Emas Masih Menjanjikan
Emas Masih Menjanjikan
Pasar ekspor dan domestik emas berpotensi tumbuh. Porsi Indonesia di pasar emas dunia yang sekitar 4,3 persen masih bisa ditingkatkan.
JAKARTA, KOMPAS
Industri emas di Indonesia masih berpotensi tumbuh. Sebab, pasar ekspor masih menarik dan pasar dalam negeri masih bisa ditingkatkan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip Selasa (21/5/2019), ekspor perhiasan dan permata sekitar 4,08 persen dari total ekspor nonmigas pada Januari-April 2019. Meski demikian, ekspor perhiasan dan permata pada Januari-April 2019 sebesar 1,996 miliar dollar AS atau turun 12,36 persen dibandingkan dengan Januari-April 2018.
"Indonesia memasok 4,3 persen industri perhiasan di seluruh dunia, sehingga masih berpeluang untuk ditingkatkan lagi," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih.
Berdasarkan data Kemenperin, ekspor perhiasan pada 2018 senilai 2,05 miliar dollar AS. Ekspor emas dan perhiasan terutama ke Singapura, Jepang, Hong Kong, dan Swiss.
Secara terpisah, Direktur Utama PT Hartadinata Abadi Tbk Sandra Sunanto memaparkan, industri perhiasan emas tumbuh 10 persen pada 2018. ”Namun, pertumbuhannya tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya yang sekitar 12-15 persen," kata Sandra.
Meski demikian, Sandra optimistis industri perhiasan emas masih akan tumbuh. Sebab, permintaan domestik diperkirakan masih akan meningkat. Saat ini, permintaan perhiasan emas di Indonesia sebanyak 0,2 gram per kapita per tahun. Padahal, di Uni Emirat Arab, konsumsinya bisa 4 gram per kapita per tahun.
Berdasarkan catatan World Gold Council, produksi emas Indonesia pada 2018 sebanyak 136 ton. PT Aneka Tambang Tbk atau Antam memproduksi 1.967 kilogram pada 2018, yang ditargetkan naik menjadi 2.036 kg pada tahun ini.
”Produksi emas Antam belum signifikan jika dibandingkan dengan produksi emas nasional," kata Direktur Niaga Antam Apriliandi H Setia.
Emas masih jadi penopang utama pendapatan Antam, selain dari tambang nikel dan bauksit. Pada triwulan I-2019, nilai penjualan bersih Antam Rp 6,22 triliun dengan kontribusi komoditas emas sekitar 63 persen atau senilai Rp 3,94 triliun. Antam masih mengandalkan tambang emas di Pongkor, Jawa Barat, dan di Cibaliung, Banten.
Ketua Umum Indonesia Mining Institute, Irwandy Arif, menyebutkan, industri emas relatif lebih stabil dibandingkan dengan industri jenis mineral lain. Apalagi, tren harga emas cenderung naik. Hal ini berbeda dengan harga mineral lain, seperti tembaga, nikel, atau bauksit, yang harganya dipengaruhi banyak faktor, terutama faktor fundamen terkait permintaan dan pasokan.
"Industri emas masih sangat menarik daripada mineral lain. Harganya relatif stabil, bahkan cenderung naik terus," ujarnya.
Dengan alasan tersebut, PT Indika Energy Tbk, perusahaan yang pendapatan utamanya ditopang tambang batubara, mulai berinvestasi ke tambang emas. Pada Desember 2018, melalui anak usahanya, PT Indika Mineral Investindo, Indika membeli 19,9 persen saham PT Nusantara Resources Limited yang memiliki daerah operasi tambang emas di Sulawesi Selatan.
"Emas adalah sektor tambang yang prospektif," kata Managing Director & CEO Indika Energy Azis Armand.. (CAS/FER/APO)