Masa Lebaran 2019 diprediksi mendongkrak daya beli masyarakat, terutama di sektor jasa transportasi, telekomunikasi, pangan, dan pakaian. Pola belanja yang selama ini terpusat di Jakarta dan sekitarnya juga akan menyebar ke sejumlah daerah tujuan mudik.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masa Lebaran 2019 diprediksi mendongkrak daya beli masyarakat, terutama di sektor jasa transportasi, telekomunikasi, pangan, dan pakaian. Pola belanja yang selama ini terpusat di Jakarta dan sekitarnya juga akan menyebar ke sejumlah daerah tujuan mudik.
”Belanja masyarakat biasanya meningkat saat Lebaran. Distribusi ekonomi juga akan berubah karena banyak warga membelanjakan uangnya saat mudik,” ujar Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti dalam diskusi Perspektif Indonesia ”Bagaimanapun Lebaran Tak Lama Lagi” di Jakarta, Sabtu (25/5/2019).
Peningkatan daya beli itu dipicu bertambahnya sumber uang yang berpotensi dibelanjakan pada masa Lebaran. Esther mencontohkan, alokasi dana Rp 40 triliun untuk tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI dan Polri, serta pensiunan.
Anggaran itu terdiri dari Rp 20 triliun untuk THR dan Rp 20 triliun untuk gaji ke-13. Total alokasi anggaran tersebut lebih tinggi dari anggaran 2018 sebesar Rp 35,76 triliun.
Pekerja swasta juga akan menerima setidaknya dua kali lipat dari penghasilan tetap. Sebab, Lebaran jatuh pada awal bulan sehingga gaji dan THR diterima dalam waktu berdekatan.
”Uang tersebut akan langsung dibelanjakan. Jadi, belanja masyarakat pada masa Lebaran bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat,” ujarnya.
Esther mengatakan, gelontaran dana itu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di masa Lebaran. Dia memprediksi pertumbuhannya tidak lebih dari 5,2 persen.
Dari sisi produsen, permintaan daging sapi, daging ayam, telur, bawang, dan cabai diprediksi melonjak seperti Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Lonjakan harga yang signifikan justru terjadi pada komoditas bawang dan cabai.
”Kalau produksi berkurang sementara permintaan tinggi, harga akan naik. Harusnya pemerintah mengantisipasi hal ini karena peningkatan permintaan terjadi setiap Lebaran,” ucapnya.
Harga bawang putih di beberapa kota pada pekan pertama Lebaran di atas Rp 90.000 per kilogram. Padahal, pada waktu normal, harganya Rp 25.000-Rp 30.000 per kilogram.
Menurut Esther, lonjakan harga terjadi karena pemerintah terlambat melakukan impor. Apalagi, butuh waktu beberapa pekan dari saat memutuskan kebijakan impor hingga bawang impor itu dipasarkan.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryani Motik mengatakan, Lebaran akan memacu peningkatan daya beli masyarakat. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi pedagang untuk mendongkrak penjualan.
Akan tetapi, peluang tersebut perlu dukungan situasi keamanan yang kondusif. Oleh sebab itu, kerusuhan yang terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu harus disudahi karena telah merugikan sejumlah pedagang di beberapa lokasi, salah satunya Pasar Tanah Abang.
”Selain situasi keamanan, kelancaran telekomunikasi juga perlu dipulihkan. Sebab, banyak usaha kecil menengah yang sangat mengandalkan penjualan daring lewat media sosial,” ujarnya.