Setelah bernegosiasi lebih dari sebulan dengan Partai Buruh, Perdana Menteri Theresa May tetap gagal meraih dukungan parlemen.
LONDON, RABU— Langkah terakhir PM Inggris Theresa May menyelamatkan kesepakatan Brexit kembali gagal, Rabu (22/5/2019), setelah proposalnya tak mendapatkan dukungan dari kubu oposisi ataupun dari partainya sendiri.
Kegagalan itu sudah terlihat ketika May, Selasa lalu, mengimbau parlemen agar mendukung proposalnya. Ia antara lain membuka kemungkinan adanya referendum kedua dan hubungan yang lebih dekat dengan UE dalam kerja sama perdagangan pasca-Brexit.
Namun, baik kubu Partai Buruh maupun Konservatif ramai- ramai mengkritik usulan yang disodorkan May, bahkan sejumlah anggota parlemen menginginkan May segera turun dari jabatannya.
”Proposal ini jelas-jelas bertentangan dengan manifesto partai kami, dan saya tidak akan mendukungnya. Kita harus melaksanakan apa yang diinginkan rakyat Inggris,” kata Boris Johnson, pendukung hard Brexit dari Konservatif yang diperkirakan menggeser kedudukan May sebagai PM.
Di sisi lain, pemimpin Buruh Jeremy Corbyn mengatakan, partainya tidak bisa mendukung proposal Brexit karena tawaran baru yang diberikan May tak lebih dari pengulangan posisi pemerintah. Negosiasi antara Buruh dan May sudah berlangsung sebulan, tetapi berujung pada kebuntuan.
PM May sudah menulis surat kepada Corbyn untuk meminta dukungannya sehingga Brexit bisa terwujud.
”Saya bersedia berkompromi untuk mewujudkan Brexit bagi rakyat Inggris. Saya meminta Anda berkompromi juga,” kata May.
Para pengamat menilai rencana May mundur dari jabatannya kemungkinan bisa dipercepat jika kesepakatan Brexit ditolak parlemen.
Parlemen Eropa
Mayoritas pendukung Brexit menyatakan akan mendukung Partai Brexit dalam pemilu parlemen Eropa karena Buruh dan Konservatif dinilai gagal mewujudkan Brexit,.
Posisi Inggris dalam pemilu ini menjadi unik karena sebetulnya Inggris sudah keluar dari UE pada 29 Maret 2019. Namun, karena proses Brexit berlarut-larut akhirnya tenggat Inggris keluar dari UE diperpanjang menjadi Oktober 2019. Terkait dengan hal itu, Inggris wajib mengikuti pemilu Eropa.
Di masa lalu, umumnya hanya sepertiga warga Inggris yang memberikan suaranya. Namun, kini situasi berubah. Para pendukung Brexit garis keras antusias memberikan suaranya bagi Partai Brexit yang baru didirikan pada Januari 2019 oleh Nigel Farage.
”Ini adalah momentum, ada energi baru di belakang Partai Brexit,” kata Farage.
Warga Inggris akan memilih 73 wakilnya di parlemen Eropa, yang kemungkinan akan menjabat dalam waktu singkat, jika Brexit terlaksana.
Sejumlah jajak pendapat menunjukkan, Partai Brexit akan meraih sekitar 30 persen suara, di mana para pemilihnya sebagian berasal dari Partai Konservatif yang membelot karena kecewa pada cara May menangani Brexit.