Tokoh-tokoh partai ekstrem kanan di sejumlah negara Eropa dilanda skandal. Namun, situasi ini belum melemahkan kekuatan mereka.
BRUSSELS, SENIN —Peluang partai-partai ekstrem kanan di berbagai negara di Eropa untuk meraih kursi lebih banyak dalam pemilihan Parlemen Eropa pada 23-26 Mei menjadi sorotan utama. Namun, niat mereka mentransformasi Brussels terhadang sejumlah skandal.
Di Austria, Wakil Kanselir Heinz-Christian Strache, yang berasal dari partai ekstrem kanan Partai Kebebasan, akhir pekan lalu, mengundurkan diri karena terlibat skandal video Ibiza. Skandal ini telah menjatuhkan pemerintahan sehingga Austria akan melaksanakan percepatan pemilu pada 1 September.
Di Inggris, pimpinan partai populis, Partai Brexit, Nigel Farage, didera skandal mengenai dana yang digunakan untuk kampanye partainya. Farage, yang merupakan penggagas utama Brexit, keluar dari partai Independen Inggris (UKIP) dan pada Januari 2019 membentuk Partai Brexit.
Menurut The Guardian, Jumat (17/5/2019), setelah referendum Brexit, Farage memperoleh dana besar dari pengusaha Aaron Banks, antara lain dalam bentuk rumah mewah di Chelsea beserta perabotan, sopir, dan mobil. Channel 4 News menyebutkan, Farage telah menerima sekitar 450.000 pound. Saat ini Banks sedang diselidiki Badan Kriminal Nasional.
Di Perancis, tokoh sayap kanan, Marine Le Pen, dari Partai Perhimpunan Nasional (RN) harus menghadapi tuduhan bahwa kampanyenya ”dikendalikan” mantan penasihat Presiden AS Donald Trump, Steve Bannon, Bannon berada di Paris untuk menyaksikan dari dekat pemilu Eropa karena ia menganggap Perancis sebagai negara paling penting di UE. Bannon, yang merupakan teman dekat Le Pen, secara terbuka menyatakan, jika gerakan populis di Eropa bisa menang, hal itu akan membantu Trump di Amerika.
Menurut The Telegraph, Senin (20/5), kehadiran Bannon mendapat kecaman dari pesaing Partai RN, yaitu partai Emmanuel Macron, La Republique En March. Dalam berbagai jajak pendapat, kedua partai itu bersaing ketat.
Meski partai-partai ekstrem kanan dilanda beragam skandal, menurut AFP, sejauh ini suara mereka dalam jajak pendapat tetap kuat.
Delapan besar
Sekitar 400 juta warga Eropa berhak memberikan suaranya dalam pemilu ini, tetapi umumnya kehadiran pemilih di tempat pemungutan suara rendah. Dalam pemilu sebelumnya, partai-partai di negara-negara UE itu membentuk delapan kluster untuk merebut 751 kursi parlemen.
Partai berhaluan tengah tergabung dalam Partai Rakyat Eropa (EPP), dengan tokoh seperti Angela Merkel dan Jean- Claude Juncker. Pada 2014 mereka memiliki 217 kursi.
Disusul kubu Sosialis dan Demokrat (SD), yang memiliki 186 kursi, kemudian kubu Konservatif dan Reformasi Eropa (ECR) dengan 76 kursi, kubu Aliansi Liberal dan Demokrat (ALDE) 68 kursi, Hijau 52 kursi, Persatuan Eropa Kiri (GUE) 46 kursi, kubu Kebebasan Eropa dan Demokrasi Langsung (EFDD) 45 kursi, dan Kebebasan Eropa yang didirikan Le Pen 37 kursi.(AFP/REUTERS/MYR)