Sebanyak lima sapi mati secara berurutan di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Salah satu sapi diduga mati akibat bakteri antraks.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebanyak lima sapi mati secara berurutan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu sapi diduga mati akibat bakteri antraks. Penyebab pasti kematian sapi tersebut masih dalam penyelidikan. Langkah antisipasi juga dilakukan agar penyakit berbahaya tersebut tidak menyebar.
Laporan kematian sapi itu diterima oleh Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunung Kidul pada awal Mei. Peristiwa itu terjadi di Dusun Grogol 4, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo.
Kepala Dinas Pertanian DIY Sasongko mengatakan, sampel berupa tanah dari kandang tempat sapi-sapi itu mati sudah diambil untuk diuji oleh Balai Besar Veteriner Yogyakarta. Kini, pihaknya masih menanti hasil uji lab guna memastikan apakah bakteri antraks menjadi penyebab matinya sapi-sapi tersebut atau bukan.
”Belum ada yang bisa dinyatakan positif (antraks). Ini masih berupa dugaan. Meskipun dugaan-dugaan, lebih baik kita melakukan langkah antisipatif. Jangan sampai ini menjadi semakin besar,” kata Sasongko.
Sasongko menambahkan, untuk sementara waktu tidak boleh ada hewan yang keluar masuk dari dusun tersebut. Tujuannya, agar bakteri antraks yang diduga berada di dusun itu tidak menyebar lebih luas lagi.
Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Anung Endah Suwasti mengatakan, langkah antisipasi pencegahan penyebaran bakteri yang dilakukan adalah menyiram disinfektan di tanah tempat sapi-sapi itu mati. Disinfektan yang disiramkan ke tanah itu berupa cairan formalin. Setelah 2-3 minggu, vaksinasi terhadap hewan ternak dilakukan untuk mencegah bakteri antraks menyerang mereka.
”Lalu, ternak-ternak lain yang masih hidup di dusun itu juga kami beri obat. Ini untuk mencegah mereka agar tidak terkena penyakit,” kata Anung.
Selanjutnya, Anung menjelaskan, dari lima ekor yang mati, hanya terdapat satu ekor yang diduga terkena bakteri antraks. Hal itu dilihat dari adanya pembengkakan pada bagian limpa. Ciri-ciri seperti itu tidak dialami pada empat ekor sapi lainnya.
”Gejala antraks itu biasanya juga dicirikan dengan keluarnya cairan dari lubang-lubang alami hewan. Tetapi, itu tidak kami temukan pada sapi lainnya. Bahkan, salah satu sapi itu mati setelah melahirkan. Namun, ini masih akan diuji apa penyebab sebenarnya kematian sapi tersebut,” kata Anung.
Menurut data Dinas Pertanian DIY, serangan bakteri antraks pada sapi bukan yang pertama kali di daerah tersebut. Tahun 2003, seekor sapi mati akibat bakteri tersebut di Kabupaten Sleman. Hal serupa terulang di Kabupaten Kulon Progo pada 2017.
Sasongko mengungkapkan, kasus antraks di Kabupaten Sleman sudah tuntas. Vaksinasi telah dilakukan selama 10 tahun dan sekarang tidak ditemukan lagi bakteri itu. Lain halnya dengan Kabupaten Kulon Progo. Daerah itu masih menjalani masa vaksinasi. Bakteri antraks juga sudah tidak ditemukan lagi di sana.
Selain itu, Sasongko menambahkan, sebenarnya DIY merupakan daerah bebas antraks. Ia tidak tahu bagaimana bakteri tersebut bisa menyerang ternak sapi di daerah ini. Menurut dugaannya, bakteri tersebut berasal dari sapi yang berasal dari daerah sekitar DIY.
”Sapi yang diperjualbelikan di DIY berasal dari bermacam-macam daerah, misalnya Boyolali, Pacitan, dan Wonogiri. Kemungkinan bakteri datang dari sapi yang berasal dari luar daerah. Karena, jual beli masih sering dilakukan tanpa SKKH (surat keterangan kesehatan hewan),” kata Sasongko.
Anung menyampaikan, SKKH sangat penting dalam praktik jual beli ternak. Banyak masyarakat yang belum memperhatikan pentingnya surat tersebut. Padahal, surat itu berguna untuk memastikan kondisi kesehatan ternak yang akan dibelinya. Meskipun sapi hanya akan sekadar dipelihara, kondisi kesehatan ternak itu harus terjamin.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembayun Setyaning Astutie mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dalam mengonsumsi daging sapi. Jangan sampai membeli daging yang terkontaminasi dengan bakteri antraks. Jika ada gejala-gejala yang dikhawatirkan berkaitan dengan bakteri antraks, hendaknya masyarakat juga segera memeriksakan diri ke puskesmas terdekat.
”Masyarakat tidak perlu panik. Yang harus kita lakukan adalah mengantisipasi bersama. Semua harus berhati-hati dalam mengonsumsi daging,” kata Pembayun.