BOGOTA, SELASA - Wikileaks menilai penyitaan barang milik Julian Assange, pendiri situs Wikileaks, dari Kedutaan Ekuador melanggar prinsip dasar pemberian suaka. Selain itu, aksi tersebut melanggar hak pembelaan diri Assange.
Pada Senin (20/5/2019), pihak otoritas peradilan dari Ekuador yang bertindak atas permintaan Kejaksaan Amerika Serikat (AS) membawa keluar inventaris seluruh barang dan peralatan elektronik milik Assange dari Kedutaan Ekuador di London. Assange tidak diundang dalam kegiatan tersebut.
Dalam pernyataan Wikileaks, barang-barang Assange, seperti naskah, catatan medis, dan peralatan elektronik akan diserahkan kepada jaksa penuntut AS. Adapun pihak otoritas mengatakan akan menyerahkan barang-barang yang tidak diberikan kepada penyidik AS dan Ekuador kepada pengacara Assange.
“(Kejadian ini) memalukan,” kata Pemimpin Redaksi Wikileaks, Kristinn Hrafnsson, Selasa (21/5/2019), yang kemudian mengklaim ia tidak memeroleh daftar inventaris lengkap dari peralatan elektronik milik Assange.
Menurut Hrafnsson, tindakan otoritas peradilan Ekuador melanggar prinsip dasar pemberian suaka. Ekuador juta telah melanggar hak Assange untuk menyiapkan pembelaan dirinya.
Ia melanjutkan, dalam kunjungannya ke penjara, Assange mengatakan telah menghapus data komputer dan perangkat keras berisi materi yang dinilai membahayakan. Ia juga telah menghapus rencana peluncuran informasi rahasia yang akan datang sekaligus jaringan komunikasi internal dengan para kolaborator Wikileaks.
Hal itu Assange lakukan karena ia telah memperkirakan perlindungan suaka baginya akan dicabut oleh Ekuador beberapa minggu sebelum kejadian. Perkiraan itu muncul karena hubungannya dengan Presiden Ekuador Lenin Moreno memburuk.
“Jika ada hal apapun yang muncul, saya bisa pastikan bahwa itu telah disabotase. Assange bukan pemula di bidang keamanan informasi. Kami telah memperkirakan ini akan terjadi dan perlindungan telah dipersiapkan dalam waktu yang lama,” ucap Hrafnsson.
Assange, yang sorotan dunia karena membocorkan berbagai dokumen rahasia negara-negara, ditangkap di Kedutaan Ekuador di London pada 11 April 2019. Assange tinggal selama tujuh tahun terakhir di situ setelah menerima perlindungan suaka.
Penangkapan Assange terjadi setelah Ekuador secara tiba-tiba mencabut suaka baginya atas tuduhan berkolaborasi dengan saingan politik Presiden Ekuador Lenin Moreno. Saat ini, Assange sedang menjalani masa hukuman 50 minggu di sebuah penjara di London karena tidak memberikan jaminan. AS dan Swedia sementara berupaya agar ia diekstradisi ke masing-masing negara.
“Ekuador memberikan Assange suaka karena ada ancaman ekstradisi ke AS. Sekarang, negara yang sama, di bawah pemerintahan yang baru, secara aktif berkolaborasi dengan AS untuk mengekstradisi Assange dari Inggris,” kata Hrafnsson.
Kelanjutan kasus
Pengadilan Uppsala di Swedia menyatakan pemeriksaan permintaan penahanan Assange atas kasus perkosaan akan diadakan pada 3 Juni 2019. Pemeriksaan itu akan menentukan apakah Swedia akan menerbitkan perintah penahanan Assange atas tuduhan perkosaan.
Swedia kembali membuka investigasi dugaan kasus perkosaan oleh Assange, pekan lalu. Investigasi sebelumnya telah dilakukan pada 2010, tetapi dicabut pada 2017.
Wakil Kepala Jaksa Penuntut Eva-Marie Persson mengatakan, ia akan mengeluarkan perintah penangkapan yang berlaku di seluruh negara Eropa (EAW) untuk Assange bila pengadilan mengabulkan permintaan penahanan. Jika dikabulkan, Assange dapat diekstradisi dari Inggris ke Swedia.
Pada saat yang bersamaan, AS turut berupaya agar Assange diekstradisi ke AS atas tuduhan konspirasi karena membocorkan data rahasia. Hakim Inggris memberikan batas waktu kepada AS untuk mengajukan kasus atas Assange hingga 12 Juni 2019. (AP/AFP)