Kisah Lebah
Lebah pertama ada sejak sekitar 130 juta tahun lalu, pada saat nenek moyang kita masih merupakan mamalia kecil.
Dave Goulson, Scientificamerican, 2014
Kekhawatiran tentang kepunahan lebah menggema dari berbagai belahan dunia dalam peringatan Hari Lebah (bee day) yang jatuh pada 20 Mei lalu, sekalipun di Indonesia relatif sepi. Tepat pada hari peringatan itu, lembaga konservasi World Wildlife Fund meluncurkan laporan tentang punahnya 17 spesies lebah di Inggris dan 25 spesies lain terancam punah.
"Pada peringatan Hari Lebah Dunia yang kedua ini, saya ingin mengingatkan agar serangga penyerbuk ini harus dilindungi untuk masa depan kita sendiri," sebut Direktur Jenderal Lembaga Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) Jose Graziano da Silva, dalam pesannya melalui video.
Pada peringatan Hari Lebah Dunia yang kedua ini, saya ingin mengingatkan agar serangga penyerbuk ini harus dilindungi untuk masa depan kita sendiri.
Lebah bukan satu-satunya hewan yang membantu penyerbukan. Ada juga kupu-kupu, kelelawar, hingga burung. Namun, lebah berperan paling vital. Data FAO, lebih dari 75 persen tanaman pertanian di seluruh dunia penyerbukannya tergantung pada lebah. Kopi, apel, almon, kakao, hingga tomat, merupakan beberapa contoh tanaman yang tergantung penyerbukannya pada lebah.
Analisis DNA menemukan, lebah pertama telah ada di Bumi sejak ratusan 130 juta tahun lalu, jauh lebih awaldibandingkan kemunculan manusia modern (Homo sapiens), yang baru muncul sekitar 150.000 tahun lalu. Penemuan fosil lebah di dalam batu permata berusia 100 juta tahun Lembah Hukawng, Myanmar (Danforth, 2006)menguatkan tentang kepurbaan serangga ini.
Kajian Danforth dan timnya menunjukkan bahwa cabang paling awal dari pohon evolusi lebah berasal dari keluarga Melittidae, lebah dari Afrika. Itu berarti, sebagaimana Sapiens, lebah juga memiliki nenek moyang dari Afrika dan hampir setua tanaman berbunga.
Lebah diketahui mempengaruhi evolusi tanaman berbunga. Binatang ini merupakan kunci regenerasi beragam jenis tanaman dengan menyebarkan serbuk sari, dan secara alami kerapkali membantu terjadinya kawin silang sehingga menghasilkan spesies baru. Jadi, lebah tak hanya membantu bunga bermekaran, namun juga elemen penting bagi keberagaman tanaman.
Dunia memiliki lebih dari 16.000 spesies lebah yang dikelompokkan ke dalam tujuh keluarga. Namun, keberagaman dan populasi lebah kini menyusut dengan cepat.
Salah satu fenomena terbaru adalah terjadinya colony collapse disorder (CCD) yang menghancurkan koloni lebah ternak. Dalam setahun sejak dilaporkan pada tahun 2007, CCD memunahkan seperempat lebah madu (Apis mellifera) di Amerika Serikat dan menghabisi jutaan koloni di seluruh dunia (Alison Benjamin, 2008). Laporan U.S. Fish and Wildlife Service pada 2017 menunjukkan, hampir 90 persen spesies lebah Bombus affinis di AS juga menghilang.
Wabah CCD dikenali dari gejalanya, yaitu sarang-sarang yang ditinggalkan lebah pekerja dan menyisakan sang ratu serta bayi lebah yang kelaparan dan akhirnya mati. Sejumlah peneliti menduga, CCD dipicu hilangnya kemampuan navigasi lebah akibat perubahan iklim dan cemaran pestisida sehingga serangga ini tidak mampu menemukan jalan pulang ke sarang. Padahal, lebah serangga genius yang memiliki navigasi canggih. Kehilangan kemampuan navigasi bisa jadi akhir bagi lebah.
Ancaman hilangnya lebah yang sedemikian nyata ini telah memanggil kita untuk lebih peduli terhadap keseimbangan ekosistem, yang menurut laporan IPBES (2019), setidaknya satu juta spesies flora dan fauna kini menuju kepunahan. Khusus untuk spesies serangga penyerbuk diperkirakan yang terancam punah minimal 10 persen. Di Indonesia, penyusutan spesies serangga, termasuk lebah, diperkirakan mencapai 30-40 persen sehingga mengancam produksi pangan (Kompas, 9/5/2019).
Sulit membayangkan jika lebah benar-benar menghilang di Bumi ini. Bunga-bunga tak akan lagi bermekaran. Tanaman tak lagi berbuah. Binatang akan menyusut cepat, dan kita juga bakalan sulit bertahan...