Hikayat Rumah Kopi di Kota Tanpa Kopi
Rumah kopi tumbuh di hampir semua sudut Kota Ambon. Ambon dan Maluku pada umumnya bukan penghasil kopi.
Meifhy Mataheru (23) dengan karakter suara head voice membawakan lagu berjudul ”Parcuma” mengantar para pengunjung menyeruput kopi panas. Guyuran hujan di luar tak sanggup mendinginkan hangatnya suasana rumah kopi Kafe Ujung Jembatan Merah Putih di Kota Ambon, Maluku, pada Sabtu (17/6/2023) malam.
Beberapa pengunjung kafe ikut bernyanyi dengan suara pelan, sebagian sebatas menggerakkan kepala dengan anggukan ritmis mengikuti alunan musik. Ada pula pengunjung yang sengaja membagikan suasana itu dengan menayangkannya lewat siaran langsung di akun media sosial.
Suara merdu Meifhy yang penuh penghayatan membuat banyak pengunjung terutama kawula muda pun ikut hanyut. Bagaimana tidak, lagu ”Parcuma” yang bergenre pop dengan liriknya dalam bahasa melayu Ambon itu, mengisahkan dua sejoli yang tengah gunda gulana menjalani relasi cinta jarak jauh (LDR).
Di sudut yang lain beberapa pria yang duduk melingkari sebuah meja kecil tengah berbincang mengenai isu politik mulai dari skala lokal hingga nasional. Obrolan tanpa arah atau dalam istilah lokal Ambon dinamakan kewel, itu melebar ke banyak tema seperti olahraga sepak bola hingga gosip miring para elit.
Pengunjung umumnya sudah saling mengenal. Datang dari latar belakang beragam seperti politisi, jurnalis, pengusaha, tukang ojek, dan anggota intelijen, mereka punya segudang cerita di belakang layar yang membuat obrolan kian seru. Sesekali mereka bumbui dengan joke untuk mengundang pecah tawa.
Sementara sisi lain ruangan yang agak terpisah tampak berlangsung perjumpaan empat mata. Ada dua orang masing-masing datang dengan segepok dokumen. Mereka bergantian membubuhkan tanda tangan pada sejumlah lembaran. Dari kartu identitas yang tergantung di dada mereka, kedua orang itu masing-masing petinggi dari perusahaan swasta.
Lebih santai
Tampaknya sedang ada pertemuan bisnis yang sengaja dilangsungkan dalam suasana yang lebih santai. ”Kalau bertemu sambil ngopi dan dengar musik ini bikin happy sehingga beban kerja terasa lebih ringan,” ujar Mato (45), pegawai dari salah satu perusahaan swasta di Ambon.
Bagi Mato yang mengaku pecandu kopi dan gemar dengar musik itu, selain untuk penyegaran dan bersantai, di rumah kopi ia dapat berjumpa banyak orang dengan beragam latar belakang. Di sana pula ia mendapat kawan baru, pengetahuan dan informasi, serta berpeluang menemukan relasi bisnis baru.
Levinus Kariwu (43), pemilik rumah kopi Kafe Ujung Jembatan Merah Putih, menuturkan, rumah kopi itu didesain untuk segala kalangan mulai dari rakyat jelata hingga pejabat negara. Pengunjung dapat mengambil tempat sesuai keinginan. Desain meja dan kursi seragam. Harga pun terjangkau semua level ekonomi.
Makanya ada politisi yang biasanya mentraktir orang-orang di rumah kopi. Mereka akan dinilai dermawan. Penilai positif berdampak pada popularitas hingga capaian elektoral. (Yosef Ufi)
Levinus awalnya adalah pengunjung setia rumah kopi selama lebih dari 20 tahun. Akhir tahun 2022 ini, ia kemudian memutuskan menuruti hobinya dengan membangun rumah kopi agar bisa dijadikan tempat kumpul teman-teman yang punya satu hobi.
