NU dan Muhammadiyah mengajak setiap perbedaan didialogkan. Keduanya juga mengajak seluruh pihak bersama-sama menciptakan suasana sejuk dan damai demi kerukunan dan persatuan nasional.
Oleh
anita yossihara
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah prihatin atas kericuhan yang terjadi pada 21 hingga 22 Mei 2019. Dua organisasi Islam besar di Tanah Air ini mengajak setiap perbedaan didialogkan, bukan justru memaksakan kehendak. Keduanya juga mengajak seluruh pihak bersama-sama menciptakan suasana sejuk dan damai demi kerukunan dan persatuan nasional.
“Perbedaan harus diselesaikan dengan baik dan bijaksana. Cara-cara yang tidak bijaksana harus dihindari. Segala perbedaan harus didialogkan, bukan justru memaksakan kehendak dan melakukan hal-hal yang bisa mencederai kemanusiaan,” kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini dalam siaran pers yang diterima Kompas, Kamis (23/5/2019).
Selain itu, dia mengingatkan, perdamaian, kebebasan, dan toleransi adalah prinsip utama yang harus dipegang dalam menjalankan kehidupan. Ini di samping sejumlah prinsip lainnya, yaitu prinsip untuk menjaga agama dan akal, jiwa, keluarga, harta, dan martabat.
Hal lain, Helmy menyampaikan keprihatinannya dengan kecenderungan politisasi agama yang marak belakangan. “Sehingga kalimat-kalimat thayyibah yang seharusnya dijadikan alat mendekatkan diri kepada Allah, justru dijadikan instrumen politik. Marilah kita kembalikan kalimat-kalimat itu, seperti takbir, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan untuk memuji kebesaran-Nya. Bukan alat menyerang orang lain yang berbeda pandangan,” tambahnya.
Sementara Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam pernyataan sikapnya menyikapi situasi pasca pengumuman hasil Pemilu 2019, Kamis, mengajak tokoh agama, elit politik, pejabat publik, media massa, warga net, dan warga bangsa lainnya untuk bersama-sama menciptakan suasana yang sejuk dan damai demi kerukunan dan persatuan nasional.“Hendaknya dihindari pernyataan dan tindakan yang dapat memanaskan dan memperkeruh keadaan,” demikian bunyi pernyataan sikap PP Muhammadiyah yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
Media sosial hendaknya dijadikan saluran yang menciptakan suasana tenang, damai, bersatu, dan berkeadaban mulia serta dihentikan dari memproduksi kabar bohong, keresahan, kebencian, perseteruan, dan permusuhan sesama keluarga bangsa Indonesia.
Selain itu, PP Muhammadiyah mengimbau unjuk rasa yang terkait pemilu dilakukan dengan damai dan menaati seluruh aturan yang ada. “Lebih-lebih di bulan suci Ramadhan bagi umat Islam yang mesti dimaknai dengan nilai-nilai luhur puasa dan akhlak mulia. Sehubungan dengan itu manakala terbukti menimbulkan dan membuka peluang bagi besarnya kemudaratan maka menjadi lebih baik dan maslahat jika aksi massa itu dicukupkan atau dihentikan dengan mempercayakan masalah sengketa pemilu pada proses hukum.”
Baik NU ataupun Muhammadiyah mengapresiasi kerja aparat keamanan, TNI/Polri, yang telah berjibaku melaksanakan tugasnya mengendalikan situasi saat kericuhan terjadi. Ke depan, dalam menghadapi pengunjuk rasa, aparat TNI/Polri juga diharapkan tetap santun, profesional, dan tidak terpancing melakukan tindakan represif.
Pemerintah menurut PP Muhammadiyah, juga telah mengambil langkah sebagaimana mestinya, dan dalam menghadapi dinamika politik diharapkan tetap seksama sesuai dengan hukum dan prinsip demokrasi yang menjadi acuan dalam kehidupan bernegara.