Mendekati mudik Lebaran, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta semua pihak mewaspadai dampak cuaca ekstrem di sepanjang jalur mudik.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS—Mendekati mudik Lebaran, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta semua pihak mewaspadai dampak cuaca ekstrem di sepanjang jalur mudik. Cuaca di seantero Nusantara memiliki keberagaman, seperti panas terik di wilayah tertentu, hujan lebat, hingga gelombang tinggi di sejumlah perairan.
Itu disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati seusai rapat dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Anggota Komisi V DPR RI di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Kamis (23/5/2019). Saat mudik lebaran, sejumlah wilayah memasuki musim kemarau dimana curah hujan di bawah normal. “Semakin memasuki bulan Juni, iklim diprediksi akan semakin kering,” katanya.
Beberapa wilayah yang mengalami musim kemarau, di antaranya Sumatera Barat, Jambi, Sumsel, Lampung, hingga sebagian wilayah Jawa Tengah. Dengan kondisi kering, kebakaran lahan kemungkinan besar bisa saja terjadi. “Karena itu, pemudik diharapkan tidak membuang puntung rokok sepanjang jalur mudik,” katanya.
Sebaliknya, lanjut Dwikorita, beberapa daerah mengalami curah hujan tinggi dan berpotensi longsor dan banjir. Daerah itu, di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Selatan. “Namun, perpindahan musim ini berpotensi memunculkan cuaca ekstrem,” katanya.
Gelombang tinggi
Sementara itu, potensi gelombang tinggi juga terjadi di beberapa daerah. Bahkan, ketinggian gelombang diprediksi setinggi 2-2,5 meter. Gelombang tinggi berpotensi terjadi di perairan Samudera Hindia, khususnya di Pantai Selatan Jawa, Pantai Barat Sumatera, Bali, NTT dan NTB, laut Arafura, serta Laut Banda. “Ketinggian gelombang di perairan dalam diprediksi kurang dari dua meter,” katanya.
Khusus untuk Selat Sunda, ketinggian gelombang saat arus mudik diperkirakan sekitar 75 cm. Meski demikian, BMKG sudah memasang dua radar untuk memantau perkembangan tinggi gelombang.
Tidak hanya itu, bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mereka memasang buoy tsunami di Selat Sunda untuk memantau potensi gempa dan tsunami. “Alat ini dipasang untuk memantau kondisi bawah laut, termasuk potensi adanya tsunami tanpa gempa,” kata Dwikorita.
Dwikorita meminta masyarakat dan instansi terkait terus memantau ketat cuaca ekstrem yang mungkin terjadi. Khusus untuk masa mudik lebaran ini, BMKG mengeluarkan fitur khusus pemantau kondisi cuaca di sepanjang jalur mudik. “Fitur ini akan diupdate 3-6 jam,“ kata Dwikorita.
Pada kondisi normal, ucap Dwikorita, pembaharuan akan dilakukan setiap 6 jam sekali. Namun, untuk cuaca ekstrem, informasi akan diperbaharui setiap 3 jam sekali. “Aplikasi ini mulai diaktifkan pada H-5 Lebaran sampai H+15 Lebaran,” katanya.
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Palembang, Mugen Sartoto mengatakan, dalam pelayaran, arahan dari BMKG menjadi salah satu hal yang diperhatikan. Bila dalam paparan BMKG ada potensi gelombang tinggi yang membahayakan, pelayaran akan ditunda. “Kami akan melihat kondisi di lapangan nanti,” katanya.
Menurutnya, keselamatan penumpang menjadi prioritas utama. Apalagi dalam masa Lebaran, armada di Pelabuhan Boom Baru dan Pelabuhan Tanjung Api-Api telah menambah frekuensi keberangkatan. Pada H-7 akan menambah satu armada. “Biasanya pelayaran hanya dua kali sehari, pada H-7 akan ditambah menjadi satu kali setiap hari,” katanya.
Menurut Mugen, bila dibutuhkan akan dilakukan penambahan. Hal ini mengingat puncak arus mudik diperkirakan akan terjadi pada H-5 Lebaran.