Kepolisian Daerah Jawa Tengah menangkap IA (33), warga Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, yang melakukan pemerasan dengan merekam video asusila dan mengancam akan menyebarkannya. Tindak kejahatan itu tersangka lakukan dari balik jeruji.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Kepolisian Daerah Jawa Tengah menangkap IA (33), pelaku pemerasan, dengan modus merekam video asusila dan menyebarkannya. Tindak kejahatan ini dilakukan warga Kabupaten Kuantan Singingi, Riau itu, dari balik jeruji penjara.
Kepala Subdirektorat 5 Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, Ajun Komisaris Besar Agung Prabowo, di Kota Semarang, Jumat (24/5/2019), mengatakan, kasus ini bermula dari laporan IR (30), warga Kabupaten Demak, Jateng. IR mengatakan telah menjadi korban pemerasan yang dilakukan IA lewat akun facebook, Yonbrimob Gegana (Apek), sejak 15 Maret 2019.
Terdeteksi berada di Riau, tim lalu mendatangi tersangka. Ironisnya, IA ternyata adalah penghuni Lapas Kelas II B Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau, karena kasus pencabulan. "Setelah berkoordinasi dengan kepala lapas, tersangka ternyata bebas pada 6 Mei 2019. Begitu keluar, tim kami menangkap tersangka di halaman lapas," kata Agung.
Barang bukti yang ditemukan polisi pada kasus tersebut antara lain empat ponsel pintar, satu memory card micro SD, dan delapan kartu SIM yang digunakan untuk video call. Juga, dua kartu ATM, dan tiga buku rekening bank yang terdapat bukti transaksi hasil pemerasan pelaku kepada korban.
IA yang mengaku sebagai perwira polisi, berkenalan dengan IR lewat media sosial. Setelah beberapa bulan, hubungan keduanya semakin dekat. Keduanya bahkan melakukan video call berbau pornografi. Namun, tanpa sepengetahuan IR, tersangka ternyata merekamnya dan dijadikan bahan untuk memeras. Video itu disebarkan ke beberapa teman Facebook korban.
"Total kerugian yang diderita korban sekitar Rp 50 juta. Kami masih mendalami kasus ini karena kemungkinan ada korban-korban lainnya. Modusnya, tersangka berjanji menikahi korban," ujar Agung.
Atas perbuatannya, IA terancam dijerat Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah direvisi dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia terancam hukuman penjara paling lama 6 tahun dan atau denda Rp 1 miliar.
Kepala Unit 2 Subdirektorat 5 Direktorat Reskrimsus Polda Jateng, Ajun Komisaris Gunawan Wibosono menambahkan, untuk mengungkap sejumlah kasus serupa, pihaknya terus melakukan patroli siber. Ia pun mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan akun-akun dengan konten-konten negatif serta berpotensi mengarah ke tindak kejahatan.
"Apabila banyak akun menyebar konten dengan sumber tidak jelas dan tak ada konfirmasi dari yang berkompeten, jangan dibagikan lagi. Semoga ke depan semakin bijak dalam bermedia sosial," lanjut dia.
Sebelumnya, pemerhati hukum pidana Rony Saputra, di Jakarta, mengatakan, sekitar 85 persen pelaku tindak pidana yang dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah direvisi dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, terkait pencemaran nama baik. Sejak mulai diundangkan, hanya Pasal 27 Ayat (3) mengenai pencemaran nama baik, yang banyak digunakan.
Padahal, tujuan utama UU ITE ialah melindungi masyarakat terhadap kejahatan siber. Terutama, dalam konteks betapa teknologi informasi berperan dalam perdagangan dan perekonomian untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, UU tersebut perlu dikembalikan pada tujuan dasarnya. (Kompas, 9/2/2019).