Presiden Jokowi mengingatkan, peringatan Nuzulul Quran tak hanya memiliki makna keagamaan, tetapi juga kebangsaan yang besar.
JAKARTA, KOMPAS - Peringatan Nuzulul Quran 1440 Hijriah tidak sekadar peringatan keagamaan, tetapi juga peristiwa untuk memperteguh semangat kebangsaan. Hal ini menjadi salah satu pesan penting saat peringatan Nuzulul Quran di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/5/2019).
”Peringatan Nuzulul Quran malam ini memiliki makna berlipat ganda bagi bangsa. Tak hanya makna keagamaan, tetapi juga makna kebangsaan yang besar. Tak hanya meningkatkan pemahaman, tetapi juga mengamalkan persatuan bangsa sebagai bagian dari iman. Melalui peringatan Nuzulul Quran, kita menggali banyak inspirasi untuk meneguhkan persatuan bangsa, menahan ego kelompok dan golongan, serta memperkuat semangat kebangsaan,” kata Presiden Joko Widodo.
Sebelum Presiden Jokowi menyampaikan pidatonya, acara terlebih dahulu diisi dengan pembacaan ayat suci Al Quran. Setelah itu, Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) cabang Indonesia TGB Zainul Majdi menyampaikan uraian bertema ”Kebersamaan dalam Keberagaman Perspektif Al Quran”.
Dalam ceramahnya, Zainul Majdi mengajak semua pihak introspeksi diri melalui peringatan Nuzulul Quran. Salah satu yang relevan untuk bangsa Indonesia adalah menghadirkan Islam di ruang publik sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW, yakni Islam yang membawa kedamaian.
Hadir Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Sementara di kursi audiens hadir sekitar 300 undangan, di antaranya anak yatim piatu, tokoh masyarakat, dan sejumlah duta besar negara sahabat.
Ciptakan kebaikan
Menurut Presiden Joko Widodo, dengan Nuzulul Quran, bangsa Indonesia diteguhkan komitmen kemanusiaannya di muka bumi untuk menciptakan kebaikan dan tak membuat kerusakan. Dengan demikian, komitmen perlu untuk membangun tatanan sosial yang rukun dan damai, serta meningkatkan kesejahteraan. ”Kenabian Rasul antara lain dibuktikan dengan kemampuan dan keberhasilan membangun tatanan sosial baru yang menyatukan suku-suku Arab menjadi bangsa besar dan menyatukan seluruh umat Islam dalam ikatan iman,” katanya.
Zainul Majdi menambahkan, sejarah penyebaran Islam ke Nusantara mengajarkan kebijaksanaan yang relevan untuk dilanjutkan. ”Maka, mari cara baik yang kita warisi dari para guru dan para orangtua kita menyerap seluruh kebaikan yang tumbuh di tanah Nusantara, dipupuk dengan semangat keagamaan yang kuat dan payungnya adalah rahmatan lilalamin,” kata Zainul.