Indonesia Masih Terbelenggu pada Kejuaraan Beregu
Laporan Agung Setyahadi dari Nanning, China
NANNING, KOMPAS – Bulu tangkis Indonesia perlu bekerja keras mengakhiri penantian gelar dari kejuaraan beregu. Setelah kembali gagal pada kejuaraan dunia beregu campuran Piala Sudirman 2019 di Nanning, China, Sabtu (25/5/2019), tim Merah Putih akan menyiapkan diri untuk Piala Thomas Uber 2020.
Untuk mengakhiri penantian gelar di kejuaraan beregu, Indonesia dituntut memiliki kekuatan merata di semua nomor. Pada Piala Sudirman, Indonesia masih paceklik gelar juara karena kekuatan di setiap sektor tidak merata. Terakhir kali Indonesia meraihnya pada 1989, atau 30 tahun lalu. Adapun supremasi beregu putra Piala Thomas terakhir diraih pada 2002, dan beregu putri Piala Uber pada 1996.
”Untuk Piala Thomas masih ada waktu. Saat ini kekuatan semua negara merata. Dengan sisa waktu ini, kita evaluasi hasil yang didapat, dan akan berusaha keras. Di ganda putra kita kuat, tetapi di tunggal putra belum ada unggulan, jadi ganda dan tunggal harus merata untuk meraih juara,” ujar Manajer Tim Piala Sudirman sekaligus Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti di Nanning, China, Sabtu (25/5).
Indonesia kembali gagal membawa pulang trofi Piala Sudirman setelah kalah kalah 1-3 dari Jepang yang memiliki kekuatan merata. Satu poin Indonesia disumbangkan ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang mengalahkan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda. Di tiga nomor lainnya, tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung, tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting, dan ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu, belum mampu meruntuhkan dominasi Jepang.
Namun, Indonesia bisa pulang dengan kepala tegak karena telah berjuang maksimal. ”Tadi anak-anak sudah tampil maksimal. Anthony sudah bagus, cuma kurang tenang pada poin-poin kritis. Georgie (sapaan Gregoria) sudah berusaha, namun usahanya harus ditambah. Untuk tunggal, kita harus mengakui Jepang masih di atas. Ini pekerjaan rumah kita,” ujar Susy.
Anthony sebenarnya memberikan perlawanan sangat gigih saat melawan tunggal putra nomor satu dunia Kento Momota. Namun, saat poin-poin kritis dia tidak bisa menghentikan determinasi Momota yang sangat kuat.
Susy berharap, tunggal putra bisa tampil lebih konsisten, karena secara teknik mereka sudah seimbang dengan para pemain elite. ”Konsistensi harus ditingkatkan. Peringkat mereka cukup baik, namun mereka kerap tidak stabil,” ujarnya.
Mantan juara dunia tunggal putri itu juga menyoroti performa tunggal putri yang angin-anginan. “Masih butuh kerja keras, butuh penanganan lebih lagi. Dibandingkan dengan sektor lain, kita ketinggalan cukup banyak di tunggal putri,” tegas Susy.
Kemenangan Jepang ditentukan ganda putri nomor satu dunia Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara yang menundukkan Gresysia/Apriyani. Ganda putri Indonesia ini tak mampu mengatasi serangan lawan yang lebih tajam.
”Kami sudah mencoba yang terbaik, tetapi maaf, belum bisa menang. Padahal, kami sangat ingin menyumbangkan satu poin,” ujar Greysia, pemain putri paling senior Indonesia.
China vs Jepang
Kekalahan Indonesia dari Jepang mewujudkan final melawan China, yang sudah diprediksi sejak awal. Final akan dilangsungkan Minggu (26/5/) pukul 12.00 WIB. China lolos ke final setelah mengalahkan Thailand, 3-0.
Jepang, yang belum pernah menjuarai Piala Sudirman, berambisi mengakhiri penantian panjang itu. Pelatih kepala tim Jepang Park Joo-bong menegaskan, sudah menyusun strategi untuk mengalahkan China.
”Dua tahun lalu kami kalah di semifinal dari China, dan empat tahun lalu kalah di final. Kali ini kami ingin menjadi juara Piala Sudirman. Strategi melawan China sudah terlintas dalam pikiran saya, dan kami akan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk melawan China dan mengalahkannya,” tegas pemain legendaris Korea Selatan itu.
Ia menilai, China tim yang sangat kuat dan tampil konsisten sejak penyisihan grup. Mereka hanya kehilangan satu pertandingan saat melawan Denmark di perempat final, yaitu saat Viktor Axelssen mengalahkan Chen Long di tunggal putra.
”China adalah tim terkuat dan kami harus bekerja keras untuk mengalahkan mereka,” tegas Park.
Pelatih tunggal China Xia Xuanze menegaskan, Jepang adalah tim yang sangat kuat dengan pemain yang matang. Adapun China diperkuat pemain yang relatif muda. “Jika melihat tim China, sebagian besar pemain kami lahir setelah 1996. Sebagai tim dengan pemain muda, yang bisa kami lakukan adalah bermain sebaik mungkin di laga final,” ujarnya.
Dirinya akan memilih antara pemain senior Cheng Long dan pemain nomor dua dunia Shi Yuqi untuk diturunkan melawan Momota di tunggal putra. Xuanze menegaskan, kedua pemain itu memiliki kualitas yang sama, dan yang lebih siap yang akan diturunkan.
“Ya, Momota pemain yang berkarakter mengagumkan dan penampilannya stabil. Tetapi ada banyak pemain putra yang bagus di Denmark, Indonesia, India, juga di China. Kami sangat kompetitif dan memiliki atmosfer yang kompetitif,” tegas Xuanze.
Sementara itu, Pelatih Kepala tim Thailand Rexy Mainaky menfavoritkan China keluar sebagai juara. "Saya pikir semua yang ada di sini setuju bahwa China adalah tim terkuat karena di seluruh nomor kekuatan mereka merata,” ujar pelatih asal Indonesia itu.