Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian terus meningkatkan layanan perkarantinaan untuk mempercepat proses ekspor komoditas nonmigas yang mensyaratkan phytosanitary certificate pada dokumen ekspor. Harapannya, ekspor komoditas pertanian, kehutanan, dan perikanan bisa terdongkrak.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian terus meningkatkan layanan karantina untuk mempercepat proses ekspor komoditas nonmigas yang mensyaratkan phytosanitary certificate pada dokumen ekspor. Diharapkan ekspor komoditas pertanian, kehutanan, dan perikanan bisa terdongkrak.
Phytosanitary certificate (PC) merupakan dokumen mutlak pada proses ekspor-impor jika negara tujuan mensyaratkan. Dokumen itu berisi informasi mengenai jumlah, jenis dan jumlah kemasan serta nama pengirim dan penerima. Namun, yang utama dokumen itu menjelaskan komoditas itu bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu.
”Jika negara tujuan ekspor mensyaratkan PC dalam dokumen ekspor, maka apa pun komoditasnya akan kami bantu fasilitasi pemeriksaan hingga penerbitan PC. Ini upaya kami untuk meningkatkan dan mempercepat ekspor komoditas pertanian dan nonmigas,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil saat melepas ekspor kayu lapis dan komoditas pertanian lainnya senilai Rp 108,2 miliar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (26/5/2019).
Komoditas ekspor yang dilepas kali ini terdiri dari daun gelinggang tujuan Jepang senilai Rp 336 juta, kayu lapis tujuan Amerika Serikat (Rp 1,7 miliar), karet lempengan tujuan India (Rp 4,6 miliar), palm kernel expeller tujuan Vietnam (Rp 99 miliar), dan palm kernel oil tujuan China (Rp 2,6 miliar).
Kegiatan pelepasan ekspor produk nonmigas tersebut dilakukan di pabrik kayu lapis PT Basirih Industrial. Turut hadir dalam acara itu Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Kalsel Achmad Sofian, Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin Achmad Gozali, dan Direktur Umum PT Basirih Industrial Din Husain.
Jamil mengatakan, pihaknya berkomitmen mendorong akselerasi ekspor dengan menetapkan standar waktu layanan pada proses pemeriksaan karantina. Standar waktu layanan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12 Tahun 2015. Berdasarkan Permentan tersebut, jangka waktu pelayanan karantina dikategorikan berdasarkan risiko media pembawa. Pelayanan maksimal pembawa risiko rendah maksimal sehari, risiko sedang (3 hari), dan risiko tinggi (15 hari).
”Saat ini, pengguna jasa layanan karantina Pertanian juga dapat memanfaatkan layanan online seperti IQFAST (Indonesian Quarantine Full Automation System) sehingga prosedur permohonan ekspor menjadi lebih mudah, cepat, efektif, dan efisien bagi pengguna jasa,” tuturnya.
Upaya strategis
Jamil mengatakan, ada lima upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan dan mempercepat ekspor komoditas pertanian, yaitu meningkatkan jumlah eksportir dari kalangan generasi milenial bangsa, meningkatkan diversifikasi atau keragaman komoditas dengan minimal produk setengah jadi, dan meningkatkan frekuensi pengiriman komoditas pertanian. Selain itu, juga peningkatan volume komoditas dan membuka akses pasar ke negara-negara tujuan ekspor lainnya.
”Sesuai instruksi Menteri Pertanian, kami berupaya membuka akses pasar dengan harmonisasi aturan perkarantinaan di negara-negara tujuan ekspor baru. Usaha ini tentu tidak bisa berjalan sendiri. Kami membutuhkan kerja sama pemerintah provinsi untuk mendongkrak volume ekspor komoditas nonmigas, terutama sektor pertanian,” tuturnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dalam sambutan tertulis yang disampaikan Achmad Sofian mengapresiasi kegiatan Agro Gemilang (Ayo Galakkan Ekspor Generasi Milenial) yang dicanangkan Kementerian Pertanian. Hal itu merupakan langkah baik mendorong ekspor komoditas pertanian dan nonmigas lainnya di Kalsel.
”Tahun 1980 sampai awal 2000 merupakan masa kejayaan industri kayu lapis di Kalimantan Selatan. Bahkan, sampai saat ini, produk kayu lapis masih menjadi komoditas ekspor unggulan di samping kelapa sawit, karet, dan lainnya,” katanya.
Sahbirin memastikan Dinas Kehutanan Kalsel telah melakukan langkah konkret dalam upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dengan memanfaatkan lahan kritis. ”Apa yang sudah dilakukan itu akan terus ditingkatkan,” ujarnya.
Menurut Din Husain, pasokan bahan baku untuk membuat produk kayu lapis sejauh ini masih mencukupi. ”Kami mendapat pasokan kayu hutan dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kalau dari Kalsel, kami mendapat pasokan kayu rakyat (hasil budidaya), seperti sengon dan karet,” katanya.