Tersangkut Kasus Etika, Sejumlah Penyelenggara Pemilu di Sultra Disidang
Sejumlah dugaan perkara etik Pemilihan Umum 2019 di wilayah Sulawesi Tenggara mulai disidang oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Beberapa perkara yang disidangkan terkait penyelenggaraan pemilu ataupun hal lain berkaitan sikap etis penyelenggara.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sejumlah dugaan perkara etik Pemilihan Umum 2019 di wilayah Sulawesi Tenggara mulai disidang oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Beberapa perkara yang disidangkan terkait penyelenggaraan pemilu ataupun hal lain berkaitan sikap etika penyelenggara.
Sidang dugaan pelanggaran etik penyelenggara Pemilu 2019 mulai berlangsung di kantor Bawaslu Provinsi Sultra, di Kendari, Sabtu (25/5/2019). Sidang yang dipimpin anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra Salam, bersama sejumlah anggota majelis sidang itu menangani tiga laporan dugaan pelanggaran etik.
Salah satu agendanya adalah dugaan pelanggaran etik oleh komisioner KPU, Buton Tengah. Seorang pelapor merasa komisioner KPU tidak mengindahkan laporan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) tentang surat suara yang tidak sah karena tidak ditandatangani KPPS.
Seorang pelapor merasa komisioner KPU tidak mengindahkan laporan Panitia Pengawas Kecamatan tentang surat suara yang tidak sah karena tidak ditandatangani KPPS.
”Ada dua surat suara yang tidak ditandatangani KPPS dan ini sudah dilaporkan oleh Panwascam. Berdasarkan aturan, hal ini sudah memenuhi syarat dilakukannya pemilihan suara ulang (PSU),” ucap Andre Darmawan, kuasa hukum pelapor.
Menurut Andre, KPU Buton Tengah melakukan pelanggaran karena tidak dengan segera melakukan PSU. Karena itu, ia meminta agar dia diberi sanksi.
Perwakilan komisioner KPU Kabupaten Buton Tengah menyampaikan, selain adanya kesepakatan terkait dua surat suara yang dinyatakan rusak, juga ada pertimbangan waktu untuk melakukan PSU.
Selain sidang dugaan pelanggaran etik oleh KPU Buton Tengah, juga dilakukan sidang dugaan pelanggaran etik oleh sejumlah komisioner KPU dan beberapa Panitia Pemilihan Kecamatan KPU Konawe Utara. Total ada 18 orang terlapor terkait sidang ini.
Berbeda dengan sidang sebelumnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan Pemilu 2019, para terlapor ini diduga melakukan pelanggaran etik sebelum pemilu berlangsung.
Teradu kelima hingga delapan belas membuat dokumentasi aktivitas bernyanyi dengan mengonsumsi minuman beralkohol yang diunggah ke media sosial Facebook pada 17 November 2018.
Para terlapor ini diadukan tiga komisioner Panwaslu Kabupaten Konawe Utara, yaitu Burhan, Abdul Makmur, dan Hartian. Pengadu mendapatkan laporan dari masyarakat terkait sikap sejumlah PPK yang melakukan perbuatan tidak etis.
”Teradu kelima hingga delapan belas membuat dokumentasi aktivitas bernyanyi dengan mengomsumsi minuman beralkohol yang diunggah ke media sosial Facebook pada tanggal 17 November 2018”, begitu bunyi salah satu pokok pengaduan.
Dari kejadian itu, Burhan yang juga Ketua Panwaslu Konawe Utara menuturkan, sejumlah komisioner tidak melakukan pembinaan perilaku terhadap jajaran penyelenggara. ”Dan dari investigasi ditemukan, ada postingan lagi sejumlah penyelenggara kembali mengulang berkaraoke dengan minuman keras”.
Sidang dugaan pelanggaran etik sejumlah penyelenggara pemilu di Sultra masih terus berlangsung. Para anggota majelis akan melakukan pleno lalu memutuskan sanksi jika nanti dinyatakan bersalah.
Alfitra Salam menyampaikan, Sulawesi Tenggara merupakan salah satu wilayah dengan dugaan pelanggaran etik terbanyak. Pada tahun 2012 hingga 2019, ada 400 kasus pelanggaran etik dari kabupaten dan kota di Sultra.
”Sultra salah satu yang tertinggi (pelanggarannya). Kami mengimbau agar penyelenggara jauh lebih profesional dan berhati-hati,” kata Alfitra.