Stok Beras Bulog Melimpah dan Butuh Segera Disalurkan
Stok beras Perusahaan Umum Bulog melimpah dan butuh segera disalurkan. Sebagian telah setahun disimpan di gudang sehingga kualitasnya terancam turun serta rentan tidak layak konsumsi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Stok beras Perusahaan Umum Bulog melimpah dan butuh segera disalurkan. Sebagian telah setahun disimpan di gudang sehingga kualitasnya terancam turun serta rentan tidak layak konsumsi.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi mengatakan, stok beras saat ini 2,2 juta ton. Dari jumlah itu, 1,2 juta ton adalah beras impor. Sementara 1 juta ton beras panen dalam negeri. Saat ini penyerapan beras hasil panen petani masih terjadi dengan rata-rata 10.000-15.000 ton per hari secara nasional.
”Target penyerapan beras hingga akhir tahun sebanyak 1,8 juta ton optimistis bisa terpenuhi. Saat ini memasuki musim panen sehingga penyerapan beras bisa lebih optimal,” ujar Tri Wahyudi saat berkunjung di Gudang Bulog Sub-Divisi Regional Surabaya Utara di Kecamatan Buduran, Sidoarjo.
Dia mengatakan, Bulog tetap menyerap gabah petani kendati stok berasnya melimpah. Tujuannya, menjaga stabilitas harga gabah saat musim panen raya agar tidak jatuh sehingga merugikan petani.
Berdasarkan ketentuan perundangan, Bulog ditugaskan melakukan penyerapan gabah dan beras untuk cadangan beras pemerintah, penyaluran kepada golongan anggaran, TNI, dan polri. Bulog juga ditugaskan menyalurkan beras kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
Akan tetapi, seiring perubahan mekanisme penyaluran bantuan untuk masyarakat prasejahtera (rastra), penugasan terhadap Bulog berkurang tajam. Penugasan penyaluran bansos rastra tahun 2017 mencapai 2,7 juta ton per tahun. Kini tinggal 213.000 ton per tahun untuk daerah terpencil.
Dengan mekanisme penyaluran rastra saat ini, melalui sistem Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), masyarakat penerima manfaat bebas membeli beras di pedagang. Harapannya, Bulog masuk sebagai salah satu penyedia beras dalam sistem penyaluran BPNT sehingga bisa menyalurkan beras hasil serapan dari petani.
”Dalam rapat terbatas 3 Mei lalu, Presiden sudah meminta agar kebijakan tersebut dikaji kembali. Sebagai operator, saat ini Bulog menunggu keputusan dari regulator, seperti Menteri Keuangan, Menteri Sosial, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,” kata Tri Wahyudi.
Tri menambahkan, Bulog bisa mendapatkan alokasi penugasan seperti tahun 2017 sekitar 2,7 juta ton setahun karena stok beras yang berlimpah. Tanpa penugasan itu, pihaknya kesulitan menyalurkan beras hasil serapan petani. Apalagi, usaha komersial juga belum berjalan maksimal, kontribusinya baru sekitar 20 persen.
Sementara itu, Kepala Divre Jatim Perum Bulog Muhammad Hasyim menambahkan, beras yang tersimpan terlalu lama, memiliki konsekuensi biaya perawatan tinggi. Biaya itu untuk menjaga kualitas beras dan mencegah serangan hama atau hewan pengganggu.
”Selain itu, semakin lama beras disimpan di gudang bisa berpengaruh pada mutu atau kualitas,” ujar Hasyim.
Saat ini, Bulog berencana memusnahkan 22.000 ton beras stok yang tidak layak konsumsi. Sebanyak 10.000 ton di antaranya ada di Jatim. Beras yang tidak layak itu merupakan pembelian tahun anggaran 2017 dan awal 2018. Idealnya, beras disimpan di gudang maksimal enam bulan. Bulog mengaku berpotensi rugi hingga Rp 200 miliar dengan asumsi harga beras Rp 10.000 per kg.