Masa Depan Pahu, Badak Sumatera di Kalimantan, Masih Abu-Abu
Pemerintah belum menentukan cara pengembangbiakan pahu, badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) betina yang ditemukan di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, enam bulan lalu. Jika pencarian badak jantan belum menemukan hasil hingga Juli 2019, berbagai opsi akan dibahas agar satwa ini terhindar dari ancaman kepunahan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Pemerintah belum menentukan cara pengembangbiakan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) betina bernama pahu yang ditemukan di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, enam bulan lalu. Jika pencarian badak jantan belum menemukan hasil hingga Juli 2019, berbagai opsi akan dibahas agar satwa ini terhindar dari ancaman kepunahan.
Pahu tertangkap dalam keadaan sehat pada Minggu (25/11/2018) di sekitar Sungai Pahu, Kabupaten Kutai Barat. Pemerintah sangat berhati-hati untuk melestarikan pahu. Meskipun memiliki kemiripan DNA dengan badak sumatera di Pulau Sumatera, Pahu memiliki ciri fisik yang berbeda.
“Hasil tes DNA, pahu menunjukkan perbedaannya kurang dari 1 persen dengan badak sumatera di Pulau Sumatera. Namun, diperkirakan badak sumatera di Kalimantan sudah mengalami evolusi sehingga terdapat perbedaan ciri fisik seperti bobot, tinggi, dan jumlah gigi seri,” ujar Koordinator Tim Rescue Badak Kalimantan, Arief Rubianto, Selasa (21/5/2019).
Ukuran tubuh pahu lebih kecil dibanding badak di Pulau Sumatera. Tingginya 101 sentimeter dengan bobot 356 kilogram. Sedangkan badak di Pulau Sumatera tingginya hampir 150 sentimeter dan berat mencapai 800 kilogram.
Pahu memiliki gigi seri empat buah atau lebih banyak dibandingkan badak di Pulau Sumatera yang hanya dua buah. Atas dasar perbedaan itu, pengawinan pahu dengan badak sumatera di Pulau Sumatera tidak bisa serta merta dilakukan untuk menjaga keasliannya.
Pemantauan
Saat ini, pahu dirawat di Hutan Lindung Kelian Lestari seluas 10 hektare. Di sana, berbagai perkembangan dan perubahan pahu dipantau. Siklus reproduksi pahu juga sedang diawasi hingga tiga bulan ke depan untuk memantau kesehatan alat reproduksinya.
Pahu diperkirakan berusia 20-25 tahun. Sedangkan usia hidup badak sumatera sekitar 35 tahun. Lama masa reproduksi badak dalam satu periode adalah 4 tahun. Dengan demikian, pahu masih memiliki harapan untuk bereproduksi setidaknya dua periode.
“Setiap minggu diperiksa untuk melihat kesehatan dan siklus reproduksinya. Nanti bisa diketahui kapan waktu terbaik untuk dikawinkan,” ujar Arif.
Ia mengatakan, jika badak sumatera jantan tidak ditemukan dalam waktu dekat di Kalimantan, berbagai opsi perkawinan akan dibahas dan diputuskan pada rapat bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bulan Juli mendatang.
Opsi yang sudah disiapkan, antara lain inseminasi buatan atau mengawinkan secara alami dengan badak sumatera di Pulau Sumatera. Hal itu juga perlu pertimbangan dan analisis peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan peneliti Institut Pertanian Bogor yang sudah meneliti pahu sejak awal ditemukan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim Sunandar mengatakan, pencarian badak sumatera di hutan Kalimantan masih berlangsung di Kabupaten Mahakam Ulu dan Kutai Barat. Pencarian juga akan diperluas ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Namun, kerapatan hutan menjadi kendala pencarian.
“Ada warga yang mengatakan pernah melihat badak di daerah-daerah itu. Kawan-kawan dari WWF dan Aliansi Lestari Rimba Terpadu juga tengah mengecek dengan melihat indikasi lain, seperti jejak kaki dan bekas kubangan,” kata Sunandar.
Dalam masa pencarian badak sumatera jantan, perlindungan badak di hutan Kalimantan belum terjamin. Dalam masa pencarian, perlu juga didukung dengan pembentukan cagar alam agar badak bisa tumbuh secara alami dengan perlindungan penuh.
Fasilitator Tropical Forest Conservation Act Wilayah Kutai Barat-Mahakam Ulu, Sofyan, mengatakan, cagar alam penting untuk melindungi badak sumatera di Kalimantan yang belum ditemukan. Menurutnya, habitat badak sumatera di Kalimantan belum sepenuhnya aman.
“Ada wilayah yang terpotong dengan perkebunan sawit dan hak pengusahaan hutan,” ujar Sofyan. Selain itu, ancaman juga datang dari para pemburu di hutan-hutan Kalimantan. Sebab, hampir seluruh bagian tubuh badak diminati para pemburu karena memiliki nilai jual tinggi.
Berdasarkan Statistik Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem 2017, badak sumatera adalah salah satu dari 236 jenis satwa dilindungi di Indonesia. Ia termasuk dalam kategori satwa terancam punah.
Kelestarian satwa penting diperjuangkan sebab kepunahan satu populasi bisa merubah berbagai sistem dalam ekosistem yang ada. “Manusia juga akan terdampak, mungkin tak terduga, jika satu populasi hilang,” ujar Sofyan.