JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara RI menyelidiki dalang kerusuhan 21-22 Mei yang memanfaatkan aksi damai menyikapi penetapan hasil Pemilu 2019. Di antara perusuh yang ditangkap, ada dua orang yang diduga anggota organisasi yang terafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS.
Pada saat bersamaan, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian juga memerintahkan pembentukan tim internal yang dipimpin Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Moechgiyarto. Tim akan menyelidiki penyebab kematian delapan terduga perusuh.
”Kami tegaskan, yang meninggal adalah massa perusuh, bukan massa unjuk rasa damai. Tim bentukan Kepala Polri akan menginvestigasi penyebab dan semua aspek yang menyebabkan ada korban jiwa dari massa perusuh,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal, Kamis (23/5/2019), dalam jumpa pers di Kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jakarta.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan, selama dua hari kerusuhan, ada delapan orang yang tewas. Mereka adalah Farhan Syafero (31), M Reyhan Fajari (16), Abdul Ajiz (27),
Bachtiar Alamsyah, Adam Nooryan (19), Widianto Rizky Ramadan (17), Sandro (31), dan lelaki tanpa identitas yang meninggal di RS Dharmais.
Agenda khusus
Polisi menangkap 257 orang pada Selasa (21/5) malam hingga Rabu (22/5) dini hari. Selain itu, 185 orang ditangkap karena terlibat kerusuhan pada Rabu malam. Mereka ditangkap di lokasi berbeda, seperti sekitar Gedung Badan Pengawas Pemilu, Monumen Nasional, Petamburan, dan Slipi.
Iqbal menuturkan, pengunjuk rasa damai berbaur dengan aparat keamanan dalam berbagai kesempatan. Namun, ada kelompok massa lain yang rusuh dan punya agenda tersendiri. ”Massa yang rusuh kami duga ada yang memobilisasi dan mengatur. Saat ini sedang kami dalami,” ujarnya.
Dari perusuh yang ditangkap, dua di antaranya anggota sebuah ormas dari Cianjur, Jawa Barat, yang telah merencanakan aksi teror. Polisi, kata Iqbal, masih mencari dua tokoh lain yang diduga terlibat.
Selain itu, dari 185 perusuh yang ditangkap pada 22 Mei, ada tiga orang membawa senjata api. ”Ini kelompok berbeda dari anggota ormas itu. Kelompok pembawa senjata api ini bertujuan memancing kerusuhan. Mereka ingin menciptakan martir sehingga tercipta kemarahan publik kepada aparat keamanan,” ujarnya.
Sementara itu, Polda Metro Jaya menyelidiki asal batu yang ditemukan di ambulans berlogo Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Kota Tasikmalaya, Jabar, saat kerusuhan di depan Gedung Bawaslu, 22 Mei. Polisi menahan lima tersangka, di antaranya Y (sopir), I (Sekretaris DPC Gerindra Kota Tasikmalaya), dan O (Wakil Sekretaris).
”Ada instruksi wilayah berangkat ke Jakarta mengirimkan ambulans kalau ada korban di kegiatan 22 Mei. Perintahnya dari Ketua DPC karena ada perintah dari Jakarta. Ada surat tugasnya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah adanya mobil ambulans milik Partai Gerindra yang membawa batu dan uang saat unjuk rasa. Menurut dia, jumlah ambulans milik Gerindra cukup banyak dan digunakan untuk melayani masyarakat, bukan mengangkut batu.