Kebun Raya Bogor kini berusia 202 tahun. Terletak di jantung Kota Bogor, Jawa Barat, taman botani ini menempati areal seluas 87 hektar, berseberangan dengan Istana Kepresidenan. Memiliki koleksi 12.141 tanaman dari 3.156 spesies, 1.202 marga, dan 213 familia menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai salah satu tujuan rekreasi dan obyek penelitian.
Oleh
NASRU ALAM AZIZ
·3 menit baca
Kebun Raya Bogor kini berusia 202 tahun. Terletak di jantung Kota Bogor, Jawa Barat, taman botani ini menempati areal seluas 87 hektar, berseberangan dengan Istana Kepresidenan. Memiliki koleksi 12.141 tanaman dari 3.156 spesies, 1.202 marga, dan 213 familia menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai salah satu tujuan rekreasi dan obyek penelitian.
Di antara ribuan spesies tanaman di Kebun Raya Bogor, yang paling menarik perhatian pengunjung adalah kibut atau bunga bangkai dan anggrek. Baik pengunjung maupun peneliti senantiasa menantikan kejutan dari kedua tumbuhan ini.
Bunga bangkai (Amorphophallus titanium) merupakan tumbuhan endemik Indonesia. Tumbuhan dengan bunga majemuk terbesar di dunia ini pertama kali ditemukan Beccary, botanis Italia, ketika melawat ke Sumatera. Temuan tersebut ia publikasikan secara ilmiah pada tahun 1878. Di Indonesia tumbuh secara liar 10 jenis Amorphophallus yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) ini berbunga pada usia lebih dari 10 tahun. Bunganya keluar dalam siklus 3-4 tahun, tingginya bisa mencapai 2 meter. Disebut bunga bangkai karena baunya menyengat saat mekar. Bunga bangkai ditanam di Kebun Raya Bogor tahun 1915. Saat mekar tahun 1979, tidak ketinggalan Presiden Soeharto turut menikmatinya.
Presiden Soeharto beserta keluarga dan beberapa menteri kabinet pada Minggu, 21 Oktober 1979, selama 10 menit melihat dari dekat bunga bangkai yang sedang mekar di Kebun Raya Bogor. Itu untuk pertama kalinya Soeharto melihat langsung bunga bangkai. Sementara Ny Tien Soeharto pada tahun 1976 pernah mengantarkan Ny Tamara Fraser (istri Perdana Menteri Australia Malcolm Fraser) melihat bunga yang menjadi maskot Kebun Raya Bogor itu.
Selain bunga bangkai, koleksi anggrek menjadi tujuan favorit pengunjung dan tamu negara. Pada awal November 1976, Ny Jehan Sadat (istri Presiden Mesir Anwar Sadat) bertandang ke Kebun Raya Bogor demi melihat bunga anggrek raksasa (Grammatophyllum speciosum) yang mulai kuncup. Anggrek meteor (Coelogyne foerstermannii) adalah salah satu yang ditunggu-tunggu karena berbunga setahun sekali. Ada juga anggrek yang mengabadikan nama Ny Tien Soeharto, Cymbidium hartinahianum, endemik Sumatera Utara yang ditemukan tahun 1976 oleh Rusdy E Nasution.
Sebanyak 421 jenis anggrek yang terdiri atas 92 marga telah diidentifikasi dan menjadi koleksi Kebun Raya Bogor. Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 5.000 jenis anggrek. Koleksi anggrek Kebun Raya Bogor adalah yang terbesar di negara tropis.
Di antara pepohonan yang terdapat di Kebun Raya Bogor, ada yang disebut sebagai monumen hidup karena usianya sangat tua. Dua pohon palahlar (Dipterocarpus retusus), tiga pohon leci (Litchi chinensis), dan dua pohon picung atau keluak (Pangium edule) adalah pohon-pohon tertua yang ditanam pada tahun 1817-1823. Terdapat pula sebuah pohon induk kelapa sawit (Elaeis guineensis) yang ditanam tahun 1846 dan merupakan pohon induk dari kelapa sawit yang mulai ditanam sebagai tanaman perkebunan di Indonesia tahun 1858.
Kebun Raya Bogor didirikan oleh Gubernur Jenderal GAGP van der Capellen pada 18 Mei 1817 dengan nama Lands Plantentium te Buitenzorg. Pada mulanya, taman seluas 47 hektar yang merupakan bagian dari halaman bangunan yang sebelumnya didiami oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles itu hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan untuk tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan di Hindia Belanda.
Kebun Raya Bogor adalah tapak awal perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, terutama dalam bidang botani. Hingga kini, Kebun Raya Bogor juga memiliki Herbarium Bogoriense, Museum Zoologi Bogor, dan perpustakaan.
Sumber:
Kompas, Jumat, 30 Oktober 1970, halaman 1; Kompas, Senin, 16 Juli 1973, halaman 4; Kompas, Jumat, 9 November 1973, halaman 8; Kompas, Rabu, 29 September 1976, halaman 12; Kompas, Selasa, 2 November 1976, halaman 9; Kompas, Jumat, 5 November 1976, halaman 9; Kompas, Minggu, 16 September 1979, halaman 6; Kompas, Kamis, 18 Oktober 1979, halaman 9; Kompas, Senin, 22 Oktober 1979, halaman 16; Kompas, Selasa, 18 Mei 1982, halaman 1