Laga terakhir babak penyisihan grup Liga Champions Asia antara Persepolis dan Al-Sadd di Stadion Azadi, Teheran, Iran, Senin (20/5/2019) malam, tidak langsung dimulai.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·3 menit baca
Laga terakhir babak penyisihan grup Liga Champions Asia antara Persepolis dan Al-Sadd di Stadion Azadi, Teheran, Iran, Senin (20/5/2019) malam, tidak langsung dimulai. Panitia laga mengatur seremoni singkat untuk salah satu gelandang terbaik di dunia yang akan menjalani laga terakhirnya sebelum pensiun, Xavi Hernandez.
Xavi yang kapten tim Al-Sadd kemudian menerima kenang-kenangan berupa jersey Persepolis berwarna merah dengan nomor punggung enam. Sebagian dari 11.000 penonton yang hadir di stadion berkapasitas 100.000 penonton itu juga membentangkan poster bertuliskan ”Adios Xavi” atau ”Selamat Tinggal Xavi”.
Kedua klub dan penonton malam itu ingin memberikan penghormatan yang tinggi kepada salah satu gelandang terbaik di dunia itu. Xavi yang kini berusia 39 tahun telah meraih banyak hal, seperti menjuarai Piala Dunia 2010 bersama Spanyol dan merebut empat trofi Liga Champions serta delapan trofi La Liga bersama Barcelona. Tak ketinggalan, Piala Eropa 2008 dan 2012.
Setelah mengakhiri kariernya di Barcelona pada pertengahan 2015, Xavi memilih untuk mengakhiri kariernya di Al-Sadd, sebuah klub di Qatar. Xavi kemudian baru bisa mengantar Al-Sadd menjadi juara Liga Qatar pada musim ini.
Awal Mei lalu, Xavi menyatakan bahwa dirinya akan pensiun akhir musim ini dan berharap laga terakhir melawan Persepolis menjadi kenangan indah. ”Saya akan mengencangkan tali sepatu untuk menjalani laga terakhir yang tidak akan terlupakan dalam karier saya selama 21 tahun ini,” ujarnya.
Namun, laga terakhir itu tidak seperti yang ia harapkan. Persepolis sebagai tim terkuat di Iran menundukkan Al-Sadd 2-0. Meski kalah, Al-Sadd tetap menjadi juara Grup D dan melaju ke babak 16 besar. Sementara Persepolis tersingkir.
Ini kekalahan beruntun kedua Al-Sadd karena pada laga sebelumnya juga ditaklukkan Al-Duhail, 1-4, dalam laga final Piala Amir di Doha. Xavi pun gantung sepatu tanpa bisa bersorak-sorak merayakan gol kemenangan bersama rekan-rekannya.
Menjadi pelatih
Xavi sudah punya rencana besar setelah pensiun, yaitu merintis karier sebagai pelatih. Kepergiannya ke Qatar pun menjadi bagian dari rencana besarnya itu.
”Saya berencana memulai karier sebagai pelatih di Qatar karena tekanannya tidak begitu besar dan saya bisa mencari pengalaman,” ujarnya seperti dikutip Marca.
Pengalaman dan juga ilmu meracik taktik merupakan dua hal yang ingin ia peroleh di Qatar. Jika sudah merasa cukup, Xavi akan memiliki keberanian untuk mencoba pulang kampung ke Spanyol dan melatih klub yang telah membesarkannya, yaitu Barcelona. ”Saya harus bisa berjalan dulu sebelum berlari,” katanya.
Barcelona, berdasarkan rencana Xavi, akan selalu menjadi ”rumah” baginya. Ia menjalani debutnya di Barcelona pada 1998 ketika klub tersebut dilatih Louis van Gaal. Xavi mencetak satu gol dalam debutnya melawan Real Mallorca itu.
Sejak saat itu Xavi terus berkembang dan menjadi sosok vital di lini tengah Barcelona. Selama berada di klub berjuluk ”Blaugrana” itu Xavi juga mendapatkan pengalaman bertemu sosok-sosok pelatih top, seperti Van Gaal, Luis Aragones, dan Pep Guardiola.
Para pelatih itu secara tidak langsung memberikan ilmu dalam menentukan strategi bermain bola yang tepat. ”Aragones dan Guardiola sudah banyak memengaruhi saya,” kata Xavi.
Sekarang Xavi sudah mengumpulkan banyak konsep dan ide yang akan ia terapkan ketika menjadi pelatih. Ia bertekad untuk menjadi pelatih yang lebih menekankan gaya penguasaan bola seperti Barcelona. (AP/AFP)