Bisnis Oleh-oleh Belum Pulih, Omzet Usaha Anjlok
Hampir sembilan bulan pascagempa September 2018, geliat usaha oleh-oleh di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, belum juga pulih. Jumlah kunjungan wisatawan berkurang drastis. Mereka berharap, kondisi mulai membaik setelah Lebaran.
MATARAM, KOMPAS — Hampir sembilan bulan pascagempa September 2018, geliat usaha oleh-oleh di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, belum juga pulih. Jumlah kunjungan wisatawan berkurang drastis. Mereka berharap, kondisi mulai membaik setelah Lebaran.
Berdasarkan pantauan Kompas di Kota Mataram dan kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat, Jumat (24/5/2019), sebagian besar toko oleh-oleh tetap buka. Begitu juga dengan lapak pedagang di beberapa pusat penjualan oleh-oleh. Namun, tidak terlihat ada pengunjung.
”Sejak pagi belum ada barang saya yang terjual. Sekarang sepi bukan karena lagi Ramadhan. Tahun lalu, pas Ramadhan juga tetap ramai dan ada pembeli. Pascagempa hingga sekarang, kondisinya hampir sama. Belum ada perubahan berarti,” tutur Heru (43), salah satu penjual oleh-oleh di Art Market Senggigi.
Menurut Heru, sebelum gempa, setidaknya setiap hari dirinya bisa menjual satu hingga dua item suvenir jualannya. Sekarang, paling tidak, ia baru bisa menjualnya dalam waktu seminggu. Sepinya pengunjung di Art Market Senggigi membuat Heru dan pedagang lain baru membuka lapak pada siang hari.
”Dulu, pukul 8 pagi sudah buka karena pasti ada pengunjung. Sekarang, baru buka siang. Pembeli juga wisatawan mancanegara. Kalau wisatawan domestik, tidak ada,” ujar Heru.
”Toko besar mungkin masih ada pembeli karena mereka bekerja sama dengan travel. Jadi, kalau dibilang sepi, mereka masih ada (pembeli). Kalau di sini, memang tidak ada,” kata Heru yang menilai sepinya wisatawan domestik, salah satunya, sebagai imbas mahalnya harga tiket pesawat.
Baca juga: Pascagempa, Lombok Tetap Lanjutkan Agenda Festival
Walau sepi pengunjung, Heru akan tetap membuka lapak. Ia berharap, setelah Lebaran, kondisi menjadi lebih baik. ”Saya tidak punya pilihan lain. Ini satu-satunya sumber ekonomi keluarga,” kata Heru yang berjualan suvenir sejak 2000-an.
Omzet pun anjlok
Menurut H Edy Gunarto, pemilik toko Sinar Abadi Mutiara, toko perhiasan di Jalan Adi Sucipto Ampenan, yang menjual oleh-oleh mutiara, pascagempa, pengunjung tokonya sepi.
”Akhir pekan dari Jumat hingga Minggu biasanya ramai. Sekarang tidak ada. Kalau dulu omzet sebulan di toko bisa sampai Rp 300 juta, sekarang paling Rp 2 juta-Rp 9 juta,” kata Edy.
Sejak awal 2019, menurut dia, kondisi sebenarnya sedikit membaik. ”Proses pemulihan sudah berjalan pelan-pelan, tetapi diguncang lagi oleh gempa pada April 2019,” lanjut Edy.
Akhir pekan dari Jumat hingga Minggu biasanya ramai. Sekarang tidak ada. Kalau dulu omzet sebulan di toko bisa sampai Rp 300 juta, sekarang paling Rp 2 juta-Rp 9 juta.
Meski masih ada pengunjung, toko-toko besar yang berjualan oleh-oleh juga merasakan kondisi serupa. Andre Ashari (31), karyawan senior di toko oleh-oleh Sasaku di Jalan Raya Senggigi, mengatakan, pascagempa September 2018, belum ada peningkatan penjualan.
Andre tidak bisa menyebutkan penurunan omzet. ”Tetapi itu bisa dilihat dari tamu. Sebelum gempa, setiap hari ada beberapa bus pariwisata yang membawa 100-200 orang ke sini. Sekarang jarang. Sehari paling satu sampai dua orang,” tuturnya.
