Cara Bogor Menjaga Marwah Warga
Sulitnya menata PKL menerpa hampir semua kota, termasuk Bogor. Kesemrawutan PKL di kota hujan ini terus bikin jengkel. Kini, pemerintah mulai berupaya menerapkan prinsip adil berbagi ruang untuk semua warga.
Haji Maman Kasiman (60) duduk di tengah kiosnya yang penuh barang dagangan. Dagangannya berbagai minuman kopi, teh, minuman soda dalam saset siap seduh, dalam berbagai merek. Juga makanan dan minuman ringan siap makan atau teguk.
Walaupun penuh sesak barang, tidak ada barang diletakkan di trotoar depan kiosnya, Jalan Otista, Baranangsiang, Bogor Timur, Kota Bogor. Namun, kios Maman sebetulnya juga berada di trotoar Jalan Riau yang menempel di pagar kantor bank. Kios itu posisinya di sudut Jalan Otista-Riau.
"Ini dulunya bukan trotoar tapi lahan perumahan warga. Waktu dulu mau dibongkar pemko (pemerintah kota), kami bersama warga menemui pihak kecamatan. Rapat-rapat di kecamatan dengan dinas terkait, juga Jasa Marga yang punya Tol Jagorawi. Lantas sepakat kami boleh berdagang tapi di lahan perumahan (Jalan Riau), tidak di Jalan Otista. Warga takut kalau tidak ada warung, jalan jadi sepi," tutur Maman.
Lalu, lanjut Maman, ia dan pedagang kaki lima (PKL) lainnya membangun sendiri kiosnya. "Untuk bangun kios, saya habis Rp 50 juta. Sekarang saya tenang berdagang," kata dia.
Ukuran kios Maman, 1,6x 3 meter. Seluruh kios, terbuat dari seng baja ringan. Ia mengaku, tidak ada kutipan. "PKL tidak bayar retribusi. Saya hanya ikut menyumbang kalau ada kegiatan kemasyarakatan, misalnya 17 Agustusan," katanya.
Yang penting bagi PKL, kata Sidik (48) pedagang lumpia goreng di Baranangsiang, diberi kesempatan berdagang di lokasi tepat. Penyediaan gerobak beroda atau kios, serta modal dagang, PKL bisa buat atau cari sendiri, tanpa bantuan pemda.
"Yang susah, kalau direlokasi ke tempat sepi pengunjung," kata Sidik.
Prinsip PKL memang mendatangi calon pembeli potensial. Untuk itu, PKL pasti berada di tempat yang ramai lalu lalang orang, khususnya pejalan kaki, pesepeda motor, dan pengguna angkutan umum.
Prinsip PKL memang mendatangi calon pembeli potensial. Untuk itu, PKL pasti berada di tempat yang ramai lalu lalang orang, khususnya pejalan kaki, pesepeda motor, dan pengguna angkutan umum.
PKL yang berdagang nyaman juga ada di Zona PKL Siliwangi di Jalan Siliwangi, Sukasari, Bogor Timur. Koordinator Paguyuban PKL Siliwangi, Djamaluddin Abdillah, mengatakan, zona PKL ini ditetapkan saat wali kota Bogor Diani Budiarto. Lalu direvitalisasi Wali Kota Bima Arya, pada 2017.
"Jadi, trotoar dilebarkan dengan saluran air ditutup atasnya, sedikit jalur hijau diambil. Lalu tenda, Pemko yang bangun. Kami di sini terima sudah jadi. Tinggal menempati. Di sini sekarang ada 86 PKL. Tidak ada retribusi ke Pemko," tuturnya.
Djamaluddin menarik iuran Rp 2.000 per hari dari tiap PKL untuk membayar petugas kebersihan dan pengangkut sampah. Pihaknya belum mampu meningkatkan kondisi zona PKL karena terbentur aturan dan kurang disiplinya PKL dalam menjaga lingkungan.
Djamaluddin mengatakan, kelanjutan penataan PKL memang agak mandek karena terbentur kegiatan Pilkada Serentak 2018 (pilkada Kota Bogor) dan Pemilu Serentak 2019.
"Setelah beres pilpres-pileg, mungkin akan dilanjutkan lagi. Januari lalu, kami para koordinator zona PKL rapat dan menunjuk kordinator zona PKL tingkat kota. Pak Bima sudah mendelegasikan penanganan PKL ke Pak Dedie, wakilnya," ungkap Djamaluddin.
Lindungi warga
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim membenarkan pihaknya kini sedang mematangkan program penanganan PKL. Paling tidak akan ada empat operasi yang dilaksanakan secara bertahap untuk membereskan kesemrawutan PKL di empat lokasi, juga di jalan protokol Kota Bogor.
Salah-satunya, satu lokasi pemukiman, tempat 800 keluarga atau 2.000 jiwa yang menderita bertahun-tahun karena akses masuk ke pemukiman dihambat lapak-lapak PKL.
"Operasi pemulihan marwah warga. Kalau ada yang bermain-main dengan lapak-lapak untuk PKL, dia akan berhadapan dengan warga," kata Dedie.
"Operasi pemulihan marwah warga. Kalau ada yang bermain-main dengan lapak-lapak untuk PKL, dia akan berhadapan dengan warga," kata Dedie.
Ia melanjutkan, penataan PKL juga berarti mengembalikan serta melindungi hak para pedagang pemilik kios dan toko. Karena selama ini, mereka yang sudah membeli kios atau toko ratusan hingga miliaran rupiah, dengan mengagunkan toko atau sertifikat toko atau rumahnya, banyak yang gagal bayar cicilan ke bank dan sewa kios ke PD Pasar Pakuan.
Ini karena, sesuai pendapat para pedagang, usahanya sepi pembeli akibat depan toko atau jalan ke tokonya tertutup PKL. Padahal pemilik toko membayar berbagai kewajiban seperti pajak. "Itu tidak adil. Ini tidak boleh terjadi lagi," kata Dedie.
"Itu tidak adil. Ini tidak boleh terjadi lagi," kata Dedie.
Baca juga : Tugas DKI untuk Adil Membagi Ruang
Baca juga : PKL dan Pejalan Kaki Berebut Ruang