Jepang tidak berharap ada keputusan penting dari lawatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Tokyo. Trump akan lebih banyak menghadiri kegiatan pribadi dan hiburan.
TOKYO, KOMPAS— Presiden Amerika Serikat Donald Trump dijadwalkan tiba di Tokyo, Jepang, Sabtu (25/5/2019), bersama rombongan. Sepanjang Sabtu hingga Minggu, Trump akan menghadiri acara pribadi, seperti bermain golf dan menyaksikan pertandingan golf. Pada hari Senin, dia baru dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membahas sejumlah hal.
”Mungkin tak ada pernyataan bersama setelah pertemuan,” kata salah seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Jepang yang tak bersedia diungkap namanya kepada Kompas.
Selain bertemu Abe, Trump juga akan makan malam dengan Kaisar Naruhito. Trump adalah kepala negara asing pertama yang bertemu kaisar baru Jepang itu. Untuk pertemuan Senin, Abe-Trump akan menekankan pembicaraan pada perdagangan dan keamanan. Namun, hasil konkret yang diharapkan akan muncul dari pertemuan itu sulit diungkap kepada publik untuk saat ini.
Pembahasan soal Korea Utara antara lain akan dilakukan di sela pertemuan Abe-Trump dengan perwakilan keluarga korban penculikan oleh Korut. Penculikan itu terjadi pada Perang Dunia II dan Perang Korea. Kala itu, sejumlah orang Jepang diculik dan dipaksa mengajari bahasa dan teknologi Jepang kepada orang Korut.
Abe-Trump, menurut sumber di kalangan diplomat itu, mungkin juga akan menyinggung soal perdagangan global dan pentingnya mekanisme multilateral. Meski hasilnya mungkin tidak diungkap, pembicaraan itu penting di tengah kecenderungan AS pada unilateralisme. AS telah keluar dari sejumlah mekanisme multilateral, seperti kemitraan dagang lintas Pasifik (TPP) dan kesepakatan nuklir Iran.
Indeks saham utama di Jepang, Indeks Nikkei 225, ditutup turun pada perdagangan Jumat. Indeks Nikkei 225 kehilangan 0,16 persen. Sepanjang pekan ini, Indeks Nikkei 225 melemah 0,63 persen. Selain perang dagang AS-China, investor waswas dengan hasil pertemuan Trump-Abe.
”Pasar turun tajam karena kekhawatiran meningkatnya perang dagang AS-China setelah juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan AS harus memperbaiki tindakannya jika berharap melanjutkan negosiasi,” kata Toshiyuki Kanayama, analis senior di Monex.
Pendekatan pribadi
Presiden Lembaga Hubungan Internasional Jepang Kenichiro Sasae mengatakan, pertemuan Abe-Trump akan lebih menekankan pada penguatan hubungan pribadi mereka. Abe adalah salah satu mitra dekat Trump di kawasan.
”Mereka sudah beberapa kali bertemu. Bahkan, dalam waktu dekat ini saja, mereka akan bertemu dua kali. Sekarang dan nanti di Osaka,” ujar diplomat senior Jepang itu.
Jepang akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak G-20 di Osaka, 28-29 Juni 2019. Trump dan sejumlah kepala negara dijadwalkan hadir dalam pertemuan itu.
Hubungan pribadi Abe- Trump, lanjut Sasae, penting untuk memudahkan dialog dan upaya diplomatik. Dengan demikian, jalan dialog akan tetap terbuka. Akan lebih baik lagi apabila dialog dilakukan melalui mekanisme multilateral.
Sasae tidak menampik, kini mekanisme multilateral mendapat tantangan berat. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tidak berfungsi normal. Hal itu mencemaskan banyak orang. Terlebih, kini ada perang dagang di antara dua kekuatan ekonomi terbesar, China-AS.
”Dampaknya akan dirasakan banyak negara karena perekonomian setiap negara terkait satu sama lain. Perlambatan ekonomi China akan berimbas ke Jepang karena Jepang mengekspor ke China,” kata Sasae.
Abe-Trump, lanjut Sasae, tak hanya punya kedekatan secara pribadi. Mereka juga dekat karena ada sejumlah keprihatinan bersama, seperti masalah China dan Korut. Jepang termasuk yang memperhatikan secara serius keagresifan China dalam mengembangkan kekuatan militernya. Soal Korut, Abe tidak hanya membahasnya dengan Trump. Abe juga bertemu Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, Jumat kemarin.
Bolton tiba lebih dulu di Tokyo dan membicarakan sejumlah hal, termasuk soal Korut, dengan Abe. Kantor berita Jepang, NHK, menyebut Bolton dan Abe membahas soal sanksi bagi Korut. Bolton menyebut Abe setuju dengan pengenaan sanksi terhadap Korut. Sanksi dinyatakan sesuai dengan resolusi PBB. Korut dinilai melanggar sejumlah resolusi PBB.