Ada pendapat yang menyebutkan, empat bulan pertama tahun ini terbilang berat bagi pelaku usaha, termasuk yang berorientasi ekspor. Mereka mengalami tekanan luar dan dalam, yang manifestasinya muncul pada penurunan kinerja ekspor.
Faktor dari luar, antara lain, kondisi perekonomian global yang masih menantang. Fluktuasi harga komoditas di pasar dunia kadang kala menciptakan kombinasi yang tak selalu memuaskan.
Ada peningkatan volume ekspor komoditas yang tak menghasilkan nilai ekspor sesuai harapan karena harga komoditas tersebut sedang turun. Demikian pula sebaliknya, ada kenaikan harga komoditas yang ternyata tak dapat optimal dinikmati karena pada saat yang sama volume ekspor komoditas tersebut turun.
Perang dagang Amerika Serikat dan China yang tak kunjung mereda semakin menambah tantangan. Belum lagi, ada faktor geopolitik yang memengaruhi perdagangan global.
Sementara itu, kondisi internal juga menimbulkan tantangan tersendiri. Penyelenggaraan Pemilu 2019 secara serentak ternyata menimbulkan suasana menunggu dan melihat atau wait and see di kalangan dunia usaha.
Sikap itu kira-kira didasari kegamangan. Cenderung menanti alias melihat bagaimana nanti. Bagaimana nanti kondisi menjelang Pemilu? Bagaimana nanti saat pelaksanaan Pemilu? Selanjutnya, bagaimana setelah pengumuman hasil Pemilu? Akan tetapi, setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan hasil Pemilu, pertanyaan berikutnya tetap muncul, yakni bagaimana dengan kabinet mendatang?
Keraguan seperti ini kiranya menunjukkan bahwa pesta demokrasi ternyata belum mampu sepenuhnya menciptakan efek samping berupa "pesta ekonomi" di negeri ini. Defisit pada bulan-bulan sekitar Pemilu 2019 menjadi salah satu buktinya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia periode Januari-April 2019 sebesar 53,20 miliar dollar AS. Nilai ekspor ini turun 9,39 dibandingkan dengan Januari-April 2018, yakni 58,72 miliar dollar AS.
Sementara, nilai impor Indonesia periode Januari-April 2019 sebesar 55,77 miliar dollar AS atau turun 7,24 persen daripada Januari-April 2018 yang mencapai 60,12 miliar dollar AS. Alhasil, sepanjang Januari-April 2019 terjadi defisit 2,56 miliar dollar AS.
Namun, di tengah kondisi yang terkesan suram seperti saat ini, mulai terdengar suara-suara optimistis bahwa kegiatan ekonomi, termasuk ekspor, akan kembali bangkit. Catatannya, lagi-lagi, selepas ada kepastian pascapemilu.
Kompleksitas dan dinamika kehidupan berbangsa menciptakan hubungan saling memengaruhi, termasuk di bidang politik dan ekonomi. Boleh dibilang, banyak pelaku ekonomi yang selama ini "dipaksa" menunggu dan melihat dampak sepak terjang pelaku politik berlaga di ajang pemilu.
Optimisme pelaku ekonomi mesti dirawat karena perjalanan negeri ini masih panjang. Banyak pekerjaan yang masih harus dituntaskan untuk menyejahterakan seluruh warga bangsa.
Kini, sebagian harapan disandarkan pada pundak pelaku usaha. Ada harapan mereka optimistis berkiprah lagi untuk menggerakkan perputaran roda ekonomi negeri ini.
Kompetitor di luar negeri tengah berlari cepat. Jangan sampai kita di dalam negeri terjebak untuk berlama-lama pada kondisi menunggu dan melihat. (C Anto Saptowalyono)