuri.
Asfuri mengatakan, pelaku membunuh korban karena merasa sakit hati korban menolak diajak berhubungan badan. Pelaku sempat melakukan oral seks.
Hasil penyidikan membuktikan bahwa tersangka SS membunuh korban menggunakan gunting yang digunakan sebagai pisau.
Selain itu, penetapan tersangka SS sebagai pembunuh juga berdasarkan hasil laboratorium foresik (labfor). Yaitu, ada kesan semburan darah pada kaos atau pakaian pelaku.
Bukti memberatkan pelaku lain adalah ditemukannya genangan darah cukup banyak di tempat kejadian. “Berdasarkan keterangan dokter otopsi, secara teori medis, bila ditemukan genangan darah cukup banyak di TKP, bisa disimpulkan pada saat digorok, korban masih dalam kondisi hidup,” kata Asfuri.
Selain bukti di lapangan, Polres Malang Kota juga melibatkan psikolog dalam mengungkap kasus tersebut. Dari keterangan ahli psikologi, terungkap bahwa pelaku bisa menceritakan proses awal kejadian dengan detil.
Hal itu disimpulkan bahwa pelaku mendesain cerita itu sedemikian rupa untuk meyakinkan orang-orang yang bertanya tentang kejadian itu.
Hasil tes psikologi juga menyebut pelaku memahami efek atau risiko dari perilakunya itu, serta pelaku dalam kondisi sadar, normal, dan tidak mengalami gangguan schizophrenia (gangguan jiwa) saat beraksi.
“Oleh karena bukti-bukti itu, maka tersangka kami jerat dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara,” kata Asfuri.
Tak berdaya
Kasus itu bermula saat Selasa (07/05/2019), korban bertemu dengan SS di Jalan RE Martadinata Kota Malang. Saat itu korban meminta uang pada SS. Oleh karena SS tidak punya uang, maka SS hanya memberi korban makan.
Di lokasi itu, SS dan pelaku sempat bermesraan. Mereka kemudian pindah ke lantai 2 pasar besar, tempat di mana SS biasanya beristirahat.
Di sana, SS hendak melanjutkan niatnya berhubungan badan dengan korban. Namun, tidak terwujud karena tersangka gagal ereksi dan korban mengaku sakit. SS kemudian melakukan seks oral.
Hal itu dilakukan cukup lama dan membuat korban tak berdaya. Pada saat korban tak berdaya itu, SS menato kaki korban dengan namanya dan tulisan lain. Hal itu diakui pelaku karena keduanya sudah saling mencintai.
Oleh karena darah terus mengucur dari organ vital korban, pelaku akhirnya menutupi dengan lakban dan memasukkan kain ke anus korban. Harapannya, pendarahan berhenti.
Rabu (08/05/2019) sekitar pukul 01.30 WIB, SS membunuh korban menggunakan gunting. Lalu, menyembunyikan tubuh korban (tanpa kepala) di toilet. Oleh karena toilet terlalu sempit, SS memotong tangan dan kaki korban.
Pelaku tidak membawa jasad korban pergi dari lokasi untuk menyembunyikan perbuatannya. Kawasan di sekitar pasar besar selalu ramai.
Meski pelaku mutilasi sudah terungkap, hingga kini polisi masih belum bisa mengenali identitas korban. Selain menyebar sketsa wajah, polisi juga masih melakukan tes DNA pada korban.