Diluncurkan, Buku ”Celebrating Peacemaking” JK
JAKARTA, KOMPAS - ”Hanya perdamaian yang mampu mengembangkan peradaban manusia,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat mengomentari buku Celebrating Peacemaking, A Compilation of Essays on a Sincere Odyssey of Jusuf Kalla’s Peacemaking, Jumat (24/5/2019), di Jakarta.
Buku yang diterbitkan Jenggala Institute for Strategic Studies dan didiskusikan sehari sebelumnya dalam gathering bersama para penulis buku tersebut merupakan kumpulan karya tulis pemenang sayembara penulisan esai dalam bahasa Inggris dengan tajuk ”Menuju Nominasi Nobel Perdamaian untuk Jusuf Kalla”. Sayembara itu kerja sama Jenggala Centre (JC) dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia.
Atas arahan Ketua Iskandar Mandji, sayembara ini hadir untuk mempromosikan ide-ide perdamaian JK--panggilan akrab Jusuf Kalla-- kepada dunia. Jalan perdamaian JK adalah pengalaman yang kaya akan pengetahuan, cerita dan pelajaran. Dari ratusan esai yang ikut serta, 25 esai terpilih menjadi tulisan terbaik, yang kini hadir dalam bentuk buku yang berjudul Celebrating Peacemaking tersebut.
“Mudah-mudahan apa yang ditulis bisa kita hayati dan mengerti betapa pentingnya perdamaian dan tanpa perdamaian kita tidak akan bisa hidup dengan tenang. Bagaimana kita hidup di Indonesia ini bisa berinteraksi satu sama lain walaupun latar belakang kita masing-masing berbeda,” pesan Ketua Dewan Penasihat JC Iskandar Mandji kepada para penulis buku yang hadir dan sebagian besar memang kalangan milenial, Kamis lalu. Saat itu, hadir 14 anak muda penulis buku tersebut.
Dari 25 esai terbaik, yang dipilih oleh tim juri, terdiri dari Prof Firmansyah, Rektor Universitas Paramadina, Jakarta; Ketua PPI Dunia Pandu Manggala serta wartawan Harian Kompas Suhartono, sayembara tersebut memberikan penghargaan khusus untuk tiga tulisan terbaik.
Pemenang pertama, yaitu Possible Application of the Jusuf Kalla\'s Approach in Resolving the Kaduna Religious Crisis (karya Ricky Antonius Margareta, Rangga Cesario dan Fransiska Andita, Mahasiswa Universitas Parahyangan, Bandung); kedua karya Edwin Arifianto, mahasiswa University of Sydney, Australia dengan karya berjudul From Conflict to Sustainable Peace: Jusuf Kalla\'s path Toward the Noble Peace Prize Recognition; juara ketiga Cecep Hermawan dari Universitas Padjadjaran dengan judul En Route to the New Model of Effcient Conflict Mediation: Jusuf Kalla\'s Interpersonal Approach for Peacemaking. Ketiganya, berturut-turut mendapatkan penghargaan uang tunai sebesar masing-masing 10 juta, 7,5 juta dan 5 juta Rupiah.
Para penulis 25 esai terbaik merupakan anak anak muda yang berasal dari berbagai daerah mulai dari Aceh hingga Maluku. Sebagian merupakan mahasiswa yang menempuh studi sarjana, magister, maupun doktoral baik di dalam maupun luar negeri.
Bendung politik identitas
Lebih jauh, dalam sambutannya, Iskandar Mandji menyatakan, di sejumlah negara, khususnya di Timur Tengah, politik identitas adalah biang kerok dari konflik dan perpecahan. Oleh karena itu, ia menyayangkan dan menolak jika ada skenario membawa politik identitas ke Indonesia.
"Pergeseran ideologi yang cepat yakni munculnya politik identitas menciptakan gejolak dan konflik di berbagai negara termasuk Indonesia. Menjaga perdamaian menjadi usaha yang perlu untuk terus digaungkan dan diupayakan, baik di Indonesia maupun dunia, khususnya oleh anak-anak muda," kata Iskandar Mandji.
Menurut Iskandar, di Libya, Afganistan, Suriah, Irak, dan Iran, semua politik identitasnya sangat menonjol. Akibatnya, terjadi perpecahan di bangsa-bangsa tersebut. "Nah, kita kemarin dicoba (skenario politik identitas itu) dengan peristiwa 21-22 Mei tersebut,” ungkap Iskandar.
Bagi Iskandar, kalau politik identitas ini sampai menguat, Indonesia bisa jadi bernasib sama dengan negara-negara di Timur Tengah yang ia sebutkan sebelumnya. Ia sangat berharap anak-anak muda jangan sampai terbawa oleh scenario negative ini yang tentunya berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa.
“Isu pilpres ini nomor dua (bukan isu utama). Yang sebenarnya dimunculkan (oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab) adalah politik identitas untuk tujuan yang tidak kita inginkan tentunya, yakni perpecahan Indonesia,” papar Iskandar lagi.
Mengenali akar konflik dan perpecahan bangsa seperti inilah kekuatan yang dimiliki oleh Wakil Presiden RI saat ini Jusuf Kalla. Bagi Iskandar, mengutip JK, konflik itu ada akarnya, yakni ketidakadilan sosial, ekonomi, maupun politik. Pada intinya, akar konflik adalah ketidakadilan. Karena itu, proses perdamaian harus menciptakan rasa keadilan bagi pihak-pihak yang bertikai. Dialog dan kompromi adalah kekuatan utama JK untuk menciptakan rasa adil. Karena itulah JK sukses mendamaikan konflik di Ambon, Poso dan Aceh.
Karena kerja keras dan kesuksesannya dalam bidang perdamaian, model perdamaian JK dianggap bisa menjadi rujukan penyelesaikan konflik di berbagai negara. JK telah beberapa kali diminta untuk membantu memediasi konflik di luar negeri seperti di Afganistan, Myanmar, dan Thailand. JK diundang di berbagai forum internasional seperti di India, Spanyol, Somalia, dan Amerika Serikat untuk berbagai kiat-kiat dalam menciptakan perdamaian.
Iskandar menyatakan bahwa model dan keberanian JK dalam mendamaikan konflik inilah yang perlu dikaji dan digaungkan terus menerus. Karena itulah, ia mengajak anak-anak muda untuk menuliskan ide-ide kritisnya untuk mengembangkan model perdamaian JK.
Refleksi kritis
Sementara, menurut ketua panitia sayembara, Rosyid Jazuli yang juga penyunting buku tersebut, apa yang ditulis oleh anak-anak muda itu adalah refleksi kritis dan pelajaran-pelajaran penting dari upaya JK menciptakan jalan keluar untuk perdamian. Esai-esai tersebut juga mendorong aplikasi teknik perdamaian ala JK agar bisa menjadi jalan keluar dari konflik-konflik di berbagai belahan bumi lainnya, seperti konflik di Provinsi Kaduna-Nigeria, Konflik horizontal di Afghanistan, konflik Israel-Palestina, hingga konflik di wilayah Thailand selatan.
Bahkan, para penulis esai yakin bahwa apa yang JK lakukan perlu didorong untuk menjadi pertimbangan agar JK mendapat Nominasi Nobel Perdamaian.