Buruh Perusahaan HTI Tewas Diterkam Harimau di Riau
Muhammad Amri (32), buruh PT RIA, ditemukan tewas dalam kondisi tertelungkup dengan luka menganga di bagian tengkuk dan kepala pada Kamis (23/5/2019) di lokasi hutan akasia, Kanal Sekunder 41, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Dari kondisi luka-luka yang terlihat tidak beraturan, besar dugaan korban meninggal akibat serangan binatang buas.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
TEMBILAHAN, KOMPAS — Muhammad Amri (32), buruh PT RIA, ditemukan tewas dalam kondisi tertelungkup dengan luka menganga di bagian tengkuk dan kepala pada Kamis (23/5/2019) di lokasi hutan akasia, Kanal Sekunder 41, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Dari kondisi luka-luka yang terlihat tidak beraturan, besar dugaan korban meninggal akibat serangan binatang buas.
”Berdasarkan pemeriksaan dokter dari Puskesmas Pelangiran, terdapat luka di leher, kepala bagian belakang dan mata. Saksi teman korban di lapangan melihat seekor harimau di dekat lokasi kejadian. Kami menduga korban meninggal akibat serangan harimau,” kata Kepala Polres Indragiri Hilir Ajun Komisaris Besar Christian Rony yang dihubungi pada Jumat (24/5/2019).
Menurut Christian, Amri awalnya bekerja secara berkelompok bersama delapan rekannya, antara lain Satria, Adi Yansyah, Edi Wahyudi, dan Mayadi. Mereka bekerja memanen akasia di areal Kanal Sekunder 41, PT RIA. Menjelang siang, semua pekerja kembali ke kamp untuk beristirahat. Namun Amri tidak kelihatan.
Satria dan rekannya, awalnya tidak terlalu khawatir akan keberadaan Amri. Mereka menduga Amri yang berasal dari Sambas, Kalimantan Barat, itu, sedang membuang air. Setelah berlalu setengah jam, kawanan itu mulai memikirkan sesuatu tengah terjadi terhadap Amri.
Dengan menggunakan ekskavator, rekannya mencari berkeliling di area posisi pekerjaan terakhir Amri. Mereka memanggil nama Amri dengan teriakan cukup lantang, tetapi tidak ada suara balasan. Lokasi pencarian pun semakin diperluas.
Setelah satu jam mencari, kawanan pekerja itu melihat seekor harimau di dekat kanal. Ternyata tidak jauh dari situ, terlihat sosok Amri dalam kondisi tertelungkup.
Tanah di sekitar lokasi penemuan itu berserakan dan menutupi sebagian badannya. Tubuhnya berlumuran darah, terutama di kelapa. Terdapat luka-luka, terutama di bagian tubuh atasnya.
”Korban segera dievakuasi, namun nyawanya sudah tidak tertolong. Amri dibawa ke Pelabuhan PT RIA untuk dibawa ke Puskesmas Pelangiran. Setelah dilakukan pemeriksaan, pada Kamis petang, jasad korban dibawa ke Tembilahan dengan pengawalan Bhabinkamtibmas Desa Tanjung Simpang, Brigadir Erwin A. Jenazah akan dibawa pulang ke Sambas, seperti permintaan keluarganya,” kata Christian.
Berdasarkan pemeriksaan dokter dari Puskesmas Pelangiran, terdapat luka di leher, kepala bagian belakang, dan mata. Saksi teman korban di lapangan melihat seekor harimau di dekat lokasi kejadian. Kami menduga korban meninggal akibat serangan harimau.
Terkait kejadian tersebut, Christian mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau. Ia akan bekerja sama dengan BBKSDA untuk penanganan selanjutnya.
Secara terpisah, Kepala BBKSDA Riau Suharyono mengatakan sudah mendapat laporan dari polisi tentang kejadian tersebut. Pada Kamis sore, ia langsung mengirimkan satu tim pengamanan dan penyelamatan ke lokasi. Dari pemeriksaan awal, kematian Amri memang disebabkan oleh serangan harimau.
