Imaji Baru Sumba
Sumba bukan hanya punya padang sabana luas, pohon-pohon meranggas, dan kuda ternak yang berkelana bebas. Pulau di Nusa Tenggara Timur itu kini juga sohor dengan keindahan alam yang ”instagramable” sekaligus kekayaan budaya yang unik.
Begitu pesawat yang kami tumpangi mendarat di Bandar Udara Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya, Senin (22/4/2019) siang, ingatan langsung melayang pada bait-bait puisi ”Beri Daku Sumba” karya Taufiq Ismail, pada 1970. Dalam puisi itu, alam Sumba dilukiskan liar dan gersang.
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh
Seandainya Taufiq Ismail kini menciptakan lagi puisi tentang Sumba, barangkali ia tak hanya menulis ihwal padang rumput, hewan ternak, dan cuaca panas membakar. Ia bisa jadi bakal menulis tentang pantai Sumba yang berpasir seputih bedak, danau bersuasana magis, dan air terjun yang dulu dipercaya sebagai tempat bersemayam para arwah.
Kini, Sumba memang tidak hanya dikenal sebagai sabana dengan kuda-kuda Sandalwood yang beken. Sumba telah memiliki imaji atau citra baru, menjadi salah satu destinasi wisata dunia. Imaji ini antara lain didukung sejumlah pengakuan internasional.
Majalah Focus asal Jerman pada terbitan 17 Februari 2018 menyebutkan Sumba sebagai satu dari 33 pulau terindah di dunia. Pada 2016-2017, majalah Travel+Leisure dari Amerika Serikat juga menetapkan Hotel Nihi Sumba—yang dulu dikenal dengan nama Nihiwatu—di Kabupaten Sumba Barat sebagai hotel terbaik di dunia.
Pengakuan internasional itu tentu datang karena Sumba memang memiliki pesona besar. Pesona itu pula yang kami rasakan saat menjelajahi pulau dengan luas sekitar 11.000 kilometer persegi tersebut pada akhir April 2019.
Magis
Beberapa jam setelah mendarat di Bandara Tambolaka, kami mengunjungi Danau Weekuri di wilayah Kodi Utara, Sumba Barat Daya. Sore itu, Danau Weekuri tampak sepi dan air di danau mulai surut. Namun, semua itu tak mengurangi keindahan danau yang dikelilingi batuan karang dan pepohonan hijau tersebut.
Deretan batu karang memisahkan Danau Weekuri dengan laut lepas yang berada di sebelah utaranya. Air dari laut ini masuk menerobos batu karang dan membentuk Danau Weekuri. Itulah kenapa Weekuri juga disebut sebagai danau air asin.
Namun, Paulus Ola (50), pengemudi mobil yang mengantar kami, menuturkan, air di Weekuri lebih tepat disebut sebagai air payau. Sebab, air asin di Weekuri juga tercampur dengan air tawar yang berasal dari mata air di danau tersebut.
”Itu mata airnya,” kata Paulus menunjuk gelembung-gelembung air yang muncul di pinggiran Weekuri.
Apa pun jenisnya, air di Danau Weekuri sungguh sedap secara visual karena memiliki gradasi warna berbeda-beda, dari biru gelap, hijau tua, hingga putih susu.
Saat dipandang lama-lama, air di danau itu seolah memanggil kita untuk menceburkan diri. Apalagi, konon mereka yang tak cakap berenang pun bisa mengambang di Weekuri karena tingginya kadar garam danau itu.
Di sekitar danau itu juga terdapat lubang-lubang di batuan karang yang terhubung dengan lapisan batuan di kedalaman tanah. Dari lubang-lubang itu, kita bisa mendengar suara gemuruh ombak yang menghantam batuan karang nan jauh di bawah sana.
Saat suara ombak yang beradu dengan karang terdengar, dari lubang-lubang itu juga berembus angin yang menggoyangkan rumput-rumput sekitarnya. Entah kenapa, suara ombak dan angin yang berembus itu meruapkan aroma magis di Weekuri.
