PUISI
Didik Wahyudi
Titik
Di balik tubuhnya kita tidak melihat
Kuda perangnya
Gajahnya yang berjalan serong
Dan merobek pertahanan lawan
Dan si menteri yang piawai memainkan
Segala jenis pedang
Di balik tubuhnya kita tidak melihat
Lagi undak-undakan
Atau orang-orang yang melantur
Suara tawa dan tangis buatan
Dalam jagat buatannya sendiri
Jagat yang menurut pengakuannya
Sendiri hanya terdiri dari
Air, air, dan air
Di balik tubuhnya kita tidak melihat
Gaya lenggok sang pangeran
Dan tepuk tangan yang mengiringi
Setiap kedatangan atau kepergiannya
Juga ratap tangis para perempuan
Yang lelakinya gugur di petak pertempuran
Di balik tubuhnya kita selalu belajar
Tak peduli berapa banyak
Pertempuran pernah memberinya pesta
Akan tiba waktunya bagi si Raja
Untuk istirah.
(2019)
Ombak
Tidak apa-apa selama ia bergulung
di kejauhan di tengah laut yang luas
Perahu-perahu kecil terapung-apung
Di atasnya
Bergerak perlahan ke tepian
Berkah menyertainya
Tidak, tidak masalah
Selama ia mengombak di kejauhan
Burung-burung bermain di atasnya
Ikan-ikan berenang bebas
Di bawah dan di dalam dulinya
Sebuah lanskap yang menggoda
Dan juru foto menangkapnya
Tidak, tidak masalah selama ia
Belum tiba
Mencium benteng terluar
Sebuah menara pengintai yang menjulang
Merayapi dinding-dinding yang kokoh
Menyapu pasar dan alun-alun
Kamar tempat pangeran dan putri
tertidur
Sampai ia kembali surut
Dan kau harus menjauh, menjauh
Membangun kembali istanamu
(2019)
Kamus Tawa
Tawa adalah kuda
Yang menarik kereta duka lara
Pergi untuk sementara
Tawa adalah doa tak sengaja
Ia mengundang rasa syukur,
Prasangka baik, serta
Sedikit air mata
(2019)
Fitra Yanti
zikir jantung
irama yang merambat tengah malam
adalah gelombang theta dari lafal
nama yang kusaru
dalam masyuk rindu
2019
lakuna
ke mana sebenarnya diriku menghilang
ke dalam hujan senjakala
atau ke semburat subuh yang abu-abu
ketika embun-embun pecah ke akar semak dan rumputan
aku mencari diriku yang telah kau bawa
berhari-bulan-tahun
menyisir jalan-jalan, kelok dan simpang menuju rindu
pintu keliru saja yang kutemu
aku tak tentu tuju
di antara lelampu kota yang berpijar
cahayanya tak sampai lagi ke mataku
sebab cahayaku telah lesap ke dalam cahayamu
2019
aroma jeruk dari yafa
di batas lapar dan haus
lidah terasa basah bulir-bulir jingga
pecah diremuk geligi
di antara geletar dan debar tanah
terdengar kucuran sari jeruk
ke dalam gelas bening
seseorang dari semenanjung telah menempati
rumah yang menghadap ke laut
di dekat benteng daud
mengirim undangan magrib
melalui pesan berantai
ke kemah-kemah penantian yang seolah dipenuhi
aroma jeruk dari kebun-kebun di yafa
2019
umpama jari tengah dan telunjuk
: lelaki pembaca salawat
melafalkan yasin
menderukan fatihah
menggebu zikir rinai
hendaknya sampai kepadamu
hendaknya melapangkan alammu yang baru
hendaknya menjelaskan rindu kami
yang belum terbiasa dengan ketiadaanmu.
lengking puisi menggebah tiap sudut rumah
kudengar gemanya
itu suaramu!
puisi kepada kekasih tuhan
betapa kerapnya kau menggagau-gagau dalam getar salawat
hendaknya kau duduk umpama jari tengah dan telunjuk
bersama para kekasih
senyummu lalu lalang antara getar tahlil dan doa-doa
cahaya yang menyala dalam dirimu
tiba-tiba merupa kunang-kunang di atas kepala
aku ingat, betapa seringnya cahaya itu
menjelma api di hadapanku
menyembur-nyembur
memerahkan mukaku
tiba-tiba, segala gambar berseliweran di antara gema tahlil
kau yang melompat-lompat bagai kekanak
minta bola dan gula-gula
kau yang menjelma hutan sunyi
gerombolan beringin gelap
tak seorang pun dapat melihat ke dalam belantara itu
kau yang menjelma lelaki peot terkekeh-kekeh
mengusap kepala kekanak
kau yang menjelma pemuda mabuk aroma bunga
duh, betapa pandai waktu merajah gambar-gambar
di benak yang berkerak
dalam gebalau suara
penjelas
ketika semua ada, hanya kau yang tak ada
2018
Didik Wahyudi lahir dan tinggal di Surabaya, Jawa Timur. Selain menulis puisi dan cerpen, ia juga aktif di Teater Institut, Surabaya.
Fitra Yanti lahir di Danau Kembar, Solok, Sumatera Barat, 17 Februari 1987. Ia bergiat di komunitas musikalisasi puisi Mantagi Akustik.