Menurut Suharyono, keberadaan harimau di lokasi HTI PT RIA sebenarnya sudah terdeteksi sejak 1,5 bulan lalu. Tim BBKSDA pun sudah turun ke lokasi untuk memberikan sosialisasi kepada para pekerja perusahaan. Tim juga membuat rambu-rambu peringatan tentang keberadaan harimau.
”Kami memberikan petunjuk kepada karyawan bagaimana menghadapi harimau di lapangan. Misalnya pekerja tidak bekerja sendirian dan lebih baik bergerombol. Kami mendapat informasi, saat kejadian kemarin, korban tinggal di belakang sendirian ketika kawan-kawannya balik ke kamp. Kami juga belum tahu apakah korban sempat mengikuti sosialisasi kami disana,” kata Suharyono.
Suharyono menambahkan, sampai hari ini, mereka belum memiliki rencana untuk mengevakuasi atau memindahkan satwa langka itu ke luar daerah. Hutan pelangiran, termasuk kawasan HTI PT RIA, merupakan habitat harimau itu.
Habitatnya
”Lokasi itu memang habitat harimau. Justru kita yang harus belajar bagaimana hidup berdampingan tanpa harus terjadi konflik,” kata Suharyono.
Areal konsesi PT RIA terdapat di wilayah administrasi Kecamatan Pelangiran. Lokasinya menyatu dengan ekosistem Suaka Margasatwa Kerumutan. Suaka margasatwa dimaksud salah satu habitat harimau sumatera, jenis dataran rendah (gambut) yang masih tersisa di Riau.
Kini, sebagian habitat harimau di suaka margasatwa dimaksud rusak akibat perambahan dan alih fungsi lahan menjadi kebun kelapa sawit. Akibatnya, harimau sering berkeliaran di hutan akasia, kebun warga, bahkan di permukiman manusia.
Dalam 18 bulan terakhir, tercatat tiga kejadian konflik antara harimau dan manusia di habitat Kerumutan. Pertama pada Januari sampai April 2018, seekor harimau betina dewasa yang diberi nama Bonita menyerang dua pekerja di Pelangiran hingga tewas.
Teror Bonita berlangsung tiga bulan. Ia sering menampakkan diri di permukiman penduduk dan perkebunan kelapa sawit. Ketika bertemu manusia, Bonita tenang. Ia tidak lari.
Perilaku Bonita dianggap menyimpang dari sifat aslinya. Setelah 113 hari dikejar dan dibuntuti, akhirnya Bonita berhasil dilumpuhkan dan dievakuasi ke Dharmasraya.
Pada pertengahan November 2018, seekor harimau jantan dewasa masuk ke permukiman penduduk di tengah Pasar Pulau Burung, Kecamatan Pulau Burung, Indragiri Hilir. Selama dua hari, harimau itu terjebak di sela-sela satu rumah toko.
Lokasi itu memang habitatnya harimau. Justru kita yang harus belajar bagaimana hidup berdampingan tanpa harus terjadi konflik.
Proses evakuasi harimau berlangsung sulit karena posisi harimau benar-benar terjepit dan banyak manusia yang menonton kejadian langka itu dari jarak cukup dekat. Untungnya, harimau yang kemudian diberi nama Atan Bintang itu berhasil dievakuasi dan dibawa ke Dharmasraya.
Pulau Burung dan Pelangiran merupakan dua daerah saling berbatasan yang masih merupakan bagian habitat besar Suaka Margasatwa Kerumutan.
Dahulunya, seluruh habitat itu menyatu dalam ekosistem rimba raya yang utuh. Namun kini, hutan di Pelangiran dan Pulau Burung sudah rusak. Tidak mengherankan apabila konflik harimau dan manusia senantiasa terjadi.