Suasana magis itu pula yang kami rasakan ketika mengunjungi Air Terjun Lapopu di Sumba Barat. Lapopu, yang memiliki ketinggian sekitar 90 meter, konon merupakan air terjun tertinggi di seantero Pulau Sumba. Air terjun ini berlokasi di dalam Taman Nasional Manupeu Tanah Deru dan Laiwangi Wanggameti (Matalawa) sehingga alam sekitarnya masih sangat asri.
Lapopu merupakan air terjun dengan tipe berundak. Air yang jatuh dari atas bukit tidak turun secara lurus ke bawah, tetapi melalui susunan batuan yang seolah membentuk anak tangga.
Di air terjun ini sedikitnya terdapat empat jalur jatuhnya air, dari volume besar hingga sangat kecil. Air yang jatuh itu lalu membentuk kolam besar dengan air berwarna hijau toska.
”Dulu, air terjun ini dipercaya sebagai tempat arwah orang yang sudah meninggal. Jadi, dulu warga sekitar enggak ada yang berani ke sini karena tempat ini dianggap keramat,” kata Bernabas Berina (40), warga setempat yang menjadi pemandu kami.
Bernabas menuturkan, sejak sekitar tahun 2007, Air Terjun Lapopu mulai dikunjungi wisatawan asal mancanegara. Namun, saat itu belum banyak wisatawan domestik yang datang. Baru sekitar dua tahun terakhir aktivitas wisata di Lapopu berkembang lebih baik. Warga setempat pun akhirnya ambil bagian dengan menjadi pemandu maupun berjualan makanan dan minuman.
Selain danau dan air terjun, Sumba juga kaya dengan pantai berpasir putih. Sebagian pantai-pantai itu juga punya batu karang berbentuk unik yang amat menarik, terutama bagi mereka yang gemar berfoto lalu mengunggahnya ke Instagram. Salah satu pantai yang instagramable adalah Pantai Bawana di Sumba Barat Daya.
Di Pantai Bawana terdapat batu karang setinggi sekitar 5 meter yang berlubang di bagian tengah sehingga bentuknya menyerupai gerbang raksasa. Batu karang berlubang inilah yang menjadi ikon Pantai Bawana dan menjadi buruan para penggemar fotografi.
Kampung adat
Selain Danau Weekuri, Air Terjun Lapopu, dan Pantai Bawana, Sumba juga masih memiliki banyak sekali destinasi wisata alam lainnya.
Untuk air terjun, masih ada Air Terjun Matayangu, Air Terjun Waimarang, Air Terjun Tanggedu, dan sebagainya. Pilihan pantai di Sumba pun banyak, antara lain Pantai Mandorak, Pantai Tarimbang, Pantai Walakiri, dan Pantai Watu Parunu.
Namun, tak boleh dilupakan, Sumba juga punya destinasi wisata budaya yang luar biasa unik, yakni kampung-kampung adat yang masih mempertahankan warisan budaya, termasuk bentuk asli rumah adatnya. Rumah adat ini beratap menjulang tinggi seperti menara.
Salah satu kampung adat yang bisa dikunjungi di Sumba adalah Kampung Adat Ratenggaro di Sumba Barat Daya. Kampung ini berada dekat dengan pantai. Di situ, kita akan menemukan perpaduan apik wisata alam dan budaya Sumba.
Dari pinggir Kampung Adat Ratenggaro yang berada di ketinggian, kita bisa memandang pantai berpasir putih. Keunikan lain, di pinggir pantai itu terdapat sejumlah kubur batu yang dipercaya sebagai peninggalan zaman megalitikum sehingga usianya sudah ribuan tahun.
Di sekitar batu kubur di pinggir pantai itulah dulu awalnya Kampung Adat Ratenggaro berada. ”Kampung pertama itu dulu di bawah, tetapi karena air laut sering masuk, jadi dipindah ke sini. Batu-batu kubur itu punya nenek moyang dulu,” kata salah seorang warga Ratenggaro, Lukas Ambo Loha (60).
Selain Ratenggaro, Sumba juga memiliki sejumlah kampung adat lain yang tetap hidup dalam tradisi terpelihara. Bersama destinasi wisata alam yang cantik, kampung-kampung adat nan eksotis itu juga turut membentuk imaji baru Sumba.