Menurut Andre, sebenarnya kondisi saat ini sedikit lebih baik daripada beberapa hari pascagempa. Bahkan, sudah ada beberapa agen travel yang mengonfirmasi akan membawa tamu. ”Tetapi, gempa bumi mengguncang Lombok pada April 2019. Akibatnya, rencana kedatangan itu dibatalkan,” ucapnya.
Berkurangnya tamu, kata Andre, membuat pemasok oleh-oleh produk makanan juga jarang menitipkan barang. Jika sebelumnya mereka menitipkan barang satu hingga dua kali dalam sebulan, kini sekali dalam dua atau tiga bulan.
Baca juga: Persiapan Simposium APGN di Lombok Masih Minim
Veronica Mira (45) dari Ora Et Labor, produsen oleh-oleh berbahan rumput laut, mengakui, pasokan ke toko-toko oleh-oleh memang berkurang. Hal itu karena tidak semua toko mau menerima menyusul sepinya pengunjung. ”Dulu puluhan toko, sekarang tinggal tiga toko,” katanya.
Agar usahanya terus berjalan, lanjut Veronica, mereka menyiasatinya dengan menjual ke warung-warung dalam bungkus kecil. Selain itu, produk Ora Et Labora juga dikirim ke Bali.
”Sekarang, sudah ada satu toko di Bali yang menerima. Pembayarannya juga tunai. Di warung-warung juga begitu. Jadi, sepinya pembeli di toko oleh-oleh di Lombok bisa disiasati dengan itu,” ujar Veronica.
Tidak merumahkan
Meski sepi pengunjung, menurut Andre, pihak Sasaku tidak sampai merumahkan karyawan.
”Sejauh ini, belum ada pengurangan karyawan. Apalagi kami, kan, terbantu oleh kaus. Berbeda dengan toko oleh-oleh makanan. Kami memang ikut menjual makanan, tetapi ada waktu penggantian produk jika tidak laku atau refresh barang baru,” tutur Andre.
Baca juga: Pariwisata Lombok Terpuruk
Edy Gunarto juga mengaku tidak merumahkan karyawan, tetapi menerapkan sistem part time. ”Jika sebelumnya masuk penuh, sekarang tiga kali seminggu,” katanya.
Untuk menutupi biaya operasional toko, termasuk gaji karyawan, Edy menyiasatinya dengan kembali berkeliling ke sejumlah daerah untuk berjualan mutiara. Misalnya, dengan mengikuti pameran di pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta. ”Kalau tidak seperti itu, susah. Apalagi sekarang banyak toko serupa yang tutup,” kata Edy.
Namun, para pengusaha oleh-oleh sepakat meyakini kondisi akan membaik. ”Tetapi butuh komitmen semua pihak, khususnya pemerintah dan pegiat pariwisata. Misalnya soal harga tiket. Harapannya, tiket bisa turun. Bayangkan, Lombok lagi berjuang bangkit pascagempa, terus tiba-tiba harga tiket melonjak. Wajar orang tidak mau datang dan memilih ke luar negeri yang lebih murah,” tutur Heru.
Bayangkan, Lombok lagi berjuang bangkit pascagempa, terus tiba-tiba harga tiket melonjak. Wajar orang tidak mau datang dan memilih ke luar negeri yang lebih murah.
Pemerintah Provinsi NTB bersama pemangku kepentingan memang terus mendorong upaya pemulihan pariwisata NTB. Berbagai kegiatan digelar, baik festival tahunan maupun kegiatan tertentu. Pada Ramadhan ini, misalnya, Provinsi NTB bersama Asosiasi Agen dan Perjalanan Wisata (Asita) NTB serta Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB menggelar Pesona Khazanah Ramadhan 2019.
Dalam acara tersebut, digelar berbagai kegiatan, antara lain Festival Budaya Islam, Islamic Book Fair dan bedah buku, Lombok Travel Fair umrah dan haji, Islamic Wedding Expo, dan Bazaar Ramadhan.
Menurut Ketua Asita NTB Dewantoro Umbu Joka, Pesona Khazanah Ramadhan 2019 diselenggarakan selain untuk memperkenalkan Lombok sebagai destinasi wisata halal juga sebagai upaya menggairahkan pariwisata NTB pascagempa September 2018 dan April 2019 yang mengguncang daerah tersebut.
Baca juga: Pemprov NTB Serius Bidik Wisatawan Australia