Pagar listrik, pusat pendidikan gajah, hingga ekowisata dibangun mulai tahun ini dalam penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Pagar listrik, pusat pendidikan gajah, hingga ekowisata dibangun mulai tahun ini dalam penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi. Pembangunan yang merupakan bagian dari kawasan ekosistem esensial ini diharapkan mampu menanggulangi konflik berkepanjangan antara manusia dan gajah.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi Rahmad Saleh menjelaskan, langkah awal dimulai dengan pembangunan pagar listrik bertenaga surya dan kompleks edukasi serta pelatihan gajah sumatera. ”Seluruh rangkaian pembangunan ini melibatkan partisipasi masyarakat dan pemegang konsesi. Diharapkan hal ini dapat menyelesaikan konflik satwa dan manusia,” katanya, Jumat (24/5/2019).
Pagar listrik dan pusat pelatihan gajah hanyalah bagian dari serangkaian langkah pembangunan kawasan ekosistem esensial (KEE) yang akan diusulkan seluas 54.000 hektar di Kabupaten Tebo. KEE tak hanya mencakup konsesi hutan tanaman industri dan restorasi, tetapi juga lima wilayah desa berpenduduk hampir 10.000 jiwa di Kecamatan Sumay dan Tengah Ilir.
Selama bertahun-tahun, alih fungsi hutan menjadi tanaman industri mengakibatkan ruang gerak gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) menyempit. Hal itu memicu konflik antara gajah dan masyarakat setempat.
Lima tahun terakhir, terekam 592 konflik di wilayah itu. Selain merusak kebun dan rumah warga, konflik pun mengancam keberlangsungan hidup gajah. Tanpa langkah cepat dan terpadu, gajah disebut-sebut akan segera punah.
Menurut Rahmad, rangkaian sosialisasi tengah diberikan bagi masyarakat dan para pemegang konsesi di ekosistem itu. Ke depan, mereka diharapkan mandiri menjalankan mitigasi.
Tantangan saat ini adalah bagaimana mengubah pandangan bahwa gajah bukan sebagai hama ataupun musuh, melainkan masyarakat dapat hidup bersama dan memanfaatkan kehadiran gajah sebagai peluang pariwisata.
Dalam sosialisasi KEE di Tebo, kemarin, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Ahmad Bestari menyebutkan, pagar listrik akan dibangun sepanjang 150 kilometer. Pagar itu untuk menjaga ruang gerak gajah tetap berada dalam koridor aman.
Yang tak kalah penting, masyarakat diberdayakan mampu menangani ancaman konflik dan membangun ekowisata di tempatnya. Dengan demikian, gajah tetap aman dalam habitatnya dan masyarakat menikmati kesejahteraan dari usaha ekowisata.
Rencana pembangunan KEE disambut Bupati Tebo Sukandar. Selama bertahun-tahun, menurut dia, konflik satwa dan manusia belum dapat diatasi. Pembangunan ini diharapkan menjadi solusi penanganan konflik.
Camat Sumay, Ambiar, berharap masyarakat dilibatkan dalam prosesnya. Sejauh ini, pihaknya masih menunggu seperti apa konsep KEE yang akan direalisasikan. ”Kalau memang bisa menyelesaikan konflik, kami akan dukung,” katanya.
Kepala Subdit Koridor dan Areal Bernilai Konservasi Tinggi Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mira Wati Soedjono mengatakan, keberlangsungan KEE sangat bergantung pada forum para pihak terkait.
Karena itu, pemberdayaan masyarakat merupakan langkah penting. Ia mencontohkan, di Jawa Timur, KEE telah memberikan manfaat ekonomi besar bagi masyarakat di kawasan penyangga Taman Nasional Baluran. Manfaat serupa agar dapat dinikmati di berbagai tempat lainnya.