Sekitar 60 orang melakukan aksi damai di depan kantor Badan Pengawas Pemilu Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (22/5/2019). Mereka menuntut netralitas Bawaslu dan Polri serta meminta agar mengusut tuntas kasus kematian petugas kelompok penyelengggara pemungutan suara (KPPS).
Mereka mengatasnamakan demonstrasi itu sebagai Aksi Rakyat Bersatu Bela Kedaulatan Rakyat. Peserta aksi sampai di Kantor Bawaslu Balikpapan sekitar pukul 14.00 Wita. Mereka langsung berorasi bergantian. Ketua 2 Aksi, Rona Fortuna, mengatakan, undang-undang pemilu perlu diperbaiki sebab, jalannya pemilu terlalu lama sehingga banyak korban jatuh saat menjalankan tugas. Aksi berjalan damai.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Sekitar 60 orang melakukan aksi damai di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (22/5/2019). Mereka menuntut netralitas Bawaslu dan Polri serta meminta agar mengusut tuntas kasus kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Mereka mengatasnamakan demonstrasi itu sebagai Aksi Rakyat Bersatu Bela Kedaulatan Rakyat. Peserta aksi sampai di Kantor Bawaslu Balikpapan sekitar pukul 14.00 Wita. Mereka langsung berorasi bergantian. Ketua dua aksi, Rona Fortuna, mengatakan, Undang-Undang Pemilu perlu diperbaiki karena jalannya pemilu terlalu lama sehingga banyak jatuh korban saat menjalankan tugas.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat di Balikpapan agar tidak ikut menyebarkan video-video aksi di Jakarta. ”Kita tidak tahu kondisi di sana seperti apa. Kita juga tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah,” katanya.
Kita tidak tahu kondisi di sana seperti apa. Kita juga tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah
Peserta aksi ditemui Wali Kota Balikpapan, Ketua KPU Balikpapan, dan Ketua Bawaslu Balikpapan. Peserta aksi langsung mengajukan tuntutan dan pertanyaan kepada penyelenggara pemilu.
Ketua KPU Balikpapan Noor Thoha mengatakan, jika masyarakat menemukan ada kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, dianjurkan untuk segera melapor dengan disertai bukti. ”Jika hanya diserukan, sulit, karena tidak ada bukti. Jika ada laporan dan bukti, pasti akan langsung ditindak,” ujar Thoha di depan peserta aksi.
Peserta aksi juga mempertanyakan jumlah pemilih di Balikpapan yang melebihi daftar pemilih tetap setelah rekapitulasi. Thoha menjelaskan, hal itu disebabkan adanya dinamika daftar pemilih khusus (DPK) dan daftar pemilih tambahan (DPTb) ketika pemilu berlangsung. Hal itu sesuai dengan peraturan untuk mengakomodasi hak pilih warga negara yang masuk dalam kriteria DPK dan DPTb.
Ketua Bawaslu Balikpapan Agustan memastikan kepada peserta aksi bahwa Bawaslu bekerja profesional sesuai dengan peraturan. Terdapat sekitar 20 laporan yang masuk ke Bawaslu Balikpapan selama masa kampanye hingga proses penghitungan suara.
”Ada yang berkaitan dengan aduan administratif, kode etik, dan pidana. Di Balikpapan, hanya satu yang sampai ke pengadilan, yakni ada calon anggota legislatif yang berkampanye di tempat ibadah. Selebihnya tidak terbukti,” ujar Agustan.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengimbau masyarakat agar menjaga kondusivitas selama masa pemilu dan setelahnya. Ia mengajak agar masyarakat memberikan waktu kepada KPU dan Bawaslu untuk bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
”Jika ada temuan atau hal yang tidak disepakati, jalurnya sudah ada sesuai hukum. Saya rasa KPU dan Bawaslu terbuka jika ada laporan. Lakukan dengan jalur yang ada dan resmi agar bisa diproses,” ujar Rizal.
Setelah menyampaikan aspirasinya, peserta aksi membubarkan diri pukul 17.00 Wita. Kepala Polres Balikpapan Wiwin Fitra mengatakan, sejauh ini kondisi di Balikpapan dalam keadaan kondusif. Polisi dan TNI melakukan pengamanan dan pantauan di tempat-tempat keramaian, kantor KPU, dan kantor Bawaslu.
”Penjagaan terus dilakukan dengan melihat perkembangan dan informasi di lapangan,” katanya.