Cermati Kemampuan Bayar
JAKARTA, KOMPAS
Utang luar negeri Indonesia per akhir Maret 2019 sebesar 387,592 miliar dollar AS. Jumlah ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral 190,465 miliar dollar AS serta utang swasta 197,127 miliar dollar AS.
Dengan nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Senin (20/5/2019), yang sebesar Rp 14.478 per dollar AS, maka utang luar negeri itu setara Rp 5.611 triliun.
Berdasarkan data Bank Indonesia, utang swasta meningkat 3,181 miliar dollar AS dalam sebulan. Sebaliknya, utang pemerintah turun 3,358 miliar dollar AS dalam sebulan.
Meski demikian, secara keseluruhan, rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) triwulan I-2019 sebesar 36,88 persen. Rasio ini lebih tinggi daripada triwulan I-2018, yakni 34,81 persen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah Redjalam mengingatkan, penurunan kinerja ekspor bisa memengaruhi kemampuan swasta membayar utang luar negeri. Sebab, swasta tidak memiliki banyak alternatif sumber dana untuk membayar pokok dan bunga utang.
“Beban utang menjadi berat bagi sektor swasta ketika sumber penerimaan valas untuk membayar utang berkurang,” kata Piter.
Menurut Piter, pemerintah dan BI mesti mewaspadai pertumbuhan utang luar negeri swasta di tengah kinerja ekspor yang lesu.
Di sisi lain, lanjut Piter, kondisi utang luar negeri pemerintah relatif aman karena hanya tumbuh 3,6 persen secara tahunan. Ketersediaan valuta asing untuk membiayai utang luar negeri pemerintah juga tidak hanya dari ekspor, berbeda dengan swasta.
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah secara konsisten mengelola dan menjaga pertumbuhan utang.
Produktif
Secara terpisah di Bandung, akhir pekan lalu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menyampaikan, sejauh ini utang swasta dalam kondisi aman. Ada sejumlah mekanisme yang digunakan BI untuk menjaga utang swasta sesuai kemampuan korporasi, antara lain dengan aturan lindung nilai.
"Kalau untuk utang pemerintah, sepanjang utang itu oroduktif, tidak banyak terbuang, misalnya untuk infrastruktur yang hasilnya ada, maka tidak mengkhawatirkan," katanya.
Onny menambahkan, utang luar negeri pada kisaran 36 persen masih dalam level aman.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Presiden Komisaris PT Adaro Energy Tbk, Teddy P Rachmat, mengatakan, utang swasta merupakan tanggung jawab swasta.
Ia menekankan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka ekspor dan investasi mesti ditingkatkan.
"Untuk mengundang investor masuk, Indonesia harus seramah mungkin bagi investor," kata Teddy.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menekankan, investasi yang bernilai tambah, padat modal, dan mampu mengurangi bahan baku impor dengan substitusi impor perlu terus ditingkatkan.
Investasi bernilai tambah dan padat modal, lanjut Hariyadi, diperlukan agar penyerapan tenaga kerja lebih banyak. Dengan cara itu, terjadi distribusi pendapatan yang akan berdampak terhadap perekonomian nasional.
Tren investasi yang masuk selama ini lebih banyak investasi padat modal sehingga kurang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. (KRN/FER/IDR)