Seiring waktu, rumah kopi itu dibanjiri banyak pengunjung. Bahkan, dari hampir 100 rumah kopi di Kota Ambon, kini rumah kopi Jembatan Merah Putih dengan pengunjung terbanyak. Dibuka sejak pagi dan ditutup hingga lewat tengah malam. Ratusan orang pengunjung per hari. Omzetnya kini menembus Rp 240 juta per bulan.
Baca Juga: ASN di Ambon Berkeliaran di Rumah Kopi
M Yani Kubangun, jurnalis senior di Maluku menuturkan, rumah kopi menjadi ruang perjumpaan yang ikut adil besar dalam merajut persaudaraan di Ambon. Kedamaian di daerah itu sempat tercabik konflik sosial bernuansa agama tahun 1999 hingga 2002.
Yani termasuk salah satu jurnalis yang aktif melakukan reportase mengenai konflik dan upaya membangun rekonsiliasi.
Ruang perjumpaan
”Di perbatasan antarkedua kelompok yang bertikai itu ada rumah kopi, dan di sana mereka mulai bertemu. Awalnya masih sembunyi-sembunyi dan tempat duduk berjauhan. Seiring waktu mereka duduk satu meja sampai saling traktir dan minum bersama. Begitu besar peran rumah kopi,” kata Yani yang kini mengelola media digital Ambon Ekspres.
Menurut Yani, keberadaan rumah kopi itu menjawab kebutuhan orang Ambon yang gemar duduk berkumpul sambil bercerita termasuk cerita kewel atau obrolan tanpa arah. Di sana mereka saling bertukar kabar, bergosip, hingga tertawa sepuasnya. Ada kepuasan tersendiri yang tidak didapat jika mereka ngopi di rumah.
Sementara itu, pengamat sosial dan politik dari Universitas Pattimura Ambon Josef A Ufi berpendapat, peranan rumah kopi perlahan menjadi ruang pewacanaan. Banyak aspirasi, wacana, dan hingga kebijakan berawal dari obrolan di rumah kopi. Ia melihat rumah kopi di Ambon itu bak agora di zaman Yunani kuno. Agora menjadi tempat terbuka bagi ruang diskusi.
Dalam konteks politik masa kini, lanjut Josef, rumah kopi ikut menentukan tingkat popularitas seorang politisi. Jika orang itu terkenal di rumah kopi, secara otomatis banyak orang akan mengenalinya. Tak mengherankan, banyak politisi hingga kepala daerah sering nongkrong di rumah kopi.
Di situ, karakter seorang juga bisa dinilai. Politisi yang biasanya duduk sendirian di meja dan jarang mentraktir pengunjung di dekatnya dinilai pelit. ”Makanya ada politisi yang biasanya mentraktir orang-orang di rumah kopi. Mereka akan dinilai dermawan. Penilai positif berdampak pada popularitas hingga capaian elektoral,” ucapnya.
Rumah Kopi kini menjamur ke berbagai sudut Ambon, kota berpenduduk sekitar 350.000 jiwa. Banyak yang menjuluki Ambon sebagai kota beribu rumah kopi. Namun, di Pulau Ambon tidak ada tanaman kopi.
Di Maluku, secara keseluruhan pun tidak ada perkebunan kopi seperti halnya di Aceh, Papua, Toraja, atau Flores. Kopi di Maluku ada, tetapi ditanam secara sporadis dan sangat terbatas.
Levinus Kariwu menambahkan, semua rumah kopi di Ambon membeli biji kopi dari daerah lain lalu mengelolanya. Mereka menyangrai biji kopi dengan memberi sedikit sentuhan bahan lain untuk mengubah cita rasa kopi. Setiap barista punya rahasia racikan. ”Karena itu di setiap rumah kopi, rasa kopinya pasti tidak sama," ujarnya.
Sangat jarang penikmat kopi di Ambon menanyakan dari mana asal kopi yang mereka minum. Yang penting bagi mereka, minum kopi sambil ngobrol dan mendengar musik di rumah kopi, itu sudah menyenangkan. Mari seruput kopi di kota tanpa kopi.
Baca juga: Kisah Damai Kedai Kopi Ambon